Bela Negara, Perlu. Wajib Milliter, Perlu?

Baru baru ini muncul kembali wacana tentang wamil (wajib mliter) atau yang disebut Program Bela Negara dalam rancangan undang-undang atau RUU Komponen Cadangan yang dicetuskan oleh Kementrian Pertahanan dan disetujui oleh Presiden kita, Bapak Joko Widodo. Sebenarnya, wacana ini bukan merupakan wacana baru namun sudah menjadi wacana selama hampir 18 tahun, dan mulai sempat dibicarakan lagi tahun 2013. Meski belum disahkan, namun hal ini mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Di tengah keadaan Negara yang mengalami inflasi yang lumayan meningkat dibanding periode sebelumnya, dan kondisi saudara kita di Riau, Kalimantan, dan sekitarnya yang membutuhkan bantuan dan tindakan lebih lanjut, muncul gagasan untuk diberlakukannya wajib miiter.

Sekedar intermezzo, Wajib Militer adalah kewajiban bagi seorang warga negara yang berusia antara 18 – 27 tahun untuk menyandang senjata, menjadi anggota tentara, dan mengikuti pendidikan militer yang berguna untuk meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan warga Negara tersebut. Wajib militer biasanya diadakan berguna untuk meningkatkan kedisiplinan, ketangguhan, keberanian dan kemandirian seorang itu dan biasanya diadakan wajib untuk warga Negara laki-laki. Perlu diketahui, kalo wajib militer ini memang banyak diberlakukan di beberapa Negara, seperti Malaysia, Singapura, Turki, Korea, Kuwait, Israel, Rusia, dan masih banyak lagi. Tercatat sekitar 40 negara yang mencanangkan program ini di negaranya. Dan seiring berjalannya waktu pula banyak Negara seperti Prancis, Jerman, Hongaria, dan beberapa Negara lainnya pula yang menghentikan progam wajib militer di negaranya karena kebijakan PBB, yaitu Conscientious Objectors.

Apa alasan diberlakukannya wajib militer di Indonesia?

Menurut beberapa para politikus dan pengamat politik yang bakal gue rangkum disini, berikut alasan untuk memberlakukan wajib militer di Indonesia, dan berikut pula solusi yang ditawarkan untuk tiap permasalahan:

1. “Untuk mendisiplinkan generasi muda”

Mendisiplinkan itu lewat gaya hidup, dan disiplin itu muncul dari diri sendiri. Kalau seseorang bergabung dalam milliter, paskibra, asrama, dan segala macam kegiatan pendisiplinan tapi tidak ada kesadaran dari dalam diri, disiplin tidak mungkin muncul. Memang, orang-orang militer itu identik dengan orang-orang yang disiplin. Disiplin itu dibentuk lewat gaya hidup mereka yang dimulai dari remaja sampai dewasa di asrama, yang menjadikan hal tersebut menjadi rutinitas dan kebiasaan. Kebiasaan seperti bangun tidur jam setengah 5, tertib saat baris, masuk kelas tepat waktu, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Tapi kembali lagi ke diri masing-masing, karena ada juga taruna yang tidak mampu dengan gaya hidup yang sebegitu rupa dan ‘lari’ dari asrama. Jadi, disiplin itu tergantung dan dibentuk oleh pribadi masing-masing.

2. “Sebagai antisipasi dari ancaman luar dan terorisme”

Antisipasi masyarakat sipil khususnya untuk ancaman luar dan terorisme ini adalah kemawasan diri akan ancaman luar dan terorisme, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Kalau kita tidak hati-hati dari ancaman, kita bisa saja tertipu atau terjerumus. Dewasa ini, kita juga harus hati-hati dan bisa jaga diri kita karena semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula taktik dan modus ‘jebakan’. Di sisi lain, pemerintah juga mensosialisasikan tentang bahaya terorisme. Kemawasan diri ini juga harus seiring dengan iman kita. Kita perlu mendekatkan diri kepada Tuhan, karena bisa kita lihat sendiri di media-media tentang mahasiswa yang terlibat terorisme atau remaja-remaja yang terlibat terorisme dengan mengatasnamakan jihad itu disebabkan oleh ”cuci otak” orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan mengatasnamakan tuhan demi kepentingan mereka. Bila pengetahuan dan iman kita rendah, kita dengan mudahnya percaya dan terhasut ajakan-ajakan tersebut. Maka dari itu kemawasan diri dan iman kita itu penting.

3. “Karena perbandingan penerimaan dan pensiunan militer 8:10”

Film tentang akmil yang digarap oleh salah satu Rumah Produksi film dan INKOPAD

Film tentang akmil yang digarap oleh salah satu Rumah Produksi film dan INKOPAD

Solusi dari kurangnya penerimaan akademi militer yang memenuhi kualifikasi dan kualitas yang baik adalah publikasi. Mengapa demikian? Karena kurangnya minat anak-anak jaman sekarang untuk mengabdi pada negaranya dalam bidang militer. Pradigma tentang militer antara lain, mati di medan perang, jauh dari keluarga, pendidikan akademi militer yang keras, tidak bisa santai, dan banyak lagi. Hal tersebut yang meragukan orang tua untuk mengizinkan anaknya bergabung dalam akademi militer dan meragukan pemuda untuk bergabung dalam akademi militer. Padahal, hal yang di atas belum tentu benar. Publikasi dari pemerintah sendiri kurang, jangankan minat untuk bergabung di akademi, pengetahuan tentang akademi militerpun masih kurang. Publikasi yang akan disampaikan oleh pemerintah sebaiknya disampaikan dengan menarik, kreatif, atraktif, dan melalui berbagai media seperti film, video youtube, dan lain lain.

4. “Sebagai pembekalan penanganan masalah kepada masyarakat”

Dalam pembahasan ini, pembekalan penanggulangan masalah (maksud dari masalah yang dibahas kali ini adalah masalah bencana alam dan kebakaran)dapat disosialisasikan dalam layanan masyarakat dan dalam media-media. Kegiatan wajib militer untuk pembekalan penanggulangan masalah sangat berlebihan, karena ilmu survival sudah didapat dari pramuka yang menjadi ekstrakurikuler wajib di kurikulum 2013, yang artinya sudah didapat oleh seluruh siswa di Indonesia.

5. “Infiltrasi budaya asing”

Di era globalisasi ini segala macam dan bentuk informasi sangat mudah kita dapatkan, begitu pula dengan budaya asing. Sebelum menuju ke solusi, mari kita lihat benang merah dari generasi muda kita yang suka dengan budaya asing. Yang membuat generasi muda suka dengan budaya asing adalah ingin terlihat keren. Sadarkah kalian budaya asing terlihat keren itu karena apa? Budaya mereka terlihat keren karena mereka bangga akan budaya mereka dan budaya tersebut memang menjadi kebiasaan di negaranya. Indonesia melihat hal itu unik dan ikut mencoba budaya tersebut daripada melestarikan budaya Indonesia. Disamping itu, sense of belonging pada generasi muda akan budaya sendiri masih kurang. Apakah kegiatan wajib militer mencegah infiltrasi budaya asing? Belum tentu. Program wajib militer malah membuat pemuda yang enggan mengikuti wajib militer pindah kewarganegaraan, seperti pemuda Singapura dan Malaysia yang pindah kewarganegaraan Indonesia untuk menghindari program wajib militer. Oleh karena itu, kita harus bangga dan melestarikan budaya negeri kita.

“Jadi, perlukah wajib militer di Indonesia?”

Jawabannya belum. Mengapa begitu? Pertama, dari sisi anggaran. Tahukah anda dalam RAPBN 2016 anggaran untuk pertahanan diperkecil? Sedangkan anggaran untuk wajib militer ini sangat besar, hingga mencapai 100 triliun. Untuk membentuk wajib militer ini membutuhkan banyak sekali biaya, yaitu untuk pembangunan asrama yang rencananya akan dibangun di tiap provinsi, lalu kebutuhan peserta wajib militer dari a-z, biaya instruktur, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Padahal pemerintah memangkas anggaran pengadaan alutsista (alat utama sistem pertahanan). Kebutuhan alutsista TNI tahun 2016 masih kurang Rp 36 triliun yang membuat target MEF (minimum esensial force) tahun 2019 sulit tercapai. Program ini bisa dibilang program pemborosan, karena banyaknya biaya yang akan dikeluarkan.

Yang kedua, wilayah jangkauan usia yang luas. Bila dicermati selain luas wilayah, negara-negara yang memberlakukan wajib militer mematok jangkauan usia 18-27 tahun. Sedangkan dalam draf RUU Komcad pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia antara 18 (delapan belas) hingga 45 (empat puluh lima) tahun yang berstatus pegawai negeri sipil, karyawan badan usaha milik negara atau daerah, dan anggota lembaga atau badan non pemerintah, yang dipanggil untuk wajib menjadi anggota Komponen Cadangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang artinya jumlah penduduk yang diwajibkan untuk mengikuti wajib militer terlalu besar. Yang berpengaruh pula pada biaya, karena besarnya biaya tergantung pada peserta program ini. Selain itu, kondisi fisik anggota komcad yang berusia diatas 40 tahun yang tidak seprima kondisi fisik anggota komcad yang berusia dibawah 40 tahun.

advertisement daftar akmilYang ketiga, RUU yang perlu ditinjau lagi. Meskipun masih RUU atau rancangan, namun ada beberapa pasal yang perlu ditinjau lagi, seperti RUU Komcad pasal 7 ayat 1 yang menyebutkan jangkauan usia 18-45 tahun dengan alasan seperti yang di atas. Lalu, dalam pasal 16 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Anggota Komponen Cadangan wajib menjalani masa bhakti dalam dinas Komponen Cadangan selama 5 (lima) tahun. Durasi dinas Komcad ini terlalu lama. Kita bisa ambil contoh di negara-negara lain yang memberlakukan wajib militer rata-rata berdurasi 3 bulan. Selain itu, masih ada beberapa pasal yang perlu ditinjau lagi.

Pada dasarnya, Indonesia masih belum siap untuk memberlakukan program bela Negara ini. Konsep bela negara dengan pendidikan militer itu tidak perlu, karena masih banyak cara lain pengekspresian bela negara yang lebih ‘ramah’ dan lebih hemat. Selain itu program ini juga program pemborosan karena membutuhkan anggaran yang besar, hingga mencapai 100 triliun. Dana sebesar itu lebih baik dialokasikan untuk pembangunan SD, SMP, dan SMA, atau dialokasikan untuk bantuan dan tindakan lebih lanjut untuk saudara kita di Riau, Kalimantan, dan sekitarnya. Sekian artikel saya, mohon maaf dan koreksi. Semoga bermanfaat!

Alifa Shavira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *