Assalamualikum wr. wb
Selamat datang 2015!
Setahun yang lalu, tepatnya bulan Desember 2014, Mas Menteri (panggilan akrab Bapak Mendikbud Anies Baswedan) mengumumkan untuk menghentikan penggunaan Kurikulum 2013 dan kembali ke KTSP 2006 untuk dievaluasi. Dan hal ini menimbulkan ribut gono gini, tanggapan baik dan buruk juga dari berbagai pihak. Salah satunya ya dari peserta didik di Indonesia sendiri.
Banyak yang menyayangkan penghapusan Kurikulum 2013 dilakukan secara terburu-buru namun ada juga yang mendukung dikembalikannya sistem pendidikan Indonesia ke KTSP 2006, karena dianggap Kurikulum 2013 belum mampu memenuhi tujuan pembelajaran di Indonesia dan masih butuh banyak perbaikan.
Sebagai seorang peserta didik, Kurikulum 2013 masih banyak yang harus dikoreksi sebelum diterapkan sepenuhnya di sekolah, pasalnya baru setahun dilakukan uji coba, tahun berikutnya sudah diterapkan sepenuhnya. Padahal KTSP 2006 saja belum mencapai 1 dekade (evaluasi kurikulum dilaksanakan minimal 7 tahun). Menurut saya ini tindakan yang terlalu tergesa-gesa.
Positifnya pemerintah memang berupaya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan sebaik-baiknya, dengan kurikulum yang menekankan pada kemampuan soft skill dan hard skill peserta didik dan tidak lagi menekankan pada pengetahuan saja. Hal ini dapat menggali minat peserta didik yang sesungguhnya secara bertahap.
Peserta didik jadi lebih aktif bertanya di kelas, guru tidak lagi harus memulai pembelajaran lebih dahulu, dengan pertanyaan yang dilontarkan seorang peserta didik tentang pelajaran yang terkait, lalu ditanggapi oleh temannya dan didiskusikan bersama, kondisi belajar akan menjadi menyenangkan dan kondusif dibanding guru yang harus berbicara di depan kelas sedangkan siswa ada yang bosan sampai tertidur dan kadang ngeces-_-. Tapi, implementasi yang sesungguhnya dirasakan dari Kurikulum 2013 adalah kelas menjadi lebih sepi dan diam bermenit-menit sampai ada peserta didik yang benar-benar berani mengacungkan tangan dan mulai bertanya. Kalaupun ada siswa yang bertanya, tetap saja kelas minim tanggapan, dan akhirnya tetap saja guru yang harus mengajar dengan cara konvensional; menjelaskan materi di depan kelas.
Kata Mendikbud Anies Baswedan dalam surat kabar JawaPos, 14 Desember 2014 saat dilontarkan pertanyaan, Apa sebetulnya alasan paling kuat dari keputusan Anda mengerem pelaksanaan K-13?
Beliau dengan tegas mengatakan, “Kunci penerapan kurikulum itu ada pada guru. Kurikulum sebagus apa pun, jika gurunya belum siap, itu tidak baik. Kami memilih menjalankan K-13 secara terbatas untuk menyiapkan guru-guru. Untuk sekarang guru lebih siap menjalankan Kurikulum 2006. Karena sudah diterapkan bertahun-tahun.”
Semua orang pun tahu, guru adalah segalanya dalam proses pembelajaran, sepandai apapun guru mengajar, semenyenangkan apapun cara mengajarnya pasti mengikuti kurikulum yang berlaku saat itu. Untuk menerapkan kurikulum dalam kelas, guru butuh pelatihan untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah. Masalahnya, tidak semua guru mendapat kesempatan pelatihan tersebut dalam Kurikulum 2013, bahkan guru yang mengikuti pelatihan pun belum tentu mampu sepenuhnya menerapkan Kurikulum 2013 di kelas.
Satu lagi keluhan yang langsung saya rasakan adalah perasaan saya atau memang jam pelajaran semakin bertambah? Setelah saya hitung dari silabus harian, perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP 2006 terletak di jam pelajarannya, kalau KTSP 2006 dalam satu minggu mendapat 38 jam pelajaran, sedang Kurikulum 2013 ada 42-44 jam pelajaran. 38 jam seminggu saja sudah lama, ini ditambah lagi jadi 42 jam. Saat sudah sore, otak para peserta didik pasti sudah lelah, jika dipaksakan belajar, otak tidak dapat bekerja maksimal karena sudah terlalu lama dipakai dalam sehari itu. Akhirnya banyak siswa yang bosan sampai ketiduran di kelas lagi.
Kenyataannya Indonesia dianggap belum siap menerima kurikulum 2013. Kurikulum 2013 masih dianggap kurang matang dalam pembuatannya dan masih perlu banyak evaluasi. Tapi dengan kembalinya ke kurikulum yang lama bukan berarti pendidikan Indonesia mengalami kemunduran, namun sebagai pengalaman dan bahan evaluasi bahwa persiapan yang matang sangat krusial jika ingin melakukan perubahan, jangan setengah-setengah dulu yang akibatnya proses belajar pun tidak maksimal dan bisa merugikan banyak pihak. Sedangkan untuk Kurikulum 2013 yang mungkin nanti dapat diterapkan. Evaluasi merupakan upaya yang baik agar pelaksanaan Kurikulum 2013 tepat sasaran.
Bagi sekolah yang akan menjadi sekolah pilot project atau sekolah percontohan jangan banyak mengeluh dulu. Itu artinya kita dapat kepercayaan untuk menjadi teladan bagi sekolah lain, kita mendapat kesempatan untuk satu langkah lebih maju menuju kesejahteraan semua. Pada waktunya nanti sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 akan bertambah.
Dan sebagai rakyat Indonesia, sangat penting untuk tetap memberikan dukungan kepada pemerintah, semua yang dilakukan pemerintah pasti semata-mata untuk kesejahteraan rakyat juga, walaupun tidak selalu instan terlihat. Dalam satu negara, pemerintah dan rakyatnya pasti membutuhkan satu sama lain.
Sudahi protesnya, bantu dengan aspirasi wujudkan dengan kontribusi. Biar damai!
Akhir kata wassalamualaikum wr. wb