Mohammad Hatta : Sang Bapak Koperasi Indonesia

Siapa Mohammad Hatta? ia merupakan seseorang yang menginspirasiku sejak mulai mengenal sejarah bangsa Indonesia lebih dalam di masa remaja. Mohammad Hatta adalah Wakil Presiden ke-1 Republik Indonesia yaitu, Ir. Soekarno, Bung Hatta juga dikenal sebagai salah satu intelektual di Negara Republik Indonesia. Bung Hatta lahir pada tanggal, 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Bung Hatta menempuh Pendidikan dasar di Sekolah Melayu pada tahun 1913-1916, kemudian melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Pada saat usia 13 tahun, Bung Hatta sebenarnya sudah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia, namun ibunya menginginkan Bung Hatta untuk tetap tinggal di Padang, mengingat usianya yang masih sangat muda. Akhirnya, Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang.
Saat masih sekolah menengah di Padang, Bung Hatta telah aktif di organisai, seperti Jong Sumatranen Bond cabang Padang, dengan posisi sebagai bendahara. Di Batavia, Bung Hatta juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, serta juga memiliki posisi sebagai Bendahara. Lalu, pada tahun 1921 Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan dan bisnis di Nederland Handelshogeschool atau Rotterdam School Of Commerce, yang kini menjadi Erasmus Universiteit. Di sana, beliau bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging), dan tinggal selama kurang lebih 11 tahun.
Beliau dijuluki sebagai Bapak Koperasi Indonesia, Hatta mendapat julukan tersebut berkat peran, ceramah, tulisan, dan buah pemikirannya yang tertuang dalam berbagai karya ilmiah mengenai ekonomi dan koperasi. Hatta berkepribadian demokratis, pandai berorganisasi, penuh etika, tepat waktu, rapi, bersahaja, jujur, bersih, cerdas, pemikir, tenang, konsekuen, dan santun.

Bagaimana Pertemuan Hatta dengan Soekarno? Hal itu berawal dari Bung Hatta yang suka mengikuti organisasi mulai dari tahun 1922, ia pernah menjadi ketua dari Organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1926. Nah, dengan menjadi ketua organisai maka langkah Bung Hatta ke dunia politik semakin terbuka. Sampai pada akhirnya Belanda pun mengetahui pergerakan Bung Hatta dalam organisasi maupun propaganda, Bung Hatta pun dibuang ke dalam rutan. Di tahun 1932, keduanya seolah-olah dipertemukan oleh alam untuk berjuang bersama. Mereka sama-sama sudah merasakan bagaimana pahitnya dibuang oleh pemerintah jajahan, sampai berbeda strategi pun sudah mereka lewati. Hingga pada puncaknya perjuangan mereka bersama saat pembacaan teks proklamasi. Namun, pada tahun 1956, Hatta dan Soekarno megalami perbedaan pendapat yang membuat Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI ke-1.

Kapan Bung Hatta bertemu pujaan hatinya? Dalam buku “Seratus Tahun Bung Hatta” yang ditulis oleh Meutia Farida Hatta, tercantum jika Bung Hatta sudah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia sejak muda. Karena kepedulian besarnya inilah, ia bertekad dan bersumpah tidak akan menikah selama Indonesia belum mencapai kemerdekaan. Hal ini bukan pernyataan sepele semata, Bung Hatta sempat mengenal beberapa wanita jelita pada masa itu. Salah satunya adalah Nelly, putri Mak Eteb Ayub (Pengusaha Minang) yang sudah seperti ayah angkat oleh Bung Hatta. Meski banyak didukung, Bung Hatta tetap tak tergoda. Usaha teman-temannya untuk menjodohkan dirinya dengan wanita yang rupawan itupun mental.
Sangat berbeda dengan Ir. Soekarno, Bung Karno yang pandai berbicara sedangkan Bung Hatta yang merupakan sosok pemalu. Di luar kegiatannya untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, ia banyak mengisi waktu luang dengan membaca buku. Bung Karno yang melihat Bung Hatta masih betah melajang di usianya yang sudah 40 tahun pun menjadi gerah. Sikap dingin Bung Hatta membuat siapa saja, termasuk teman-temannya jadi penasaran. Akhirnya, dibuatlah semacam “jebakan” untuk Bung Hatta. Pria kelahiran Bukittinggi ini dipertemukan dengan gadis Polandia. Konon, gadis ini sanggup memesona dan menggetarkan hati setiap laki-laki.
Sebelum bertemu Bung Hatta, teman-temannya meminta si gadis ini untuk menggoda Bung Hatta. Tetapi, sayangnya godaan ini tetap saja tidak manjur untuk Bung Hatta. Namun, Bung Hatta tetap memperlakukan si gadis ini dengan sopan dan menghabiskan waktu dengan makan malam. Setelahnya, mereka berpisah. Si gadis Polandia tersebut memberi laporan bahwa Bung Hatta seperti seorang pendeta.
Sebenarnya, Bung Hatta ternyata sudah lama memendam rasa pada seorang Perempuan. Bung Hatta pertama kali bertemu dengan Perempuan itu di Institut Pasteur, Bandung. Kala itu, ia tengah mengadakan kunjungan bersama Bung Karno. Namun pertemuan ini tidak berarti mereka saling berkenalan, mengobrol, meminta alamat ataupun nomor telepon. Faktanya, Bung Hatta hanya melihat sekilas wajah Perempuan itu saja.
Kembali mengingat tekad dan sumpah Bung Hatta yang mengatakan bahwa ia tak akan pernah menikah sebelum Indonesia Merdeka. Setelah Indonesia Merdeka, lewat bantuan Bung Karno melamar Perempuan tersebut untuk Bung Hatta. Sempat ragu, namun ternyata pinangan itu membuahkan hasil atas jaminan Soekarno. Perempuan itu ialah Rahmi Rachim, Perempuan paling cantik dan jelita se-Bandung Raya.

Hari Bahagia pun tiba, kecintaan Bung Hatta pada buku memang sudah tak perlu diragukan lagi, selama masa pembuangan, ia menulis buku yang berjudul “Alam Pikiran Yunani” yang kemudian dijadikan sebagai mas kawin-nya untuk mempersunting Rahmi di sebuah villa di Megamendung, Bogor pada tanggal 18 November 1945. Dengan buku tersebut, ada makna yang dalam di balik peristiwa ini, kecintaannya dengan buku dan pengetahuan telah membuahkan kemerdekaan Indonesia. Sejatinya, buah pemikirannya yang tertuang di buku pun lebih berharga daripada harta benda seperti uang atau perhiasan mewah.
Dari pernikahannya dengan Rahmi, Bung Hatta memiliki tiga orang anak yaitu, Halida Hatta, Meutia Farida Hatta, dan Gemala Hatta. Walaupun usianya terpaut 24 tahun, selama 35 tahun pernikahan, tak satu pun berita buruk soal rumah tangga mereka menyeruak. Tak lain, karena Bung Hatta memegang teguh prinsip agama dan kesetiaan. Begitulah kisah hidup mereka yang saling melengkapi, mengerti satu sama lain, dan saling mendukung. Sampai pada akhirnya maut memisahkan mereka berdua pada tanggal 14 Maret 1980 Bung Hatta wafat pada usia 77 tahun, dan disusul oleh istrinya yang wafat 19 tahun kemudian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *