Bukan Sekedar Asap

Lihatlah ! Api memakan kayu. Mengubah dunia menjadi abu. Ketika asap penuhi langitmu . Rasakanlah ! Sedih dan marah menjadi satu. Terasa sakit di paru-paru. Gambar muncul satu persatu. Tangisan bayi di dekapan si ibu. “Ada apa disana ?” tanya nya. “Masa depan ku dimana ?” tanya nya.  “Buram !” teriaknya. Semakin sesak dadamu. Semakin geram hatiku. Tangan ini ingin membantu. Namun aku hanyalah aku. Seorang anak dibalik layar.  Aku membaca aku melihat . Maka,  akan kukatakan yang aku tahu

Kali ini saya akan membahas sesuatu yang akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan  , kondisi yang bisa kita katakan, mengenaskan, di suatu wilayah di Indonesia ini. Ya, Asap. Tapi jangan salah. Ini bukan sekedar asap. Asap ini adalah asap yang berasal dari kebakaran hutan di Riau. Kebakaran hutan yang melanda di di daerah ini disebabkan oleh suhu yang terlalu panas, juga karena adanya pembakaran yang dilakukan oleh suatu pihak, begitulah yang disiarkan media. Bahkan sudah terdapat 155 titik api yang tersebar. Dan Pemerintah Riau telah menyatakan kondisi darurat bencana kabut asap.

Kabut asap ini memicu kerugian di beberapa pihak. Seperti pada pihak transportasi dan pengiriman. Bagaimana tidak ? Kabut asap yang makin menebal ini membuat jarak pandang hanya 100 meter. tentu perjalanan akan membahayakan. tidak hanya perjalanan darat, kabut asap ini juga melupuhkan beberapa penerbangan yang ada. Akhirnya, penyedia jasa penerbangan mengalami penurunan pendapatan.

Belum lagi, adanya pemadaman listrik secara berulang. Dalam sehari, listrik dapat mati sampai tiga kali. Coba bayangkan . beberapa kegiatan pun tertunda. seperti mencuci, menyetrika, dan karena lampu juga mati, selain para orang dewasa tidak bisa bekerja, anak-anak pun sulit belajar karena kurangnya cahaya. Matinya listrik juga menyebabkan AC tidak dapet dinyalakan, padahal dengan adanya asap, udara segar sangat dibutuhkan.

Selain itu, kabut asap ini merugikan di bidang kesehatan. Jumlah penderita ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut terus meningkat tajam. Polusi yang ada menyebabkan kadar oksigen berkurang. tapi masyarakat tentu masih butuh bernafas. Namun ketika bernapas, asap panas akan terhirup. Sangat berbahaya bagi paru-paru jika terkena asap panas yang juga membaya serbuk tajam hasil pembakaran hutan. Bahkan beberapa balita dilaporkan meninggal dunia karena ISPA. Dan juga, jika asap ini terhirup, di duga dapat menyebabkan penyakit jantung bawaan. Sebagai contoh, merokok saja dapat membahayakan jantung. Apalagi jika asap yang lebih parah terhirup secara terus menerus. Masyarakat dihimbau untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, sekalipun mereka telah mengenakan masker.

Rupanya, dampak dari asap ini tidak hanya pada Indonesia,loh. Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga terkena dampaknya. Asap dari Riau yang terbawa angin memasuki wilayah Malaysia. Singapura mulai terkepung asap. Asap kiriman itu membuat warga Singapur diminta mengurangi aktivitas di luar rumah untuk mencegah terjadi penyakit pernapasan. Bau asap juga tercium tidak enak. Dampak asap juga terasa ke mata dan kulit. Tidak hanya itu, seperti yang kita ketahui bersama bahwa Singapura merupakan salah satu negara yang banyak dikunjungi wisatawan. karena adanya asap bawaan ini, terjadi pengurangan jumlah pengunjung. Nah, segala kerugian yang dialami Singapura membuat negara ini menggugat perusahaan Indonesia. Mereka juga marah karena asap ini membuat mereka mnutup beberapa sekolah dasar. Bahkan salah satu petinggi singapura dikabarkan mengatakan bahwa pejabat Indonesia “tidak punya rasa malu dan rasa tanggung jawab”. Wah !

melawan asap

Masyarakat Indonesia sangat berempati terhadap kondisi ini. Di sosial media, mulai banyak kata-kata dukungan yang diakhiri dengan ” #melawanasap “. tidak sedikit pula di tampilkan foto-foto kondisi riau yang dipenuhi oleh asap. Masyarakat juga menuliskan berbagai hal di akun sosial media mereka. Dari menulis doa-doa, sampai yang mengeluh, bahkan melemparkan sindiran kepada pihak tertentu. Media juga tidak mau kalah dalam menyiarkan berbagai berita mengenai kejadian ini. Tapi, tiap media pasti ada perbedaan. ada yang mengatakan bahwa kabut asap sudah semakin surut, tapi ada juga yang mengatakan bahwa kabut asap memburuk. Tidak hanya itu, hati masyarakat terasa tercabik jika melihat video-video kondisi para balita disana. Balita yang paru-parunya sampai mengeluarkan cairan hitam , bahkan balita yang meninggal. Tapi beberapa pihak juga mengatakan bahwa berita-berita itu tidak nyata.

Bagaimana dengan cara mengakhiri “bencana” ini ? Beberapa pemadam kebaran telah berusaha memadamkan api yang ada dari hasil kebakaran hutan. Bantuan dari negara-negara juga telah berdatangan. Masyarakat sangat mengharapkan datangnya hujan. Tumpahan air dari langit itu tentu dapat membantu meredakan kebakaran. Warga beragama pun telah berdoa menurut kepercayaan masing masing untuk meminta hujan. contohnya Salat Istisqo yang dilaksanakan warga muslim SMAN 81 Jakarta.

Sekarang bagaimana ? Sering kita dengar bahwa banyak masyarakat yang menyalahkan pemerintah. Apakah asap ini salah pemerintah atau bukan ? Tapi kondisi ini telah membuat masyarakat Riau dan sekitarnya kehilangan hak mendapat lingkungan yang sehat. Massa telah berdemo meminta agar segara dilakukan evakuasi. namun masih ada saja yang mengatakan bahwa bencana ini belum berskala nasional. Hal ini menyulut api dari hati masyarakat. Pertanyaan yang mengikuti hal ini adalah “Sekarang apa ?”

Apakah kita akan menunggu api terus menjalar membakar seluruh hutan yang ada dan pada akhirnya asap akan sampai pada kita yang tinggal di Jakarta ? Saya -dan sepertinya kita semua, tidak mau dan tidak mampu menghadapi hal serupa. Betapa perjuangan mereka yang disana sangat patut dihargai. Namun seperti yang diajarkan pada kita, “Tuhan tidak memberi cobaan kepada umatnya melebihi batas kemampuannya”. dan di akhir setiap hujan, pasti ada pelangi. Di balik setiap cobaan, pasti ada makna yang berarti. Di mana ada harapan, kebahagiaan yang menanti. Dan dari segala yang saya tuliskan, waktunya saya akhiri.

Sumber :

Detik.com

Kompas. Com

CNNIndonesia.com

Syaharani Fatiya Rizka Utami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *