“Eh di PIDAS ngapain aja sih? Kayaknya sibuk banget, tapi seru proker-prokernya!”
Kira-kira, begitu kata-kata yang terdengar ke telinga saya ketika para siswa di SMAN 81 Jakarta bicara tentang PIDAS. PIDAS, nama ekstrakurikuler di sekolah yang juga menjadi tempat saya menimba ilmu hampir sepuluh tahun silam, kini telah berubah total. PIDAS yang dulunya cukup akrab dengan citra “enggak ngapa-ngapain”, kini berubah total menjadi suatu wadah paling keren di sekolah untuk mengembangkan diri para anggotanya.
Sebelumnya, saya minta maaf kalau tulisan kali ini terkesan sangat membangga-banggakan PIDAS, tapi saya harus bersikap fair bahwa selama setahun terakhir, PIDAS—para pengurus dan seluruh anggotanya—telah berhasil memajukan ekstrakurikuler, atau organisasi ini, atau apa pun itu namanya, jauh dari apa yang saya harapkan.
Sebagai pelatih yang gemar menuntut ini-itu, mau ini-itu, minta ini-itu—yang saya pikir ini memang bawaan lahir—terhadap para pengurus, saya akui saya memberikan tekanan yang cukup besar bagi mereka selama setahun terakhir ini, bahkan saya juga mengakui bahwa tekanan kepada PIDAS tahun ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kepengurusan di tahun sebelumnya.
Saya pikir ini wajar karena basarnya tekanan akan selalu berbanding lurus dengan ekspektasi dan tantangan yang dihadapi. Jadi, “tekanan” ini tidak saya berikan tanpa maksud dan tujuan. Saya hanya ingin di setiap kepengurusan, selalu ada kemajuan. Kemajuan itu bukan hanya sekedar kemajuan satu-dua langkah ke depan, tapi kalau bisa sepuluh langkah ke depan atau lebih, kenapa tidak?
Namun, di akhir kepengurusan Allya-Shoraya beserta timnya, saya harus memberikan apresiasi bagi seluruh pengurus karena mereka telah berhasil menjalankan tanggung jawab mereka dengan sangat baik. Tentu setahun ini tidak dilalui tanpa kesalahan, bahkan ada banyak kesalahan yang terjadi. Namun, yang lebih penting dari itu, saya percaya mereka semua belajar banyak hal. Lagipula, memang itulah salah satu tujuan yang saya inginkan di PIDAS: membentuk karakter. Karakter yang kuat tidak dibentuk dengan perjalanan yang mulus-mulus saja, melainkan melalui berbagai tantangan dan cobaan.
Sama seperti tahun lalu, kali ini saya akan me-review apa saja yang telah dilakukan PIDAS selama setahun terakhir.
Pengurus Baru, Cita-cita Baru, Tantangan Baru
Saya ingat, awal Juli 2014 lalu, saya kembali ke Jakarta dari Moskow dengan penuh semangat. Saat itu pengurus inti baru telah terpilih, yaitu mereka yang akrab disapa sebagai Allya, Shoraya, Rafa, dan Nuna. Keempat orang ini sebelumnya telah mengikuti proses pemilihan calon ketua dan wakil ketua (yang kemudian diubah namanya menjadi pemimpin dan wakil pemimpin redaksi). Hasil pemungutan suara—setelah kampanye “kecil-kecilan”—dari seluruh anggota PIDAS yang ikut dalam pemilihan menetapkan Allya sebagai ketua terpilih. Shoraya, Rafa, dan Nuna berada di urutan kedua hingga keempat.
Saya punya harapan dengan keempat orang ini karena setidaknya mereka telah mengenal saya sejak mereka duduk di bangku kelas X. Artinya, mereka sudah lebih lama mengenal bagaimana “berurusan” dengan saya. Sementara, kakak-kakak mereka, pengurus angkatan Aquila, baru mulai bekerja bersama saya ketika memasuki tahun kedua mereka di sekolah. Karena itulah, saya pikir, seharusnya antara pengurus inti dan saya seharusnya sudah terbangun “chemistry”. Lagipula keempat orang ini juga ikut serta dalam proyek besar PIDAS yang pertama, yaitu “SHARE with PIDAS”, yang merupakan acara perayaan ulang tahun ke-10 PIDAS pada Januari 2014 lalu. Jadi, saya sudah cukup mengenal mereka.
Saya ingat, saya dan para pengurus inti mengawali “perjalanan” selama setahun ini dengan rapat (atau sebut saja “makan-makan lucu”) di sebuah restoran Korea—di mall—di Bekasi Raya (yeah). Di sana, kami membicarakan segala rencana selama setahun ke depan. Saya senang karena apa yang saya pikirkan bahwa “chemistry” antara saya dan pengurus inti lebih mudah terbentuk, ternyata memang benar—setidaknya itu yang saya rasakan.
Setelah bicara panjang lebar (dan dengan kondisi perut kenyang), kami sepakat bahwa bulan Juli akan menjadi bulan yang sangat padat. Tugas pertama pengurus inti adalah membuat konsep demo ekstrakurikuler untuk (sebut saja) “menjerat” anak-anak baru. Beberapa hari kemudian, saya terpikirkan mengenai konsep “Power Rangers”.
Sekadar info, sejak “kelahiran kembali” PIDAS pada Juli 2013 lalu, PIDAS selalu mempunya hashtag atau tagar andalan yang juga menjadi identitas pengurus saat itu. PIDAS angkatan Centurion memiliki hashtag #legendary. Dari situlah muncul ide untuk menarik perhatian para siswa baru dengan suatu ikon yang “legendary”. Karena saya pikir, dari dulu saya selalu menjadi penggemar Power Rangers—dan hingga kini mereka selalu punya tempat di hati para penggemar mereka—saya pikir ikon Power Rangers cocok dengan konsep “legendary”, suatu ikon yang tidak mati dimakan waktu, tetap diingat hingga kini. Itulah konsep “legendary” yang dibawa PIDAS Allya-Shoraya. Setelah “lahir kembali” di 2013 dengan sangat “awesome”, kami ingin di tahun ini PIDAS menimbulkan kesan yang tidak sekadar “awesome” atau hebat, tapi “legendary”.
Berganti-ganti Model Struktur Organisasi
Setelah Juli yang sibuk, datang pula Agustus yang tak kalah sibuk. Di bulan Agustus, pengurus telah terbentuk secara utuh. Kami memutuskan untuk melebur dua biro dan satu divisi pada kepengurusan PIDAS angkatan Aquila, yaitu Biro Fotografi, Biro Artistik, dan Divisi Media Siar menjadi satu dengan nama Divisi Multimedia. Hal ini dilakukan dengan harapan—selain merampingkan organisasi—divisi yang punya cita-cita membangkitkan kembali radio sekolah (rados) ini bisa lebih memanfaatkan multimedia sebagai media informasi, tak hanya berharap pada rados yang saat itu memang statusnya semacam hanya-Tuhan-yang-tahu-bagaimana-sebenarnya-kondisinya.
Selain itu, posisi humas yang sebelumnya ada di kepengurusan PIDAS angkatan Aquila juga dihapus. Hal ini dilakukan karena berdasarkan evaluasi, posisi ini belum terlalu dibutuhkan. Namun, siapa sangka ternyata hingga akhir kepengurusan PIDAS tahun ini, sebanyak enam acara berhasil bekerja sama dengan PIDAS sebagai media partner (rekan media). Jumlah ini naik tiga kali lipat dibandingkan pada kepengurusan PIDAS angkatan Aquila. Dengan begitu, memliliki humas pada kepengurusan selanjutnya bisa menjadi sesuatu hal yang beralasan.
Pada bulan Oktober, PIDAS harus mengakhiri bentuk kerja sama PIDAS Group, yaitu suatu bentuk kerja sama antara PIDAS dan ekstrakurikuler Sinematografi. Berakhirnya kerja sama PIDAS Group memang sesuai dengan kontrak kerja sama (MOU) antara kedua belah pihak yang berlaku selama setahun. Setelah kontrak kerja sama selesai, baik PIDAS maupun Sinematografi sepakat untuk tidak meneruskan kerja sama. Dalam hal ini, saya pribadi menyerahkan seluruh keputusan kepada para pengurus tanpa melakukan intervensi.
Dari Liputan Pemilos Hingga Kerja Sama Rekan Media
Pemilihan calon ketua dan wakil ketua Pengurus OSIS pada Agustus 2014 lalu berhasil diabadikan dengan baik oleh PIDAS. Memang, tidak seluruh rangkaian berhasil didokumentasikan, tapi setidaknya ada inovasi baru yang berhasil dilakukan. Pada