The Never Ending Question: Who Am I?

Halo P-assengers!

Pada bulan Agustus akhir, seorang bayi perempuan lahir disuatu RS di Jakarta. Lahir dari kedua orang tua yang sudah menunggu kehadiran baru untuk keluarga mereka. Anak tersebut diberi nama Gita Marcia Karina, alasan dibalik penamaan tersebut memiliki arti masing-masing bagi pasangan tersebut. Gita karena kedua orang tua berasi Sagitarius, Marcia sebagai lambang dari planet Mars, dan Karina dengan arti karunia. Anak tersebut tumbuh dalam rumah tangga dengan dua kakak yang umurnya jauh berbeda dengan dirinya, selang waktu sembilan dan sepuluh tahun. Ditemani oleh beberapa ayam, kucing, burung, dan ikan selama Ia bertambah umur. Itulah awal mula dari hidup anak tersebut. Tetapi siapakah dia? Sejak awal, kita hanya mengetahui lingkungan serta nama dari anak tersebut tetapi apakah identitas dia sebagai seorang manusia? Mari kita kupas.

Dia bisa digambarkan sebagai seorang ambivert, dualitas dimana Ia adalah anak yang relatif ceria di sekolah dan suka tiduran dengan tumpukan kucing di rumah. Rutinitasnya juga tidak jauh berbeda dari siswi SMA lainnya, pagi berangkat sekolah lalu liburan diantara les atau tidur (tentu saja dengan tumpukan kucing). Jika PR tidak memanggil, UKBM tidak menumpuk, dan ulangan tidak didepan mata dia suka menjalankan hobinya yang sedikit terlantarkan karena ketiga hal tersebut. Seperti melukis, ya mungkin lukisannya nggak terlalu bagus, yang penting melukis membuatnya tenang. Semacam stress relief setelah duduk didepan buku pelajan sepanjang hari. Atau mungkin menulis dan membaca, bisa dibilang Ia pencinta sastra baik dalam bentuk puisi maupun cerita. Tiap kata serasa membawa warna tertentu dalam lembaran hitam putih yang menunjukkan kisahnya tersendiri. Hal tersebut menjadi kesialan kedua kakanya saat menemani adeknya ke toko buku, panik karena ditelpon tidak diangkat, dan jengkel saat melihat dia sedang membaca buku dilantai dengan lima buku lain tersusun disebelahnya. Sial juga bagi penjaga toko karena Ia hanya membeli satu dari lima buku tersebut, dasar bocah pelit.

Anak tersebut juga memiliki mentalitas ibu-ibu saat sedang belanja. Jangan heran jika dia hanya membeli barang diskonan, uangnya mau ditabung katanya, ditabung untuk apa masih belum tau juga sebenernya. Sehingga tidak terlalu aneh jika anak tersebut tiap ulang tahunnya makan direstoran yang sama karena diskon 20% serta dessert gratisnya untuk pelanggan yang berulang tahun (dan tidak mengagetkan juga jika Ia berhenti kesana saat diskon tersebut tidak berlaku lagi). Bajunyapun turunan dari orang tua atau kakaknya, baju hanyalah baju katanya, mungkin penghematan menjadi kode hidupnya dalam masalah keuangan. Anaknya juga gampang melamun lalu menghilang secara spontan. Ia sampai tidak dapat menghitung berapa kali dia mendapat missed call karena kebiasaan tersebut, baru juga lima menit katanya, padahal Ia sudah menghilang sejak lima belas menit yang lalu. Untung saja belum sampai ke tahap dimana dia dipanggil melalu speaker mall atau diumumkan sebagai missing person ditempat umum.

Dia sering memikirkan masa depan, bagaimana dia ingin merencanakan life goals-nya karena Ia benci tidak memiliki tujuan pasti. Ia memikirkan keinginan dia serta ibunya untuk menjadi seorang dokter, tetapi Ia meragukan ketulusan dari keinginannya tersebut. Apakah itu sesuatu yang Ia sesugguhnya Ia inginkan atau tidak? Ia tidak tahu. Kadang, keinginannya untuk menjadi seorang penulis juga terpikir, tetapi keraguannya atas kemampuan menulis sesuatu dengan baik membuatnya mengacuhkan mimpi tersebut. Dia juga memiliki rasa cinta yang kuat terhadap hewan, baik hewan peliharaan maupun yang liar. Sehingga ada satu bagian dari dirinya yang berharap dapat menjadi dokter hewan, dimana dia dapat membantu hewan-hewan ynag sedang sakit sehingga dapat kembali ke kondisi optimal. Harapan tersebut masih menjadi opsi yang belum memiliki kepastian, sehingga Ia sedikit frustrasi dengan sifatnya yang plinplan dan kecenderungannya untuk overthinking. Sedangkan untuk impian lainnya, dia berharap dapat mengeilingi dunia sekali dalam hidupnya. Juga untuk lanjut megurus rumah sakit keluarganya, karena itu tempat Ia melewati sebagian besar masa kecilnya. Saat memikirkan hal tersebut, untuk seketika keinginannya untuk menjadi dokter atau mungkin manager rumah sakit kembali melayang dalam benaknya. Dan mungkin, dimasa depan Ia dapat memberi jawaban pasti untuk pertanyaan mengenai mimpinya.

Anak tersebut tidak terlalu pintar dalam mengekspresikan dirinya, sehingga saat disuruh menjelaskan dirinya, Ia seringkali terpaku didepan siapapun yang bertanya. Atau saat disuruh menuliskan kepribadiannya, mungkin jawabannya akan berubah-ubah karena sesungguhnya, Ia suka meragukan kepastian dari penjelasan mengenai dirinya. Karena menurutnya, sifat seseorang itu tidak dapat dijawab dengan kepastian tanpa adanya perubahan untuk kedepannya. Walaupun kita dibentuk dengan cetakan unik yang berbeda untuk semua orang, cetakan tersebut lunak sehingga dengan berjalannya waktu, bentuknya akan berubah. Mungkin suatu hari cetakan tersebut akan berhenti berubah dan itulah yang dapat panggil jati diri kita yang sebenarnya, tetapi dia belum sampai titik tersebut. Ia tahu tiap orang berbeda dan memerlukan waktu yang beragam untuk menjawab pertanyaan mengenai jati diri mereka masing-masing. Tes psikologi yan sering kita ambil? Kadang itu saja tidak valid, karena jawaban kita seringkali berubah. Untuk mencari jati diri, dia merasa kita tidak harus mencari tetapi biarkanlah hal tersebut terbentuk dengan sendirinya. Seiring berjalannya waktu semua pengalaman manis maupun pahit, senyuman suka maupun duka, dan air mata gembira maupun pilu akan secara perlahan membentuk jati diri kita sendiri.

Sekarang, untuk menjawab pertanyaan tersebut. Siapakah dirinya? Dia adalah aku dan aku adalah dia. Tidak banyak hal yang kumengerti mengenai diriku sendiri, sehingga aku hanya dapat menuliskan hal-hal kecil tentang diriku. Hal-hal kecil tetapi signifikan dimataku. Dalam keheningan ruangan dimana aku mengetik essay ini, aku masih belum menemukan jawaban pasti dari pertanyaan tersebut. Tetapi mungkin, ketidak tahuan tersebut cukup untuk sekarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *