“Langit biru awan putih terbentang indah lukisan yang kuasa” adalah penggalan dari lirik lagu Balon Udaraku yang dipopulerkan oleh Sherina yang nyatanya sekarang tak bisa ditemukan lagi di sebagian besar daerah di Indonesia. Kenapa? Karna langit di daerah tersebut ditutupi oleh kabut asap yang saat ini beritanya tak hanya menghiasi halaman berita di media, tapi sudah menjadi perbincangan publik yang sangat luas.
Kabut asap yang menimpa beberapa daerah di Sumatra dan Kalimantan ini berasal dari kebakaran hutan dan lahan. Sampai Jumat (4/9), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat ada 156 titik panas sumber kabut asap di Sumatra dan Kalimantan. Dari titik-titik tersebut, 95 titik di Sumatra dan 61 titik di Kalimantan. Kabut asap pekat terutama menyelimuti wilayah Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan sekitarnya. Di Sumatra kurang lebih hampir 80% wilayahnya tertutupi oleh asap.
Tentunya dampak dari kabut asap ini sangatlah buruk dari aspek lingkungan, kesehatan, ekonomi, maupun pendidikan. Dari aspek lingkungan, akibat kebakaran hutan tersebut, ribuan hektar hutan dan lahan hangus dan rusak. Bukan hanya itu, karena hutan dan lahan yang menjadi tempat tinggal mereka hancur, banyak satwa yang kehilangan tempat tinggal dan terganggu pernafasannya yang terancam mati bahkan hampir punah. Dari aspek kesehatan, dampak langsung yang akan dirasakan adalah infeksi paru dan saluran napas. Kabut asap dapat menyebabkan iritasi lokal pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan. Kemudian juga menyebabkan reaksi alergi, peradangan, hingga infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan yang paling berat menjadi pneumonia. Dan penderita dari ISPA tersebut mencapai angka 30 ribu jiwa. Selain infeksi pernapasan, dampak lainnya yaitu, gangguan iritasi pada mata dan kulit akibat kontak langsung dengan asap kebakaran hutan. Mulai dari terasa gatal, mata berair, peradangan, dan infeksi yang memberat. Bagi yang telah memiliki asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, dan PPOK akan diperburuk jika asap karena asap terhirup ke dalam paru. Dari aspek ekonomi, Pengamat ekonomi Universitas Batanghari, Jambi, Pantun Bukit, mengatakan, potensi ekonomi yang hilang jauh lebih besar dibandingkan nilai kerugian. Dia mencontohkan tingkat hunian hotel dan penginapan menurun drastis selama dua pekan terakhir sejak Jambi diselimuti kabut asap. Rata-rata tingkat hunian hotel 60 persen per bulan, tetapi sejak terganggunya aktivitas penerbangan akibat asap, tingkat hunian juga anjlok. “Kini menjadi 30 persen saja tingkat okupansinya,” kata Pantun. Potensi lain yang hilang antara lain transaksi belanja wisatawan, jasa kendaraan sewa, dan ekspedisi barang antardaerah yang nilainya diperkirakan Rp 5 miliar per hari. Sektor perdagangan lebih terdampak. Pantun mencontohkan, transaksi 600 kilogram udang ketak per hari dari nelayan Tanjung Jabung Barat untuk memasok kebutuhan restoran di Jakarta bernilai Rp 800 juta per hari saat ini hilang. Biasanya udang dikirim menggunakan pesawat, tetapi pengiriman dihentikan sementara akibat kabut asap. “Itu baru dihitung dari bisnis udang, belum lagi perdagangan lainnya,” ujarnya. Dari aspek pendidikan, tentu sangat berpengaruh dengan jalannya aktifitas belajar-mengajar disekolah. Banyak sekolah yang diliburkan, otomatis siswa harus belajar sendiri dirumah dan itu tidak efektif.
Adakah upaya penyelesaian masalah ini? Sampai mana efek dari upaya tersebut? Dalam rapat terbatas tentang kabut asap di Kantor Presiden, Presiden Joko Widodo memerintahkan semua pihak terkait menanggulangi kabut asap tersebut. Penanganan kabut asap secara nasional di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo itu dihadiri Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, serta Sekretaris Jenderal Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono. “Presiden meminta kepala daerah agar tidak ragu-ragu menyatakan darurat asap. Bencana ini bukan bencana kebakaran hutan, tetapi bencana darurat asap,” kata Kepala BNPB Syamsul Maarif di Kantor Presiden. Meski kondisi kabut asap sudah masuk kategori darurat, pemerintah daerahlah yang berhak menetapkan wilayahnya masuk kondisi darurat asap. Namun, sejumlah provinsi masih menetapkan wilayahnya siaga bencana asap, belum tanggap darurat asap seperti di Riau dan Kalimantan Barat. Syamsul mengatakan, penanganan kabut asap akan dilakukan secara intensif, salah satunya dengan membuka posko penanganan kabut asap di enam provinsi di Sumatera dan Kalimantan tersebut. Keberadaan posko itu untuk menguatkan penanganan kabut asap di lapangan yang selama ini sudah berjalan.
Presiden menugaskan Panglima TNI membantu mengerahkan upaya tambahan pesawat TNI dan personelnya. Untuk kementerian dan lembaga terkait, Presiden meminta untuk berkonsentrasi dan mengerahkan program kerja pemerintah ke provinsi terdampak. Dalam jangka pendek, pemerintah memanfaatkan hujan buatan, pemadaman dari udara dan dari darat. Sejumlah pesawat dikerahkan untuk memadamkan kebakaran lahan di Riau, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, serta di Jambi. Namun, pemadaman dari udara tidak bisa dilakukan selama penerbangan juga terganggu akibat kabut asap. Hujan buatan juga belum bisa dilakukan karena belum ada awan yang berpotensi hujan.
Selain itu, pemerintah juga sudah membuat sistem sekolah aman asap. Menteri Pendidikan dan Kebudayan Anies Baswedan lakukan kajian terhadap 25.000 sekolah dan 170.000 ruang kelas untuk penerapan “sekolah aman asap”. Sekolah dengan risiko terpapar asap akan dilengkapi dengan penyaring udara.
“Kemdikbud akan me-review semua sekolah. Ada sekitar 25.000 sekolah dan 170.000 ruang kelas. Sekolah yang masih berisiko terpapar asap akan segera dipasang,” ucap Anies dalam siaran pers yang diterbitkan Tim Komunikasi Presiden, Jumat (30/10/2015). Anies mencontohkan, sekolah aman asap di Sumatera Barat berhasil menurunkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di luar sekolah yang sebelumnya menunjukkan angka 280 di luar ruangan menjadi 70 di dalam kelas.
Itu upaya yang bisa dilakukan pemerintah, sekarang apa upaya yang kita lakukan? Apa dengan berdemo sana sini agar masyarakat di Sumatra dan Kalimantan terbebas dari kabut asap? Apa dengan duduk didepan layar tanpa melakukan apa pun? Tidak, dan tidak akan mengubah apapun. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menolong saudara-saudara kita disana? Kita bisa menggalang dana untuk membantu saudara kita dalam mengurangi beban biaya mereka atas kerugian yang mereka dapat. Serta kita bisa bersama-sama berdoa untuk mereka agar bencana ini cepat berakhir. Tunggu apa lagi? Mari kita lakukan bersama-sama agar warna biru yang indah itu kembali mewarnai seluruh langit Indonesia tercinta kita!
sumber:
www.kompas.com
www.kompasiana.com