The Princess and the Frog

Halo, P-assengers!

Balik lagi sama aku di artikel pertamaku di semester 2 ini, wah nggak terasa banget ya udah 2019, semoga P-assengers belum bosan sama aku dan tulisan-tulisanku karena aku berniat untuk terus menulis untuk kedepannya! hehehe.

Nah, sebenernya di artikel kali ini aku mau cerita apa sih? Dilihat dari judulnya sih artikelku kali ini akan berisi sebuah dongeng klasik. Tapi bukan, artikel ini bukan dongeng tentang tuan putri yang harus nyium kodok, kodoknya berubah jadi pangeran dan hidup bahagia selamanya. Karena di artikel kali ini, nggak ada kodok yang bisa berubah jadi pangeran, dan si tuan putri harus MAKAN kodoknya supaya dia bisa hidup bahagia. Serem ya?  Tapi sebenernya nggak seserem itu kok. Lah kok? Nih ya aku ceritakan.

Sekitar beberapa minggu yang lalu, PIDAS ngadain pertemuan rutin seperti biasa, di pertemuan kali itu, aku dan teman-teman PIDAS lainnya diberikan sebuah materi oleh kak Alifa tentang “I Dare You To Eat The Frog”! Waduh, dari awal aku melihat judulnya nggak ketebak banget isi materinya bakal tentang apa. Secara gitu kan judulnya tentang makan kodok yang jelas-jelas menjijikkan, tapi ternyata isi powerpoint kak Alifa adalah materi tentang pembagian prioritas dan time management. Kami diajarkan tentang langkah-langkah menentukan prioritas dan mengatur waktu untuk tugas-tugas yang diumpamakan sebagai kodok. Tugas yang kecil diumpamakan sebagai kodok yang kecil dan nggak begitu jelek, dan tugas-tugas yang berat dan penting diumpamakan sebagai kodok yang besar dan menjijikkan. Setelah menyampaikan isi materi tersebut,  kami semua diminta untuk membuat artikel tentang pengalaman yang berhubungan dengan materi kodok tersebut.

Jadi, di artikelku kali ini, aku ingin membagikan pengalaman dan tips-tips yang aku pelajari dan berhubungan dengan prioritas serta time management!

Sebenarnya ya, aku ini dulu anaknya blangsak banget, aku suka menunda-nunda tugas sampai deadline tugasnya sudah dekat sekali, yang berakhir dengan aku dan tugasku yang selesai tapi hasilnya maksa, nggak maksimal. Waktu masih duduk di bangku SMP, mengerjakan PR di rumah itu jarang banget buatku, saking jarangnya mungkin bisa dihitung jari. Aku selalu ngerjain PRku di sekolah, ngebut, sampai kadang-kadang aku baru mengerjakan tugasnya saat gurunya meminta untuk dikumpulkan. Iya, separah itu. Akibatnya, waktu kelas 9 aku merasa otakku kosong,  seperti pelajaran yang diajarkan selama 2 tahun itu lenyap nggak bersisa. Aku merasa nggak siap banget buat UN saat teman-teman yang lain terlihat sudah sangat mahir mengerjakan soal, sedangkan aku bahkan belum paham konsepnya. Pada saat itu aku sadar kalau aku nggak boleh terus-terusan bodo  amat sama sekolah. Aku harus peduli. Aku mulai memikirkan prioritas dan secara nggak sadar waktuku juga mulai tertata, walaupun pada saat itu aku belum mulai untuk menuliskannya. Aku mulai rajin mengerjakan buku-buku pdm, nggak bolos bimbel lagi, dan belajar di sekolah dengan semestinya. Aku sering diskusi dengan temanku tentang materi yang nggak aku mengerti. Aku juga mulai mengenali diriku sendiri, tentang bagaimana cara belajar yang paling efektif untukku. Aku ini tipe orang yang nggak bisa tahan lama-lama di malam hari, setelah lewat adzan isya, kelopak mataku pasti udah berat banget, jadi aku harus tidur karena percuma kalau aku belajar, aku nggak bakal bisa fokus dan nantinya malah ngelantur.  Jadi, otomatis aku harus belajar semaksimal mungkin disekolah agar pemahamanku bertambah.

Setelah aku mengatur prioritas dan tahu cara belajarku, aku mulai memaksimalkannya. Memang banyak yang harus dikorbankan, misalnya aku harus tetap belajar dan membenamkan wajahku ke buku pdm saat teman-temanku yang lain menonton film ramai-ramai dikelas, yang bikin aku kelihatan kayak anak anti sosial. Aku juga harus ngorbanin waktu weekend aku yang tadinya bisa tidur sampai jam 10, jadi harus bangun jam 7 pagi untuk mengerjakan Try Out di bimbel. Memang berat, tapi aku tetap melakukannya karena prioritas utamaku pada saat itu adalah nilai UN yang maksimal.

Aku yakin usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, apabila tidak lupa diiringi dengan doa dan ikhtiar kepada Tuhan.

Dan alhamdulillah, hasil UN ku keluar sesuai yang aku harapkan. Dari pengalamanku saat SMP, aku jadi mengerti kalau mengatur waktu dan prioritas itu sangat penting, jadi saat aku masuk ke SMA, aku kembali menerapkannya. Tetapi, bukan hidup namanya kalau nggak ada cobaan kan?

Di SMA ini, kesulitanku dalam mengatur waktu bertambah satu level dari ketika aku masih SMP. Sekolah di SMAN 81 artinya harus siap menerima berbagai tugas menumpuk setiap harinya dan saingan-saingan yang tidak bisa dianggap remeh. Bukan hanya beban akademis, namun aku juga dituntut untuk aktif dalam bidang non-akademis. Terkadang aku merasa kewalahan dengan segala tugas yang dibebankan padaku. Terkadang aku juga merasa pasrah, merasa aku tidak akan bisa menyelesaikan semuanya, yang mengakibatkan kebiasaan lamaku menunda-nunda tugas kembali lagi. Tapi materi kak Alifa hari itu mengingatkan aku lagi kalau aku pasti bisa menyelesaikan semua tugas, asalkan aku mau membenahi prioritas dan time managementku. Maka dari itu mulai dari sekarang aku akan mulai lebih berhati-hati dalam mengatur waktu dan berkomitmen pada prioritas yang  telah aku tentukan.  Aku juga belajar bahwa tugas-tugas yang diberikan padaku membantu aku untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Cukup sampai disini dulu artikelku kali ini, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan aku mohon maaf, terima kasih sudah membaca!

Semoga bermanfaat dan sampai jumpa di artikel berikutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *