AI : Cinta Tak Pernah Lelah Menanti
Halo – halo, P-assengers!
Apa kabarnya, nih ? Pasti lagi pada menyiapkan diri untuk UAS ya ? Atau, ada yang sudah hidup dengan aman dan sentosa ? Hehehe, apapun itu, yang penting bahagia, deh.
Nah, kembali lagi nih dengan sederet artikel – artikel PIDAS. Sekedar informasi, artikel – artikel PIDAS kali ini itu dalam rangka menyukseskan program “PENTAS”. Buat kalian yang belum tahu, “PENTAS” tuh semacam caranya PIDAS untuk memperingati dan memeriahkan tanggal 2 Mei kemarin. Hayo, pada inget nggak tuh ada apa ? Yup yup yup, ada Hari Pendidikan Nasional. Dalam peringatan Hardiknas ini, PIDAS berpartisipasi dengan cara mengulas sebuah buku, P-assengers! So, cek-cek terus ya artikel – artikel terbaru PIDAS. Siapa tahu bisa nemu bahan referensi untuk hunting buku!
Kelar intermezzo-nya, langsung aja yuk ke pokok pembahasan. Jadi, di kesempatan kali ini, aku bakal mengulas sebuah novel karya Winna Efendi. Novel ini berjudul “Ai: Cinta Tak Pernah Lelah Menanti”. Yap, disimak terus ya!
Oke, first impression-ku pas melihat buku ini tuh, nggak banget. Karena, pas lihat judul, synopsis, dan cover-nya yang Jepang banget, aku kira ini tuh buku-buku Jejepangan, atau anime-anime gitu deh. Ternyata, pas mulai baca halaman pertama, persepsiku salah besar. Buku ini bisa dikategorikan ke genre chicklit.
Sebelumnya, baca dulu yuk sekelumit kisah mereka!
Novel ini bercerita tentang Ai dan Sei, sepasang sahabat sedari kecil, yang tinggal bertetangga di sebuah desa kecil di Jepang. Mereka sempat terpisah cukup lama. Hingga akhirnya, Ai kembali ke Jepang bersama Ayahnya, sepeninggal Ibunya. Suatu waktu, datanglah Shin yang “masuk” ke dalam kehidupan mereka berdua. Mereka terus bersama hingga akhirnya mereka bertiga pun kembali diterima di sebuah perguruan tinggi yang sama, Universitas Todai yang ada di Tokyo.
Lika – liku kehidupan yang mereka namakan “persahabatan” itu, semakin terasa beda, kala sebuah rasa berjudul cinta datang dan membuat mereka terjerumus ke dalamnya. Secara tak langsung, dua laki-laki itu, Sei dan Shin “memperebutkan” Ai. Hingga suatu malam, Shin melamar Ai di hadapan mata Sei, dan membuat Sei merasa kalah lebih dulu.
Sei menyadari bahwa selama ini, ia benar-benar menyukai Ai semenjak kejadian itu. Dalam keputusasaannya, datanglah Natsu, rekan kerjanya, yang dapat membuat Sei merasa bahwa dia harus melupakan Ai, dan mulai “melihat” Natsu.
Tepat saat Sei benar – benar ingin melepas Ai dengan Shin, dan ingin memulai dengan Natsu.
Suara telepon mengabarkan peristiwa kelabu itu, bahwa Shin mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Shin telah pergi selamanya, meninggalkan Ai yang terus terpaku memikirnya dan lemah menghadapi semuanya.
Melihat keadaan Ai yang sangat memprihatinkan sepeninggal Shin, Sei lebih memilih untuk menemani Ai kembali. Dan, meninggalkan Natsu dan mengabaikan cintanya.
Sei terus mencoba untuk meyakinkan Ai bahwa dia kembali. Kembali dengan cinta yang telah dibawanya sejak lama, saat dulu ia mulai menyadarinya. Hingga memberanikan diri menyatakannya pada Ai.
Namun, Ai masih belum bisa menyingkirkan Shin dari hatinya. Anggapannya bahwa jika ia memilih Sei, maka dia mengkhianati Shin terus melekat di benaknya.
Hingga sebuah pesan perpisahan datang dari Sei. Sei pergi menjauh.
Barulah itu bisa membuat Ai sadar akan perasaan yang sebenarnya terhadap Sei.
Perasaan yang telah terpatri di hatinya, lama. Jauh sebelum Shin datang.
-“Cinta seperti sesuatu yang mengendap-endap di belakangmu. Suatu saat, tiba-tiba kau sadar, cinta menyergapmu tanpa peringatan.”
Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama dari dua sisi. Di bagian pertama, dalam pandangan Sei . Di bagian kedua, dalam pandangan Ai.
Novel ini juga diceritakan dengan gaya bahasa yang apik, sehingga kita mudah mencerna dan mengertinya. Diselingi juga dengan majas – majas yang membuat terenyuh saat memca.Cara penulis menggambarkan semuanya, bikin kita merasa ikut andil dalam cerita itu.
Novel yang mengambil latar di Negeri Sakura, Jepang ini juga sangat informative.Jadi, selain nikmatin jalan ceritanya, bisa nambah pengetahuan kita juga dari informasi – informasi tentang Jepang. Seperti, tempat – tempat terkenal di sana, salah satunya “Tokyo Tower” yang menjadi tempat “sakral” dari Ai, Sei dan Shin. Di sini, penulis menjelaskan detail tentang apa sih Tokyo Tower itu. Juga tentang istilah-istilah bahasa Jepang, lengkap dengan footnote tentang arti dari istilah tersebut di setiap halamannya.
Novel ini memberi pesan pada kita untuk menjaga persahabatan yang kita bina, tapi kita juga mesti sadar dengan realita yang ada. Entah itu ada halangan yang buruk, baik, atau nggak bisa dikategorikan ke baik atau buruk, contohnya ya seperti kisah mereka bertiga yang diselimuti dengan cinta. Jangan juga jadiin kalimat “kita kan sahabatan” sebagai tameng kita, biar gak terjerumus ke perasaan itu, yang buat kita malah menolak skenario yang sebenarnya. Dan pada akhirnya ? Cuma penyesalan yang kita dapat.
Intinya sih, kita mesti peka sama sekitar. Jangan pas nggak ada, eh baru dicari J
Jadi jadi jadi, wejangan singkat di akhir artikel ini pertanda artikel kali ini usai di sini.
Terima Kasih ya, yang sudah setia membaca sampai sini.
Sampai jumpa di lain artikel !