Hai P-assengers! Kembali lagi dengan artikel aku Ersyaharani Dwilendra di Blog PIDAS 81 yang pastinya kece banget ini! Coba tebak aku hari ini mau ngebahas apa? Aku ceritain prolog-nya dulu yaa…
Jadi, di negara kita ini, yaitu tidak lain dan tidak bukan adalah Indonesia, terkenal sudah sampai mancanegara akan kebudayaannya yang begitu melimpah layaknya sumber daya alamnya. Bahkan, pada Sidang Umum UNESCO ke-39 tahun 2017 lalu, tidak bisa dipungkiri bahwa UNESCO mengakui bahwa Indonesia adalah negara dengan super-power bidang budaya. Waaahhh…hal ini tentu patut dibanggakan oleh semua warga negara Indonesia.
Nah, jadi bisa ditebak, kan, topik apa yang mau aku usung kali ini? Ya, topiknya adalah kebudayaan yang ada di Indonesia!!! Kenapa aku pilih topik ini? Kenapa nggak yang lain aja?
Itu karena aku adalah seseorang yang suka travelling, atau traveller. Nyambungnya dengan topik ini adalah, karena aku suka jelajah Indonesia, aku udah liat berbagai macam budaya yang berbeda-beda di berbagai daerah padahal dalam satu negara yaitu Indonesia. Disaat aku ngeliat berbagai macam budaya di Indonesia ini, walapun aku baru menjelajah sebagian kecil dari Indonesia. Aku sadar bahwa Indonesia itu besar dan kaya, bahkan saking berbeda dan banyaknya budaya-budaya Indonesia yang aku tau, aku bener-bener takjub dan kagum sampai-sampai aku merinding ketika aku mikirinnya. Aku berpikir bagaimana di setiap budaya di setiap daerah memiliki arti dan sejarahnya sendiri, dan itu semua baru terjadi di satu negara yaitu Indonesia.
Karena rasa kagum itu, aku jadi pingin memberi tau kepada P-assengers tentang kekayaan Indonesia yang satu ini, bahwa ternyata bukan kekayaan alam aja yang bisa jadi kebanggaan Indonesia, tapi juga dari segi sosialnya, yaitu kebudayaan.
Tapi, karena Indonesia ini punya berjuta-juta kebudayaan yang berbeda, maka aku cuma akan ngebahas kebudayaan di daerah kampung-ku yaitu Tulungagung, Jawa Timur. Mungkin Tulungagung ini tidak terlalu umum di telinga masyarakat umum, tapi sebenarnya, banyak loh destinasi wisata yang sangat menarik di Tulungagung, dan juga budayanya yang melimpah.
Salah satu budaya yang aku ingin bahas yaitu budaya Jaranan.
Pengertian
Nah, sebenarnya, apa sih Jaranan ini? Jadi, Jaranan adalah kesenian tari tradisional yang dimainkan oleh para penari dengan menaiki kuda tiruan yang tebuat dari anyaman bambu. Selain kaya akan nilai seni dan budaya, tarian ini juga sangat kental akan kesan magis dan nilai spiritual. Menurut pengalaman dan pengetahuanku, Jaranan ini sering sekali ditampilkan saat acara-acara besar seperti Tahun Baru, atau Ulang Tahun Kota Tulungagung. Jadi, Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Sejarah
Sejarah tentang Tari Jaranan ini memiliki beberapa versi cerita yang berbeda. Menurut salah satu cerita legenda yang berkembang di masyarakat, tarian ini menceritakan tentang pernikahan Klono Sewandono dengan Dewi Songgo Langit. Dan penari berkuda pada Tari Jaranan ini menggambarkan tentang rombongan prajurit yang mengiringi boyongan Dewi Songgo Langit dan Klono Sewandono dari Kediri menuju wangker. Tari Jaranan ini merupakan warisan nenek moyang yang masih tetap ada dan berkembang hingga sekarang.
Nah, sekarang aku akan cerita bagaimana asal muasal tarian ini,
“Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana diarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat Jawa Timur membuat kesenian Jaranan.”
Fyuh…..ternyata panjang juga ya, sejarahnya….
Sejarah kelam memang pernah menimpa kesenian jaranan. Kesenian ini dilarang tampil oleh pemerintah orde baru pada saat seusai pemberontakan PKI. Hal ini dikarenakan adanya isu yang menyatakan bahwa para seniman pelaku jaranan terlibat dalam organisasi internal PKI, padahal saat itu PKI dianggap sebagai musuh dan pengkhianat negara. Banyak diantara seniman jaranan yang ditangkat dan menjadi tahanan politik di masa itu. Beberapa diantaranya dibuang ke pulau buru. Akan tetapi kini kesenian ini sudah bebas dipentaskan. Bahkan departemen pariwisata dan industri kreatif memberikan apresiasi yang baik.
Pertunjukkan
Dalam pertunjukannya, Tari Jaranan ini dilakukan oleh sekelompok penari dengan pakaian prajurit dan menunggangi kuda kepang. Sambil menunggangi kuda tersebut mereka menari dengan gerakan yang dinamis dan selaras dengan music pengiringnya. Selain menari mereka juga memainkan kuda kepang dengan gerakan yang variatif. Dalam pertunjukan Tari Jaranan ini juga diiringi oleh berbagai music gamelan seperti kenong, kendang, gong dan lain – lain. Dalam pertunjukan Tari Jaranan ini sangat kental akan kesan magis dan nilai spiritualnya. Sehingga tidak jarang pada saat pertunjukan para penari mengalami trance atau kesurupan. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat jawa pada jaman dahulu akan roh – roh para leluhur. Sehingga masyarakat menjadikan Tari Jaranan ini sebagai alat komunikasi dengan leluhur mereka.
Jadi, saat sebelum pertunjukan Jaranan, para penonton mengelilingi area atraksi. Di babak pertama, biasanya muncul beberapa pria yang memasuki arena sambil membawa jaran kepang. Seperti seorang ksatria, mereka melenggang mirip ksatria dalam posisi siap melakukan atraksi di panggung. Di babak berikutnya, suara gamelan serta tabuhan menjadi semakin cepat, gangguan pun juga mulai datang. Dari cerita nenek moyang, mereka yang memiliki jiwa ksatria harus menang serta mengalahkan raksasa kemudian raksasa pun pulang.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, adanya keberadaan seni pertunjukan sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan selalu jadi tontonan wajib dalam sebuah acara-acara khusus seperti pesta rakyat, syukuran dan sebagainya. Di provinsi Jawa Timur, kesenian jaranan ini sejajar dengan kesenian oklik, reog dan yang lainnya. Biasanya pertunjukan Jaranan dilakukan di pinggiran jalan, pusat keramaian, halaman dan alam terbuka. Durasi pertunjukan berlangsung selama 2 hingga 8 jam serta sering dipakai sebagai pelengkap acara khitan atau pernikahan.
Selain untuk media hiburan, Jaranan ini juga menjadi tradisi leluhur yang mempunyai nilai pakemnya sendiri. Misalnya Jaranan Jowo, memiliki karakteristik sederhana dari mulai busana, musikal dan geraknya.
Aku pribadi pernah melihat pertunjukkan Jaranan ini, penampilannya sangatlah meriah dan disambut baik oleh masyarakat Tulungagung itu sendiri. Warna baju yang mencolok mata, aksesoris yang rumit, tabuhan gendang yang sangat gemuruh dan nyanyian merdu dari sepasang wanita dan pria sinden sangat membekas di memoriku.
Nah, sekian penjelasanku tentang budaya yang sangat unik dari Tulungagung yaitu Jaranan, semoga dengan pembuatan artikel ini, P-assengers bisa mendapat ilmu yang berguna dan semakin menghargai berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia, terima kasih sudah membaca artikel-ku sampai akhir dan sampai jumpa di artikel-ku selanjutnya!!!
(Daftar pustaka : http://www.negerikuindonesia.com/2015/08/tari-jaranan-kesenian-tradisional-dari.html ; https://www.berbagaireviews.com/2016/09/kesenian-tari-jaranan-dan-asal-usul.html )