Halo P-assengers!
Perkenalan diri dulu yah! Nama aku Aisyah Nathania atau biasa dipanggil Sasha. Aku dari Departemen Multimedia PIDAS SMA N 81. Oh iya, btw ini artikel kedua ku di PIDAS nih. Semoga kalian suka yah!
Tanggal 28 Oktober. Hmmm, sepertinya tanggal itu tidak asing di telinga masyarakat Indonesia.
Yak, di tanggal itu, tepat 89 tahun yang lalu, para pemuda-pemudi Indonesia berkumpul, bertukar pikiran, yang menghasilkan sebuah keputusan yang menjadi salah satu tonggak utama dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini merupakan kristalisasi dari semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Tak peduli dengan suku, bahasa, agama, mereka semua datang, berkumpul, dengan 1 tujuan yang sama, yaitu bersatu untuk melawan penjajah dan memerdekakan Indonesia.
“Ribet amet sih”
Yaudah deh. Kalau secara umum, namanya Sumpah Pemuda. Pasti tau kan kalian semua apa Sumpah Pemuda itu. (Yang gatau, selama ini kalian belajar PPKN/sejarah buat apa 🙁)
OK segitu dulu yah pengantarnya. Ayo kita langsung ke inti nya yah.
Dulu, entah bagaimana, pemuda-pemudi Indonesia itu gampang untuk bersatu. Tidak ada rasa ego, penuh dengan empati, gotong royong, dan semangat kekeluargaan yang tinggi.
Padahal, komunikasi masih sangat minim. Jangankan telepon, komunikasi tahung 20-an masih menggunakan surat. Dan itu saja harus menunggu setidak nya 1-2 bulan. Kita saja belum tentu bisa yakin apakah surat itu sudah terkirim apa belum. Ditambah lagi penjajahan Belanda, yang mengakibatkan Indonesia tak dapat bertindak bebas semau nya.
Namun, kekeluargaan masih sangat tinggi pada waktu itu. Saling membantu dan gotong royong masih dijunjung oleh para pemuda-pemudi Indonesia. Rasa cinta terhadap tanah air dan nasionalisme masih ada di pemuda-pemudi Indonesia.
Tetapi, jaman sekarang, di era globalisasi ini, pemuda-pemudi Indonesia seperti berada di ambang kehancuran. Terpengaruh oleh globalisasi, dengan gaya kebarat-baratan yang sepertinya sudah dianut oleh kita semua, membuat nilai-nilai moral dan budi pekerti terabaikan. Seperti contoh rasa individualisme yang tinggi, mementingkan diri sendiri, ada nya ‘si kaya’ dan ‘si miskin’, tawuran dimana-mana, lunturnya sikap ke Indonesiaan, dan masih banyak hal lain
Globalisasi merupakan satu hal yang tidak bisa kita hindari lagi di era ini. Seperti dengan ada nya social media, bertambah cepat nya komunikasi ,semakin maju nya teknologi, mudahnya mendapatkan informasi, dan hal-hal lain.
Seharus nya kita semua memanfaatkan itu semua untuk bersatu.
Namun kenyataan nya, para pemuda-pemudi Indonesia malah menggunakan itu sebagai saran untuk menghina, membenci, menjelek-jelekan, menebar fitnah.
Para generasi penerus bangsa malah menggunakan nya untuk hal-hal tersebut diatas, bukan untuk bersatu dan meluapkan kreativitas.
Dan hal itu, baik disengaja ataupun tak sengaja, secara perlahan-lahan akan menghancurkan bangsa ini jika dibiarkan terus menerus.
Tidakkah kalian menghargai jasa para pahlawanmu? Yang telah mengorbankan segala hal, baik harta maupun tenaga. Agar bangsa ini merdeka, agar kalian dan anak cucu nya tak perlu lagi merasakan kesedihan dan pahit nya siksaan dari para penjajah yang datang ke negeri tercinta ini?
Tidakkah kalian malu pada pahlawan yang berusaha untuk datang dengan perjuangan ke Jalan Kramat Raya no. 106 pada tanggal 28 Oktober 1928, tanpa mengenal dan tanpa mempedulikan dari suku mana ia berasal, bahasa apa yang ia pakai, atau agama apa yang dia anut. Ditambah juga komunikasi yang sangat sulit dan para penjajah yang siap menghukum pemuda-pemudi yang memberontak?
“Terus, kita harus apa dong biar gak hancur bangsa ini?”
Tak perlu sulit, kita bisa memulai untuk memperbaiki bangsa ini dengan langkah kecil. Dan itu dimulai dari diri kita sendiri
Seperti contoh, menjaga lisan dan perbuatan yang akan kita post di social media.
Salah satu dari sifat buruk generasi muda sekarang adalah tidak memfilter apa yang akan di post di social media dan kata-kata yang akan mereka komentar.
Kita bisa mulai dari diri kita sendiri. Setelah itu, kita bisa memngingatkan teman-teman lain untuk menjaga lisan dan perbuatan mereka di social media. Banyak juga penyuluhan dari oragnisasi-organisasi tentang internet sehat dan semacamnya.
Contoh lainnya adalah dengan mulai mengadopsi sikap keindonesiaan seperti nasionalisme, gotong royong, dan kekeluargaan.
“Dih kuno amet”
Eits, tunggu dulu. Bukan berarti kalian harus old-fashioned gitu yah. Maksud aku disini tuh untuk mulai ngembangin sikap-sikap yang kusebutin diatas di kehidupan sehari-hari. Percayalah, jika pemuda-pemudi Indonesia mulai menganut kembali sifat-sifat terpuji tersebut, aku yakin bahwa Indonesia akan menjadi lebih baik.
“Terus kita gaboleh gaul gitu?”
Kita di zaman millennial ini, pasti kalau tidak gaul akan dianggap aneh. Sebenarnya, kalian boleh tetap gaul di kehidupan dan social media. Asalkan, kalian memperhatikan aspek yang aku sebut tadi, dan kalian gaul dalam hal yang positif. Seperti meluangkan waktu untuk hobi dan kreativitas. Atau kalian berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Banyak sekali hal yang kalian bisa lakukan untuk menyalurkan hobi dan kreativitas yang positif di era yang modern.
Oh ya, kita juga harus mulai meninggalkan dampak negatif dari globalisasi yang sudah ada dimana-mana.
Banyak sekali pemuda-pemudi Indonesia yang tidak menyaring globalisasi dengan baik. Akibat nya adalah, pemuda-pemudi Indonesia banyak yang terjerat arus negatif dari globalisasi ini.
Contoh nya adalah westernisasi. Westernisasi telah mengakibatkan tingginya individualism antar pemuda, lunturnya sifat keindonesiaan, dan dampak negatif dari pergaulan orang barat.
Cara mengatasi nya, seperti yang kukatakan di poin sebelum ini. Selain itu, kita dapat meninggalkan gaya kebarat-baratan dengan mengetahui efek dari sifat tersebut. Dengan itu, kita bisa tau apa yang akan terjadi jika kita semua terus-menerus menganut gaya tersebut.
Dan hal yang paling pasti, belajar menerima keberagaman.
Kita diciptakan beragam. Keberagaman itulah yang membuat kita belajar untuk menghargai. Apalagi dengan 6 agama, 700 lebih bahasa, dan 1340 suku bangsa di negara tercinta ini. Seharusnya kita menggunakan itu sebagai kekuatan. Bukan untuk di cemooh.
Banyak sekali kasus-kasus penjelekkan agama lain, pertentangan budaya satu sama lain, perselisihan antaragama, dan masih banyak lagi. Bukannya kita sudah diajarkan untuk bersatu? Dulu, ketika masih ada penjajah kita dapat berastu. Namun sekarang, ketika sudah tidak ada lagi yang menjajah di negara ini, kenapa kita malah terpecah belah?
Sebenarnya, masih ada banyak lagi yang ingin aku bahas. Baik dari sifat negatif yang banyak di pemuda-pemudi Indonesia dan cara untuk mengatasinya. Cukup sampai disini dulu yah! Sampai jumpa di artikel selanjutnya!