The Fight for Women’s Rights

Halo, P-assengers! Kembali lagi nih dengan PIDAS. Kali ini, PIDAS akan membawakan topik yang nggak kalah menarik nih dengan topik-topik sebelumnya! Topik kali ini terkait dengan perjuangan hak-hak wanita. Wah, menarik kan P-assengers? Ikuti dan baca terus, ya!

8 Maret merupakan hari dimana perempuan di seluruh dunia maju untuk menyuarakan haknya. Seperti yang kita semua ketahui, semangat wanita memperjuangkan haknya sudah dilakukan sejak dahulu kala. Perjuangan yang pastinya berdampak besar terhadap hak-hak wanita di Indonesia. Ya! Benar sekali. Perjuangan yang diberikan oleh salah satu pahlawan terhormat kita, Raden Ajeng Kartini, sangatlah berarti.

Pada kala itu, perempuan tidak memiliki hak untuk berpendidikan tinggi seperti sekarang. Bukan hanya itu, bahkan wanita tidak diizinkan untuk memilih pasangan hidupnya dan diharuskan untuk bekerja di rumah. Ketertarikannya dalam membaca membuat Kartini memiliki wawasan  yang cukup luas dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dari sinilah, Kartini mulai menyadari bahwa wanita sebangsanya sangat tertinggal jika dibandingkan dengan bangsa lain, terutama Eropa.  Sejak saat itu, beliau mulai memberikan perhatian khusus pada masalah emansipasi wanita pribumi serta menaruh perhatiannya di bidang sosial.

Perjuangan beliau lah yang mengalir pada darah bangsa ini dan memberikan semangat dalam perjuangan wanita pada zaman sekarang. Kini, wanita tidak takut untuk mengobarkan semangatnya dalam memperjuangkan hak-hak bagi wanita yang terkadang masih kerap dikesampingkan di masyarakat. Bukan hanya itu, keadilan dalam kekerasan atau pelecehan seksual juga diangkat untuk ditegakkan.

Berkat perjuangan yang terus mengalir, zaman sekarang, sudah terlihat adanya kesetaraan hak wanita dalam berbagai bidang, lho! Seperti dalam bidang politik, Menteri Kelautan dan Perikanan (2014-2019), Susi Pudjiastuti, sosok wanita tangguh dan berani yang berjuang keras dalam menjalankan tugasnya. Banyak aksi Beliau yang membuat masyarakat kagum, contohnya adalah keberaniannya dalam menenggelamkan puluhan kapal asing yang telah memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Beliau merupakan sosok inspiratif bagi semua kalangan, terutama bagi pemudi Indonesia. Beliau mengatakan bahwa wanita dapat melakukan segalanya.

Namun, tidak semua hak wanita sudah dianggap setara. Masih ada beberapa hak wanita yang tidak dihiraukan dan tidak dianggap penting. Seperti halnya, Sexual Assault, Body Shaming, dan Catcalling. Seringkali, wanita disalahkan bila salah satu kejadian tersebut menimpa mereka. Padahal, wanita tidak sepenuhnya salah, tetapi pandangan orang lain terhadap wanita. Pandangan yang lain harus berubah menyadari bahwa wanita hanya ingin bebas dalam menjalani harinya tanpa takut untuk dinilai atau diikuti oleh orang lain sehingga membuat wanita merasa tidak aman.

Seiring berjalannya waktu, remaja Indonesia juga berani untuk melanjutkan perjuangan dalam menegakan hak wanita dengan menjadi influencer feminis. Para influencer feminis berjuang untuk memotivasi wanita lainnya bahwa mereka mempunyai punya hak untuk hidup bebas tanpa dinilai oleh orang lain. Banyak cara bagi influencer untuk menunjukkan pentingnya keadilan bagi wanita, contohnya dengan mengikuti parade Women’s March, atau dengan mengirim motivasi kepada pengikutnya di media sosial. Sosok influencer yang kerap muncul dan menjadi sorotan adalah putri pertama dari Mona Ratuliu, seorang public figure ternama di Indonesia, yaitu Davina Syafa Felisa atau yang akrab disapa dengan Mima Shafa di akun media sosialnya.

Mima lahir pada tanggal 11 Juni 2003. Sejak kecil, Ia terlihat berbeda dengan anak lainnya dengan selalu berpakaian dengan gaya yang berbeda-beda. Saat menginjak remaja, Mima aktif dalam media sosial dengan menyebarkan sisi feminisnya. Mima selalu mendukung dan mengajak remaja-remaja wanita untuk percaya diri. Ia mengatakan bahwa dengan menjadi seorang wanita, kita tidak selalu harus mengikuti kata-kata orang lain tentang diri kita. Terlihat dari unggahan di media sosialnya, Mima mengikuti Women’s March 2019 pada bulan Maret lalu, dengan membawa pesan “We’ve been fighting with one hand behind our backs, what happens when we are finally set free?”. Yang artinya, Wanita bisa melakukan hal yang lebih menakjubkan apabila  tidak ditahan seperti yang kerap terjadi. Mima selalu terlihat aktif dalam memotivasi pengikutnya melalui Instagram Story miliknya, dan Ia selalu mengangkat topik tersebut agar dapat menyadarkan pengikutnya bahwa mereka punya hak untuk bebas dalam menghadapi dunia ini.

Wah, inspiratif sekali ya, P-assengers? Dalam artikel ini, PIDAS juga ingin mengingatkan, bahwa kita sebagai masyarakat hendaknya mendukung satu sama lain. Bukan hanya wanita mendukung sesama wanita, ataupun pria mendukung pria. Sebagai bangsa Indonesia yang satu, kita harus saling membantu dalam menegakkan hak tiap individu tanpa terkecuali untuk Indonesia yang lebih baik. Nah, sekian dulu ya dari PIDAS. Sampai jumpa di artikel selanjutnya P-assengers!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *