Sang Saka Merah Putih yang Akan Terus Berkibar

bendera-merah-putih

91 tahun lalu, pemuda Indonesia sedang gencar-gencarnya berkumpul untuk menyatukan bangsa kita tercinta, Indonesia. Bayangkan, berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh pemuda-pemudi untuk sampai ke Batavia dan melangsungkan Kongres Pemuda I yang diketuai oleh M. Tabrani dari Madura. Organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Betawi, dan lainnya turut mendukung upaya kemerdekaan dari pemuda Indonesia. Semangat berkobar untuk Indonesia, seperti ada api yang menjalar di tubuh mereka.

 

Sampai pada Kongres Pemuda II yang merupakan tindak lanjut Kongres Pemuda I. Kongres yang diketuai Sugondo Joyopuspito dari PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia) berhasil mengumpulkan pemuda dari berbagai daerah, lagi. 2 hari Kongres, pemuda Indonesia mampu menghasilkan sebuah ikrar yang merupakan kristalisasi semangat untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan, dilantunkan juga lagu kemerdekaan Indonesia oleh W. R. Supratman, walaupun hanya dengan biola. Mengapa demikian? Kala itu, bangsa kita masih dijajah oleh Belanda, yang mana setiap ada pertemuan penduduk Indonesia, terlebih jika melibatkan seluruh daerah, sudah pasti dijaga ketat oleh antek-antek Belanda yang bersenjata. Hebatnya pemuda Indonesia tidak menyerah untuk bangsanya.

 

Kembali ke ikrar tadi, yang bunyinya seperti ini:

 

Pertama

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea

Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga

Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

 

Ya, ikrar di atas adalah Sumpah Pemuda. Sebenarnya, nama Sumpah Pemuda sendiri tidak muncul pada Kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Apa yang telah dikerahkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada saat itu, berdampak besar bagi Indonesia. Lihatlah, nama organisasi kemerdekaan semuanya selalu menggunakan “Indonesia”, bukan lagi daerahnya. Bukan lagi Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, tapi Indonesia. Semakin besarnya rasa persatuan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia lah dapat menuntun Indonesia mencapai kemerdekaan. Berdasarkan ikrar tersebut juga, rakyat Indonesia menggunakan Bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

 

Terjalnya lika-liku perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak membuat rakyat menyerah untuk mengupayakan kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, pemuda-pemudi Indonesia lah motor penggeraknya yang mampu bergerak pertama layaknya awak kapal yang naik ke kapal. Pada saat itu pula, golongan orang dewasa serta organisasi kemerdekaan lah yang memimpin arah perjuangan rakyat Indonesia layaknya nakhoda kapal yang menentukan arah jalannya kapal.

 

Jika dilihat, ikrar Sumpah Pemuda sudah cukup memberikan gambaran cita-cita mereka, yaitu kemerdekaan Indonesia dan persatuan rakyatnya. Karena Negara yang merdeka adalah rakyatnya yang saling membantu. Cita-cita para pejuang dahulu cuma satu, yaitu untuk bangsanya. Rela mati? Iya. Rela berkorban? Jelas. Walaupun maut sudah di ujung batas namun tetap, tidak ada yang bisa mengalahkan semangat yang terlanjur memanas. Bisa dibayangkan, apa yang membuat para pejuang, pemuda, dan rakyat Indonesia ingin sekali memerdekakan Indonesia. Kenapa, mereka sangat bersemangat melawan para penjajah. Mungkin jawaban ini hanya berdasarkan analisis, sebagai rakyat Indonesia yang hidup di masa sekarang dan tidak merasakan masa kelam Indonesia. Jawabannya, ya rasa saling memiliki dan rasa senasib sepenanggungan.

 

Kawan, Indonesia, atau tepatnya Nusantara, telah dijajah oleh berbagai Negara lebih dari 350 tahun. Apalagi Belanda, sudah sangat lama memijaki tanah ibu pertiwi. Mungkin penderitaan yang dirasakan rakyat Indonesia, membuat mereka ingin bergerak maju. Mungkin pula rasa cinta tanah air, sebagai bentuk pemberian atas apa yang telah diberikan Negara kepadanya. Mungkin juga, rasa persaudaraan yang tinggi, membuat satu daerah dengan daerah lain menghentikan perselisihan. Mungkin pula karena sekolah di luar negeri sehingga ingin Indonesia seperti Negara luar. Apa pun alasannya, rakyat dahulu telah berhasil menyatukan satu sama lain demi kepentingan bersama, yaitu kemerdekaan Indonesia. Mengapa pemuda?

 

Pada dasarnya, pemuda adalah generasi penerus Bangsa. Pemuda yang akan meneruskan perjalanan bangsa. Pemuda, adalah putra-putri bangsa yang dapat mengusahakan cita-cita bangsa. Mereka yang terpisah jarak ribuan kilometer, ternyata masih bisa menjalankan pertemuan di Batavia. Teknologi belum sama sekali canggih, surat menyurat pun lama sampainya. Dengan segala kekurangan yang ada, pemuda Indonesia masih bisa bertemu, bahkan membuat sumpah dan janjinya sendiri untuk bersatu.

 

Layaknya kita, kita juga pemuda. Kalian pun pemuda. Namun, kita bersenang-senang sekarang. Tidak ada lagi halangan untuk bertemu. Teknologi sudah sangat canggih, transportasi cepat pula. Dari Jakarta ke Yogyakarta saja bisa ditempuh dalam 1 jam, akibat pesatnya perkembangan dunia. Surat menyurat sudah tidak dipakai, tergantikan oleh ­email, dan berbagai cara komunikasi lain yang memungkinkan pesan sampai hanya dalam hitungan detik. Lihat kata-kata penulis di paragraf sebelumnya, “Dengan segala kekurangan yang ada, pemuda Indonesia masih bisa bertemu, bahkan membuat sumpah dan janjinya sendiri untuk bersatu. “. Lantas, dengan segala kelebihan yang ada, apa yang mampu dihasilkan pemuda Indonesia sekarang ini?

 

Teknologi memang mengambil hajat hidup orang banyak, hampir secara keseluruhan. Namun tetap saja, apa yang telah dihasilkan pemuda-pemudi Indonesia masa kini. 89 tahun semenjak 1928, coba lihat yang ada pada saat ini. Mungkin bisa dibilang, kejahatan lebih banyak daripada baiknya. Di berbagai berita, kita bisa lihat tawuran antar sekolah hingga menewaskan pemuda, ada pula begal dimana-mana yang korbannya, bahkan pelakunya, pemuda. Ada juga yang menjadi palak, pelaku pemerkosaan, dan berbagai hal gila lainnya, terkadang sampai tidak habis pikir yang dilakukannya itu. Pelakunya? Pemuda. Tidak bermaksud menjelek-jelekkan pemuda Indonesia, namun itu lah yang faktanya, mau tidak mau harus diakui, terjadi. Bukan salah pemuda, tetapi salah moral dan budaya. Penyebabnya? Globalisasi. Pengetahuan yang semakin luas seharusnya membuat pikiran semakin terbuka, tapi pada kenyataannya lain. Lack of moral, bisa dibilang. Akibat globalisasi yang semakin mendunia, informasi semakin banyak, budaya menyebar, pemuda yang mungkin tidak bisa menyaringnya. Padahal seharusnya, pemuda Indonesia sekarang bisa menghasilkan lebih dari apa yang dihasilkan tahun 1928. Jadikan tahun 1928 sebagai pelajaran, niscaya kita bisa lebih.

 

“Hanya ada satu Negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah perbuatanku.” –Mohammad Hatta

 

Perhatikan kutipan Bung Hatta di atas. Tertera jelas, pemuda lah yang mampu menggerakkan negaranya. Pemuda adalah harapan satu satunya bangsa, kalau bukan pemuda, siapa lagi?

 

Pemuda Indonesia sekarang perlu mengabdi lebih kepada Indonesia. Pemuda Indonesia pula harus menjalani sumpah yang telah ada sejak 89 tahun lalu. Bertanah air satu, berbangsa satu, berbahasa satu, INDONESIA. Saya pemuda, kamu pemuda, kita Indonesia.

Selamat hari sumpah pemuda ke 89!

 

“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.” –Soekarno

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *