Halo, P-assengers! Balik lagi di artikel PIDAS81. Akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia terkhususnya daerah Jakarta sedang gempar dengan tren “Citayem Fashion Week” yang dilakukan di sekitaran daerah SCBD atau Sudirman Central Business District. Namun, tanpa sadar dengan adanya tren ini memunculkan istilah baru, yaitu “Haradukuh” yang merupakan plesetan dari kata “Harajuku”.
Harajuku adalah nama sebuah distrik di daerah Shibuya, Tokyo, Jepang yang terkenal dikarenakan street fashion-nya yang identik dengan ciri khas nyentrik atau mencolok, bahkan dikarenakan hal itu muncul istilah “Harajuku fashion”.
Harajuku fashion sendiri diperkirakan sudah ada sejak 1980-an dan mulai terkenal di daerah barat sekitar tahun 2000-an. Daya tarik dari gaya busana ini sendiri adalah sebagai bentuk dari kebebasan berekspresi yang tak kadang melawan dari norma atau aturan sosial ketat yang berlaku di masyarakat. Bahkan, pada awalnya gaya busana ini sempat dianggap sebelah mata. Namun, lama kelamaan gaya busana ini dapat diterima di masyarakat.
Ciri khas dari gaya Harajuku adalah permainan dari pakaian yang berwarna mencolok. Beberapa gaya Harajuku yang terkenal, yaitu gyaru, cosplay, gadis Lolita, gothic, visual kei, dan masih banyak lagi. Lalu apa hubungannya dengan Haradukuh?
Haradukuh merupakan Harajuku versi Dukuh Atas, tepatnya di kawasan Stasiun KRL dan MRT Dukuh Atas, Sudirman, Jakarta Pusat. Istilah ini dicetuskan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bapak Sandiaga Salahuddin Uno. Beberapa dari mereka tidak mampu untuk membeli pakaian yang mewah, dikarenakan itu mereka berkreatifitas memadukan beberapa pakaian mereka sehingga menjadi suatu elemen fashion tersendiri sesuka mereka dengan konsep yang mirip dengan fashion Harajuku tadi.
Awal dari maraknya tren ini disebabkan oleh viralnya beberapa video seputar SCBD atau yang sekarang disebut dengan Sudirman-Citayam-Bojonggede-Depok, melalui platform Tiktok dan beberapa media sosial lainnya. Beberapa dari mereka yang sedang viral ini sedang dilirik oleh media-media talent dan bahkan beberapa sudah mulai diundang oleh stasiun-stasiun TV dan juga kanal youtube yang terkenal.
Fotografer perintis Aoki Shoichi yang mengelola majalah street fashion bernama FRUiTS pernah sangat berpengaruh dalam gaya pakaian Harajuku. Namun ia menutup majalah tersebut pada tahun 2017. Hal ini dikarenakan hilangnya tempat untuk menampilkan kekreatifitasan mereka terhadap fashion Harajuku karena adanya izin lalu lintas di daerah tersebut. Berbeda dengan Haradukuh, trotoar dan zebra cross mereka ubah menjadi area catwalk dadakan yang bernamakan Citayam Fashion Show.
Hal ini menimbulkan banyak kericuhan, zebra cross yang seharusnya menjadi penyebrangan umum kini menjadi ajang fashion yang menyebabkan kemacetan lalu lintas hal ini lah yang membuat pengendara kesal. Selain itu, penertiban parkir liar juga menjadi kericuhan yang disebabkan oleh kegiatan ini. Banyak warga yang protes karena merasa terganggu dengan adanya kegiatan Citayam Fashion Week tersebut.
Pakar Tata Kota, Nirwono Yoga berpendapat bahwa pada saat lampu lalu linta bertanda merah atau berhenti, zebra cross bisa dijadikan ruang publik untuk berbagai kegiatan singkat, termasuk fashion show, pantomim, bermusik dan lainnya. Ia juga mengatakan bahwa Pemda DKI dan petugas polantas dapat memfasilitasi dan menjaga keamanan serta ketertiban pada lalu lintas tersebut. Sekiranya itu saja informasi dari kami, sampai jumpa di artikel berikutnya!
Sumber:
1. https://www.tribunnews.com/nasional/2022/07/26/apa-itu-haradukuh-istilah-yang-muncul-di-citayam-fashion-week
2. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20220726163759-33-358732/mengenal-harajuku-di-jepang-yang-jadi-kiblat-fesyen-jalanan
3. https://www.kompas.tv/amp/article/313093/videos/ganggu-ketertiban-di-dukuh-atas-warga-bubarkan-citayam-fashion-week
4. https://m.fimela.com/amp/5027957/sejarah-fashion-harajuku-yang-semakin-meredup-diplesetkan-jadi-haradukuh-di-citayam-fashion-week
5. https://amp.kompas.com/megapolitan/read/2022/07/24/10582161/gaduh-tren-citayam-fashion-week-dukuh-atas-parkir-liar-menjamur-hingga