Eksibisionisme yang ‘Nyeremin’

eksibisEksibisionisme mungkin kata yang sangat langka didengar oleh para awam seperti kita, umumnya pada remaja yang tidak tertarik mempelajari gangguan-gangguan psikologis. Namun, kita mungkin pernah mendengar kejadian yang berhubungan dengan eksibisionisme sekali atau dua kali.

Eksibisionisme adalah kegiatan mempertontonkan alat kelamin kepada siapa saja, bahkan kepada orang asing sekalipun. Seram, ya? Kenapa sih hal ini bisa terjadi?

Tentunya orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan tidak menyadari bahwa hal tersebut salah. Mereka menginginkan kepuasan pribadi dimana tidak memikirkan kerugian orang yang tidak sengaja ‘melihat’ alat kelamin si penderita.

Gangguan ini sudah ditemukan sejak zaman klasik, kegiatan ini dilakukan oleh para perempuan dengan tujuan untuk mempermalukan laki-laki yang memaksa mereka melakukan perbuatan tidak senonoh. Eksibisionisme pertama kali dinyatakan sebagai suatu gangguan jiwa pada jurnal ilmiah karya dokter dan psikolog Prancis, Charles Lasègue (1809–1883), pada tahun 1877. Kegiatan ini juga digolongkan ke dalam Parafilia.

Beberapa jenis kegiatan yang digolongkan sebagai kegiatan eksibisionisme adalah:

Anasirma: mengangkat rok ketika tidak mengenakan underpants.
Flashing: membuka sekilas anggota tubuh yang seharusnya tertutup.
Martimaklia: kegiatan yang dilakukan agar orang lain melihat kegiatan seksual yang sedang dilakukan.
Mooning: mempertontonkan bokong dengan cara mendodorkan celana dalam.
Streaking: berlari di tempat umum dengan kondisi telanjang bulat.
Kandaulisme: menelanjangi pasangan seksualnya di tempat umum.
Reflektoporn: menelanjangi diri sendiri dan mengambil foto atau video dengan menggunakan permukaan memantul, seperti cermin, kemudian mengunggah gambar tersebut ke media publik seperti internet.

Pernah terjadi kegiatan eksibisionisme di trotoar Monas, sekitar tahun 2007. Saat itu seorang bapak tua sedang berjalan di trotoar. Pakaiannya rapi dan cara berjalannya biasa saja. Namun tiap orang yang jalan melewati bapak itu, wajahnya bergidik dan menatap jijik. Bagaimana tidak, ternyata si bapak tersebut membuka resletingnya dan memperlihatkan alat kelaminnya. Setelah para wanita melewati si bapak dan berkata “Apaan sih itu orang?”, si bapak tersenyum puas.

Dapat disimpulkan bahwa orang itu menginginkan kepuasan tersendiri dari perbuatan yang ia lakukan. Ada lagi kejadian yang dialami seorang perempuan di bus kota, ketika ia hendak berpergian. Seorang pemuda yang duduk di sebelahnya tiba-tiba saja mengeluarkan dan menunjukkan alat kelaminnya. Ia kontan saja risih dan terpaksa pindah tempat duduk.

Kegiatan eksibisionisme yang cukup terkenal adalah yang terjadi di Stanford University, California. Para mahasiswa melakukan mooning sebagai bentuk protes sekaligus untuk memecahkan rekor mooning dengan pelaku terbanyak. Lucu sih, tapi seram juga kalau dilihat. Bayangkan melihat mahasiswa dari universitas terkenal melakukan perilaku eksibisionisme, rasanya aneh juga.

Banyak sekali kejadian eksibisionisme yang terjadi di Indonesia. Yang paling sering menjadi penyebab adalah latar belakang keluarga si penderita. Akibat dari ketidakpedulian orang tua yang menyebabkan si penderita mengalami kesepian, si penderita merasa rendah diri dan membutuhkan perhatian lebih dari orang lain.

Akibatnya, si penderita mulai mencari perhatian orang lain lewat kegiatan eksibisionisme. Penyebab lain adalah karena si penderita tidak biasa berinteraksi dengan lawan jenis, sehingga ia salah paham dalam melakukan interaksi dan malah berperilaku menyimpang.

Saya sendiri memiliki teman yang pernah menjadi korban perilaku ini. Dulu, di sekolah saya, tiap hari Jumat diadakan jogging bersama. Pada suatu hari, teman saya ini memutuskan untuk lewat jalan pintas, namun sialnya, ia malah berpapasan dengan laki-laki paruh baya yang sedang berdiri di dekat motor dan mimik wajahnya agak aneh.

Laki-laki itu berusaha terlihat ramah, ia memanggil teman saya untuk mendekat. Teman saya kontan mendekati laki-laki itu dan bertanya ada apa. Si laki-laki paruh baya itu tidak menjawab, melainkan menunjuk-nunjuk bagian alat kelaminnya yang ternyata sudah ia buka. Teman saya yang syok langsung berlari karena takut.

Kita mungkin tidak dapat mencegah eksibisionisme, karena kita sendiri pun tidak bisa menebak-nebak perilaku psikologis seseorang. Yang dapat kita lakukan hanya melapor apabila mengetahui ada perilaku tersebut di sekitar kita. Kita juga sudah sepatutnya berhati-hati apabila melihat ada orang mencurigakan yang mencoba mendekati kita. Jangan mudah percaya pada omongan orang asing, apalagi jika orang yang kita temui berada di lingkungan yang tidak kita kenal. Terakhir, jika kita berpergian ke tempat yang tidak kita kenal, usahakan tidak melewati jalan pintas yang sepi. Ini bisa menjadi kesempatan bagi orang asing yang berpikiran jahat kepada kita.

Demikian thought saya mengenai kegiatan pornografi yang sedang marak di Indonesia. Semoga perilaku seperti ini bisa semakin diminimilasir terutama di kota yang besar seperti di Jakarta. Cheers!

 

Winona Sheila Firdausya (nametag)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *