Demo Para Dokter? Haruskah?

Dokter merupakan pekerjaan yang mulia, sehari-hari dokter membantu orang orang yang kesakitan bahkan orang yang sedang bertarung dengan nyawanya. Banyak orang yang mengatakan bahwa menjadi dokter sangatlah menyenangkan, kenapa ? Karena mereka pikir tugas dokter sangatlah mudah, hanya memeriksa pasien dan memberikan obat lalu dokter itu akan mendapat uang dari setiap pasien yang berobat kepadanya. Tapi nyatanya? Menjadi dokter bukanlah hal yang mudah, mengapa? Pertama, menjadi dokter membutuhkan proses pembelajaran yang lama, tidak sembarangan. Kedua, tugas dokter adalah mengobati seseorang, seorang dokter tidak boleh asal mengobati seseorang, segala proses pengobatan harus dipikirkan dengan matang, karena nyawa adalah tanggungannya, jika pasien itu meninggal, siapa yang akan disalahkan pertama kali? Dokter. Disalahkan atas nyawa seseorang merupakan sesuatu yang sangat berat, padahal semua yang di dunia ini termasuk kematian seseorang sudah direncanakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Baru-baru ini ada banyak pengaduan atas malpraktik yang dilakukan oleh dokter, salah satunya adalah dokter Ayu, ia dianggap telah melakukan malpraktik, padahal menurut para pekerja medis, apa yang ia lakukan sudah sesuai dengan prosedur untuk menolong sang pasien, tapi apa daya pasien meninggal dunia. Keluarga menuntut dokter Ayu karena dianggap telah lalai terhadap pasiennya.

 

Kronologis kejadian menurut keluarga, saat itu pasien Fransiska Ayu (25), masuk ke Puskesmas di Bahu Kecamatan Malalayang jelang melahirkan. Tanda-tanda melahirkan terlihat pukul 04.00 WITA, riwayat melahirkan dengan cara divakum pada anak pertamanya. “Kami tiba pukul 07.00 WITA, lalu dimasukkan ke ruangan Irdo,” kata Yulin kepada detikcom, Senin (25/11/2013) malam.Karena hasil pemeriksaan terjadi penurunan pembukaan hingga 6 cm, pagi itu Fransiska lalu diarahkan ke ruang bersalin. Yulin lalu mengatakan, saat itulah seakan terjadi pembiaran terhadap anaknya, karena terkesan mengulur waktu menunggu persalinan normal.“Padahal anak saya harus dioperasi karena air ketuban sudah pecah dan kondisinya sudah lemah,” terangnya.Hingga malam hari sekitar pukul 20.00 WITA, tindakan melakukan operasi baru dilakukan dr. Ayu dan dua rekannya. Keluarga pun bolak-balik ruang operasi dan apotek untuk membeli obat. Dengan kondisi tidak membawa uang cukup, tawar-menawar obat dan peralatan terjadi.“Bahkan saya coba menjamin kalung emas yang saya pakai, sambil menunggu uang yang masih dalam perjalanan, tapi tetap tidak dihiraukan. Operasi pun akhirnya mengalami penundaan,” beber Yulin. Lanjutnya, pada pukul 22.00 WITA, uang dari adiknya pun tiba. Jumlahnya pun tidak mencukupi seperti permintaan pihak rumah sakit. Setelah bermohon berulang kali, operasi kemudian dilaksanakan. 15 menit kemudian, dokter keluar membawa bayi dan memberi kabar anaknya dalam keadaan sehat. Tapi hanya berselang 20 sampai 30 menit kemudian, dokter bawa kabar lagi kalau anaknya sudah meninggal dunia.“Kami kecewa terjadi pembiaran selama 15 jam terhadap anak saya. Kenapa tindakan operasi baru dilakukan setelah kondisi anak saya sudah menderita dan tidak berdaya?” tandasnya.“Ini jelas ada kesalahan yang dilakukan dokter, itu makanya kami keluarga melaporkan ke polisi,” tambah Yulin.

 

Akhirnya keluarga membawa kasus tersebut ke ranah hukum, dan dokter Ayu dan kedua rekannya harus dipenjara selama 10 bulan setelah Mahkamah Agung menyatakan mereka bersalah. Dengan dipenjaranya dokter Ayu, menyebabkan dokter-dokter di Indonesia panas, dan menuntut keadilan pada petinggi hukum untuk membatalkan putusannya atas dipenjarakannya dokter Ayu dan kedua rekannya. Para dokter di Indonesia melakukan aksi demo dan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes kepada Mahkamah Agung dan sebagai bentuk soladaritas rekan sejawat. Para dokter di Indonesia melakukan aksi ini atas dasar karena mereka menganggap apa yang dilakukan dokter Ayu telah sesuai dengan prosedur dan kode etik kedokteran.

 

Namun, aksi protes “stop kriminalisasi dokter” dan mogok kerja ini menuai kontra. Banyak masyarakat yang kesal karena adanya aksi mogok kerja tersebut. Jika dokter melakukan aksi mogok kerja bukankah sama saja dengan menelantarkan pasien? Yang berarti bahwa hal tersebut juga merupakan malpraktik. Sebenarnya solidaritas bukanlah sesuatu yang salah, tetapi solidaritas dengan aksi mogok kerja melanggar kode etik kedokteran karena menghalangi pasien yang ingin berobat, hal ini dapat menyebabkan malapetak. Pertama, bisa saja dokter yang ikut dalam demo akan diberi sanksi hukum dan kedua, aksi ini dapat menghilangkan nyawa seseorang, dikarenakan tidak adanya dokter yang melayani pasien dalam kondisi kritis. Seharusnya dokter bersikap professional dalam hal ini, tidak perlu sampai turun ke jalanan, bisa saja Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengirimkan surat protes dengan argumentasi hukum dan medis yang mereka anggap benar tanpa perlu adanya aksi demo.

 

Menurut saya, demo para dokter hanya menurunkan martabat seorang dokter di mata orang-orang, dan menelantarkan pasien dengan aksi mogok kerja merupakan suatu kesalahan yang besar. Bagaimana pun keadaan dokter, seharusnya mereka tetap melayani pasien dengan professional. Siapa yang akan menolong seseorang yang sakit selain dokter?

 

Saya berharap semoga kedokteran Indonesia semakin maju, selalu professional, dan melayani pasien dengan tulus, dan semoga hal hal seperti malpraktik dan sebagainya tidak terjadi kembali.

 

Shabrina Asmarani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *