Halo P-Assengers!
Kembali lagi dengan artikel di website PIDAS81. Nah, kali ini kita akan membahas salah satu pahlawan nasional yang sangat diingat di negara tercinta kita Indonesia. Bahkan nama pahlawan ini dijadikan menjadi nama dari salah satu bandar udara yang ada di Indonesia nih P-Assengers. Sudah bisa nebak belum? Yes, betul banget. Pahlawan yang akan kita bahas kali ini adalah Halim Perdanakusuma.
P-Assengers pasti sudah tak asing dengan nama Halim Perdanakusuma. Apalagi dengan P-Assengers yang tempat tinggal nya dekat dengan Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma. Sebenarnya ada apa sih? Sampai-sampai pemerintah Indonesia menjadikan nama beliau menjadi nama dari salah satu bandar udara yang ada di Indonesia. Penasaran ga sih?! Simak sampai akhir ya P-Assengers.
Halim Perdanakusuma atau dengan nama lengkap Abdul Halim Perdanakusuma. Beliau lahir pada tanggal 18 November 1922 di Sampang, Madura. Ayahnya bernama Haji Abdulgani Wongsotaruno. Ayahnya adalah seorang Patih dari Sampang, Madura dan juga penulis. Ia menulis “Batara Rama Sasrabahu yang tentu ditulis dalam bahasa Madura. Dan Ibunya bernama Raden Ayu Aisah. Ibu beliau merupakan putri dari Raden Ngabeki Notosubroto, Wedana Gresik, Jawa Timur. Abdul Halim Perdanakusuma merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh nya diantaranya Hollandsch-Inlandsche School atau disingkat HIS yang bertempat di Semarang dan lulus pada tahun 1934. HIS pada era kolonial setingkat dengan Sekolah Dasar (SD) pada zaman sekarang. Dilanjut dengan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau disingkat MULO yang bertempat di Surabaya dan lulus pada tahun 1938. MULO pada era kolonial setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada zaman sekarang. Lalu melanjutkan ke pendidikan Pamong Praja Hindia Belanda (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren/MOSVIA) yang berada di kota Magelang.
Menjelang akhir pada tahun 1939 di Eropa sedang konflik perang dunia ke 2. Pada tepatnya bulan Mei 1940, Belanda sedang diduduki Jerman. Maka Pemerintah Hindia Belanda langsung mengeluarkan peraturan wajib militer bagi seluruh rakyat Hindia Belanda termasuk rakyat di daerah jajahannya untuk menghadapi probabilitas perang di wilayah Asia dan termasuk Indonesia.
Saat itu, Abdul Halim Perdanakusuma muda yang tengah dalam masa belajarnya di tingkat dua sekolah MOSVIA juga terdampak dengan adanya peraturan kewajiban milisi oleh Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karena itu, ia tidak dapat menyelesaikan pendidikan Pamong Praja Hindia Belanda tersebut. Dan juga wajib melaksanakan peraturan Pemerintah Hindia Belanda untuk melaksanakan kewajiban milisi dan masuk kedalam dunia militer.
Angkatan Laut Hindia Belanda mengirim Abdul Halim Perdanakusuma untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan opsir (calon perwira) Torpedo di Surabaya. Selama Perang Dunia 2 dalam melaksanakan penugasan sebagai militer, Abdul Halim Perdanakusuma tercatat dalam sejarah pernah bertugas di Royal Canadian Air Force dan Royal Air Force dengan pangkat Wing Commander dan mendapatkan tugas di skadron pesawat tempur Lancaster dan Liberator.
Di lain belahan dunia, Perang Pasifik berakhir dengan kekalahan Jepang dengan Sekutu. Secara berturut-turut pasukan sekutu pun mulai memasuki wilayah Indonesia. Pada tanggal 15 Oktober 1945, ketika tentara sekutu mendarat di Tanjung Priok, Jakarta diantara banyaknya orang dengan kulit berwarna putih terdapat seorang dengan kulit berwarna sawo matang berpakaian Angkatan Udara Inggris. Yap, betul. Ia adalah Abdul Halim Perdanakusuma. Situasi negara Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan yang saat itu sangat mencekam dimana Belanda dan tentara sekutu sudah menjadi musuh bagi negara Indonesia, eksistensi Abdul Halim Perdanakusuma di Indonesia dicurigai menjadi tentara NICA. Dan beliau dimasukkan kedalam sel tahanan yang ada di Kediri.
Disaat kondisi Indonesia yang semakin gawat. Setelah terjadinya Pertempuran Surabaya antara pasukan Indonesia dengan pasukan Inggris. Untuk menjaga keselamatan nya, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pertahanan nya Amir Syarifuddin memerintahkan untuk mengeluarkan Abdul Halim Perdanakusuma dari sel tahanan nya dan kembali kepada keluarganya di kota Sumenep. Di waktu yang bersamaan Komodor Udara R. Soerjadi Soerjadarma bersama dengan kedua rekannya yaitu Komodor Muda Udara Adisutjipto dan Komodor Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh sedang sibuk membangun kekuatan udara di Indonesia. Ketika R. Soerjadi Soerjadarma mendengar berita Abdul Halim Perdanakusuma yang telah bebas, ia pun lekas memerintahkan untuk menghubungi dan meminta Halim Perdanakusuma untuk ikut mengabdi pada perjuangan negara Indonesia. Tanpa banyak basa-basi, Abdul Halim Perdanakusuma langsung menerima ajakan itu. Sejak kala itu, Abdul Halim Perdanakusuma memulai tugas baru dalam dunia militer nya yaitu turut membina serta merintis perkembangan AURI dengan pangkat Komodor Muda Udara.
Dengan “jam terbang” yang dimilikinya, Halim Perdanakusuma langsung diserahkan tugas sebagai Perwira Operasi Udara. Dimana beliau bertanggung jawab atas segala pelaksanaan operasi udara. Tugas itu mencakup banyak bidang, diantaranya menembus pembatas udara Belanda, mengatur strategi serangan udara pada daerah lawan, pelaksanaan operasi penerjunan pasukan di luar pulau Jawa dan operasi penerbangan dalam tujuan pembinaan wilayah.
Pada tanggal 29 Juli 1947 timbul keberhasilan atas penyerangan udara terhadap 3 kota yang diduduki Belanda yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Penyerangan ini menyebabkan nama AURI naik daun dan juga menimbulkan amarah yang besar dari Belanda yang selama ini selalu memandang rendah kemampuan kekuatan udara Indonesia. Tak lama setelah itu, gugur 3 pendiri dan pelopor AURI yaitu Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, dan Juru Radio Opsir Udara Adisoemarmo Wiryokusumo dalam tragedi ditembaknya pesawat Dakota VT-CLA yang mengangkut bantuan dari Palang Merah Malaya diatas langit Maguwo, Yogyakarta.
Dalam usaha mencari bantuan ke luar negeri, Halim dengan opsir udara 1 Iswahjudi berangkat ke Muangthai (Bangkok) pada Desember 1947 menggunakan pesawat RI-003 untuk melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan RI dalam mengatur penukaran dan penjualan barang-barang yang berhasil dikirim dari dalam negeri dan dari luar negeri. Sesudah menyelesaikan tugas itu, RI-003 kembali pergi ke Singapura dengan cuaca yang sangat buruk dan disertai kabut tebal yang menghalangi penglihatan pilot. Pesawat itu pun jatuh di pantai. Berita mengenai tragedi ini mendapat perhatian yang sangat besar oleh khalayak umum.
Untuk menghormati jasa-jasa atas pengabdiannya terhadap Indonesia, Abdul Halim Perdanakusuma dianugerahkan kenaikan pangkat, tanda jasa Bintang Maha Putera Tingkat IV, gelar Pahlawan Nasional dan diabadikan namanya menggantikan nama Pangkalan Udara Cililitan. Pengorbanan beliau harus kita ambil hikmah nya seperti bertanggung jawab atas tugasnya dan bekerja keras. Yuk kita terapkan dalam keseharian P-Assengers!