Literasi Digital di Era Reformasi

Kalau mendengar kata “literasi”, pasti otak kita akan menangkapnya sebagai sebuah kegiatan yang melibatkan “buku” dan berkaitan dengan kegiatan membaca. Benar, bukan? Dan bagi sebagian orang, literasi adalah suatu kegiatan sebisa mungkin untuk dihindari karena dianggap tidak penting! Cocok banget ya, apalagi kalau orang – orang itu adalah warga Indonesia. Indonesia itu adalah negara dengan warga yang menempati urutan 10 besar terendah dalam urusan membaca. Malu gak sih? Padahal, buku itu gudang ilmu. Semua pengetahuan yang tersebar luas di dunia asalnya dari buku. Bisa dibayangkan kan betapa menguntungkannya bila kita rajin melakukan literasi?
Pada abad ke 22 ini, tidak dipungkiri lagi bila teknologi sudah berkembang sangat pesat. Mulai dari kemunculan mesin – mesin, pembaharuan dalam pengaksesan informasi, dan berbagai fitur yang mampu memberikan kemudahan bagi jalannya aktivitas masyarakat. Salah satu dari dampak majunya teknologi adalah berkembangnya teknologi digital, atau teknologi yang membantu manusia dalam komputer dan informatika. Kedua hal tersebut merupakan hal yang bisa dibilang sebagai faktor penting untuk persebaran ilmu pengetahuan, apalagi sekarang otak manusia memiliki akal yang lebih maju untuk melakukannya.
Nah, kegiatan literasi pun juga bisa dilakukan melalui teknologi digital. Maksudnya apa? Jadi, literasi tidak hanya diartikan sebagai kegiatan yang hanya baca, baca, menulis, atau sebagainya. Jika dihubungkan dengan majunya teknologi digital, maka pengertian “literasi” adalah sesuatu yang dapat dilakukan untuk menyebarkan atau mendapatkan informasi melalui digital. Mungkin jika teman – teman ditanya apa saja contohnya, akan sangat mudah untuk menjawabnya karena kita sendiri pasti sering melakukan kegiatan tersebut. Secara kita ini kan generasi milenial, dan kehidupan generasi milenial gak bakal jauh dari teknologi digital.
Apa aja sih contoh dari kegiatan literasi digital? Banyak, misalnya saja seperti mengedit video lalu di-upload ke Youtube, membuat karangan tentang kehidupan sehari – hari di blog pribadi, atau dengan kita mendapat suatu informasi saja dari Instagram atau Twitter juga termasuk ke dalam literasi digital.
Literasi digital sendiri memberikan banyak manfaat bagi orang yang melakukannya. Pertama, tidak membutuhkan biaya yang banyak jika dibandingkan dengan harus membeli buku terlebih dahulu di toko buku. Kedua, literasi digital akan sangat praktis untuk dilakukan karena seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa generasi milenial gabakal jauh dari sosial media atau teknologi digital. Hanya tinggal memantapkan niat yang berdasarkan atas kemauan untuk mencari atau menyebarkan informasi, maka sebenarnya semua orang sudah melakukan kegiatan “literasi digital” ini.
Siapa yang berhak untuk mendapat literasi digital? Jawabannya semua orang, karena literasi digital membuat seseorang menjadi mampu untuk membedakan mana yang merupakan fakta dari informasi yang disampaikan dan mana yang termasuk hoax. Selain itu, literasi digital juga digunakan sebagai sarana untuk mengurangi adanya cyber bullying atau hal – hal yang mampu membuat seseorang menjadi takut ketika menggunakan teknologi.
Nah, tapi gak semuanya itu manfaat. Pasti ada kekurangannya dong, salah satunya adalah bisa “memusnahkan” kehadiran buku di muka bumi ini. Alasannya tidak lain tidak bukan ialah sudah terlalu nyaman dengan adanya teknologi yang memudahkan segala aktivitas kita. Tidak boleh seperti itu ya, teman – teman. Kita harus memanfaatkan kegiatan literasi digital ini untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Kalau suatu saat karya itu akan terkenal akan manfaatnya, siapa yang akan menerima kebahagiannya? Kita, bukan? Maka dari itu, be a smart gold generation! Ambil manfaat dari literasi digital, dan ciptakan karya besar yang akan membanggakanmu suatu saat nanti. Dream high, guys!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *