Tanggal 2 Mei 2017 lalu, seluruh Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Para pelajar khususnya, merayakan hari yang istimewa ini dengan berbagai acara dan kegiatan. PIDAS, tentunya gak mau kalah! Kami merayakan Hari Pendidikan Nasional tahun ini, dengan Hari PENTAS!
“Hah? Apa tuh artinya? Kalian ngapain aja sih?”
Eitss, sabar dulu dong. Semuanya akan saya jelaskan kok.
Hari PENTAS merupakan akronim dari Hari Pendidikan Nasional Untuk PIDAS. Di hari itu, seluruh anggota PIDAS diminta untuk membawa buku yang terdiri dari 100-300 halaman. Jenis bukunya tidak dibatasi, sehingga jenis buku yang dibawa pun beraneka ragam. Ada yang membawa buku novel, buku biografi, maupun buku komedi. Nantinya, kami akan saling bertukar buku, dan membuat artikel berdasarkan buku yang kami dapat.
Saya merasa beruntung sekali! Ayo, coba tebak kenapa…
“Dapat buku yang tipis ya?”
Salah!
“Dapat buku antik, ya?”
Salah lagi!
“Dapat buku milik perempuan yang ditaksir, ya?”
Wah, malah semakin ngelantur jawabannya. Sepertinya, saya harus langsung menjelaskan.
Saya merasa beruntung sekali, karena mendapat buku yang berada dalam daftar novel terfavorit versi George Michael Gea. Kebetulan sekali! *tersenyum licik*
Buku yang saya dapat ialan novel “The Hunger Games” karya Suzanne Collins. Pasti kalian sudah pernah mendengar judulnya, bukan?
“Saya hanya tau filmnya saja, gimana dong?”
Walau sudah menonton filmnya, kalian tetap harus membaca novel ini secara langsung! Sama seperti novel yang diangkat ke layar kaca pada umumnya, terdapat perbedaan antara film dengan novel yang sesungguhnya. Bukan hanya mengenai pengemasan cerita, melainkan juga wirasa dari cerita itu sendiri.
Diceritakan, bahwa terdapat sebuah negara bernama Panem (yang semulanya Amerika Utara) dengan ibukota bernama Capitol. Pada mulanya terdapat 13 distrik berbeda, dengan tugasnya masing-masing. Tetapi, terjadi sebuah pemberontakan oleh Distrik 13, yang berujung pada pemusnahan distrik tersebut. Pemerintah Capitol pun menegaskan kekuasaannya atas distrik-distrik yang lain. Akhirnya, hanya 12 distrik yang bertahan.
Untuk mengingatkan seluruh distrik akan kegagalan pemberontakan dan kekuatan mereka, Capitol mengadakan acara tahunan yang dianggap sebagai sebuah “permainan”, dimana masing-masing satu orang remaja laki-laki dan perempuan berumur 12-18 tahun dari setiap distrik dikirim ke sebuah arena untuk saling membunuh, hingga hanya satu orang yang bertahan hidup. “Permainan” inilah yang disebut dengan Hunger Games. Mirisnya, permainan ini disiarkan di seluruh distrik, sehingga seluruh keluarga peserta dapat melihat secara langsung penderitaan anggota keluarga mereka yang menjadi korban kekejian Capitol.
Katniss Everdeen merupakan seorang remaja perempuan berumur 16 tahun yang berasal dari Distrik 12. Semenjak kematian ayahnya dalam sebuah ledakan di pertambangan batubara, ia berperan sebagai tulang punggung keluarga. Ia pandai memanah, dan sering berburu dengan sahabatnya, Gale Hawthrone. Hasil perburuannya pun dijual untuk memenuhi biaya hidup mereka sehari-hari.
Katniss hampir saja melepas adik kesayangannya, Primrose Everdeen, sebagai salah satu korban kekejian Capitol. Ia berkorban untuk menyelamatkan adiknya, dengan mengajukan diri sebagai tribute (sebutan untuk para peserta). Bersama dengan Peeta Mellark, lelaki yang pernah menolongnya di masa lampau, Katniss membuat Hunger Games ke- 74 menjadi tak terlupakan bagi seluruh warga Panem.
Wah, pasti kalian mulai penasaran. Ingin tahu lebih lengkapnya? Ayo, baca novelnya! Saya berani jamin, kalian tidak akan menyesal. Bahkan, mungkin kalian akan tertarik untuk membaca buku “The Hunger Games” yang kedua dan ketiga, yaitu “Catching Fire” dan “Mockingjay”!
Menurut saya, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari novel ini, terutama dari tokoh Katniss. Beberapa diantaranya:
- Pantang menyerah pada keadaan.
Pada mulanya Katniss hanyalah seorang remaja biasa, dari distrik yang dianggap rendah oleh Capitol. Ia bukanlah orang kaya, bahkan ia harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan kerja keras dan perjuangan, Katniss akhirnya menjadi seorang tokoh terpenting dalam revolusi Panem. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak menyerah pada keadaan saat ini. Kita harus yakin, melalui doa dan usaha, kita akan menjadi orang yang berhasil di masa mendatang.
- Jangan melakukan sesuatu hanya untuk menyenangkan perasaan orang lain.
Katniss mengetahui bahwa Hunger Games hanya merupakan “hiburan” bagi warga Capitol. Ia tidak ingin membuat mereka senang, maka dari itu ia memberontak. Tapi perlu diingat, bahwa pemberontakannya membawa Panem ke arah yang lebih baik. Intinya, Katniss mengajarkan kita untuk menjadi diri kita sendiri. Saya pernah dengan ungkapan “You can’t please everyone. The best thing you can do, is just to believe in yourself and do what you think is right for you.”
- Pengorbanan kepada yang disayang.
Semua dimula dengan pengorbanannya kepada adiknya yang tersayang. Ia juga banyak berkorban untuk orang lain, yang tentunya dia sayang. Menurut saya, hal ini sangatlah hebat. Saya sendiri belum tentu berani berkorban sedemikian besar untuk orang yang saya saying.
- Cinta bisa tumbuh di mana saja, dan kapan saja.
Dalam novel ini, benih-benih cinta malah tumbuh dalam sebuah arena pertarungan hingga mati. Cerita cinta Katniss dan Peeta bisa dikatakan unik, karena tumbuh dalam keadaan yang tidak menyenangkan bagi pasangan pada umumnya. Wah saya belum bisa berkomentar, karena saya sendiri belum tau rasanya jatuh cinta, HEHEHE.
Yang terpenting, ialah budayakan membaca. Apapun bacaannya, pasti akan menambah pengetahuan. Asal, jangan baca hal-hal yang negatif, ya!