Hola P-assangers!!! Ketemu lagi di tulisan gue yang kali ini nih! Update ya, dari tulisan yang lalu gue masih di kelas 11 cuma, udah mepet nih mau naik ke kelas 12 beberapa bulan lagi. Duh, ngeliat kakak kakak helios kok gue jadi mikirin nanti masa-masa kelas 12 gue gimana. Yah nanti aja lah ya jalanin aja dulu ya kan. Tema gue kali ini apa sih, sekarang gue mau bikin artikel tentang apa? Di artikel yang kali ini, gue mau membahas tentang gue. Hehe, ya maksudnya tentang diri sendiri gitu. Dengan topik, Siapa sih Gue? Yuk, mulai.
Kalo di tanya sama orang kayak gini, “Cut, menurut lo, lo tuh siapa sih?” To be honest, gue sendiri masih mikir panjang untuk jawab satu pertanyaan singkat nan tajam itu. Kalian jangan bilang, gimana sih udah gede tapi jawab yang kayak gitu aja masih nggak bisa. Hellow? gue juga masih berada di usia yang tergolong muda kali, masih stuck di masa-masa dimana kita mencari jati diri. Yah kasarnya sih masih abg-abg labil gitu deh. Apaan tuh labil? Menurut wikipedia, Labil adalah kondisi di saat seseorang mudah berubah keadaan perasaan dan kejiwaannya, dari sedih berubah menjadi marah, sering marah-marah dikarenakan sesuatu yang tidak jelas, dan sikap-sikap lainnya. Sifat labil ini biasanya dimiliki oleh anak yang tergolong muda. Tuh, kan biasanya dimiliki anak muda, macem gue wkwk. Biasa lah, remaja remaja yang penuh drama, suka nggak rasional tanpa alasan yang jelas. Dan gue tau, bukan cuma gue doang yang pernah mengalami hal ini, banyak, dan menurut gue setiap orang pernah ataupun akan menjalani fase hidup seperti ini.
Balik lagi sama pertanyaan awal, pertanyaan yang menanyakan diri siapa sebenarnya diri gue sendiri itu. Sekilas, gue mikir, ya gue Cut Rana Lathifa Dinar anak bocah SMA, yang umurnya 17 taun dan baru punya ktp, terus hari Rabu besok mau nyoblos. Tapi itu kan, gue yang sekarang. Siapa tau tahun depan gue berubah jadi anak jenius penemu mobil terbang. Jadi gue mikir itu bukan hal yang pasti dan umum. Juga nggak mendeskripsikan gue secara mendalam. Menurut gue sih gitu. Kan namanya opini ya gapapa kan. Terus, spesifiknya gue tuh yang kayak gimana sih? Ndak tau. Bahkan, untuk nantinya gue gede mau jadi apa pun gue masih bingung. Gue masih antara yakin dan nggak yakin akan banyak hal. Sampe kadang, gue suka iri sama temen-temen gue yang udah bisa nentuin, mereka nanti lulus SMA mau kuliah di ini itu, S1 nya ini, S2 keluar negeri, nikah terus punya anak, bikin usaha dan tralala lala lainnya.
Sebenarnya, gue juga punya rencana kayak gitu. Istilahnya, semacam target gue di masa depan dalam jangka panjang. Tapi, gue sendiri masih nggak yakin dan malah ragu-ragu sama semua hal yang udah gue rencanain. Apa memang itu yang sebenarnya gue mau? Kalimat yang selalu terngiang di pikiran gue.
Berdasarkan hal ini, seperti tersimpulkan seakan gue adalah seorang yang kurang yakin dan kurang percaya diri dengan segala keputusan yang gue buat. Dengan kata lain, gue merasa gue merupakan seseorang yang suck at decisions. Dan gue tentunya menolak dengan sangat anggapan ini. Gue nggak mau dipandang sebagai orang yang demikian. Gue mau dianggap sebagai orang yang hebat, yang bisa terus berusaha untuk menutupi segala kekurangan yang dimiliki dengan kelebihan-kelebihannya. No one’s perfect, right?
Mama gue bilang, nggak apa-apa sulit untuk menentukan keputusan, semua orang mengalaminya. Buat kekurangan yang kamu punya jadi kelebihanmu, yang penting tetap jadi diri sendiri dan terus introspeksi diri—duh pengen nangis kalo denger yang mama bilang waktu itu. Dan sekarang gue terus berdoa, berpegang kepada Tuhan, supaya gue bisa menjalani hasil-hasil dari keputusan yang udah gue buat dengan baik. Dampak yang baik maupun buruknya.
Berhubungan dengan kalimat mama, ‘menjadi diri sendiri’, sering nggak sih dengar kalimat “ingin menjadi diri sendiri.”? atau bahkan kita ucapkan karena merasa hal yang kita lakukan sangat tidak nyaman, tetapi apakah sebenarnya arti dari kalimat ini? Menurut gue, banyak orang, tentunya termasuk gue yang juga mengucapkan kalimat ini seakan tahu bagaimana diri kita sendiri, bagaimana sifat asli kita. Apakah kebiasaan-kebiasaan yang diterima dari lingkungan dan telah membentuk pribadi kita disebut dengan diri sendiri? Dan gue yakin masih banyak definisi-definisi lainnya mengenai itu.
“Kalau kita memang hanya mau jadi diri sendiri, memangnya diri kita yang sekarang itu seperti apa?” Ketika gue melihat kalimat pertanyaan ini di sebuah artikel yang maaf tapi gue nggak ingat dimana persisnya, sangat amat menampar gue telak, P-assangers. Pertanyaan ini mengingatkan gue dengan potongan ujung kalimat mama gue sebelumnya, yaitu ‘terus berintrospeksi terhadap diri sendiri’. Maksudnya gimana? Simak, opini gue yaaa.
Pengertian menjadi diri sendiri sering dipahami sebagai sebuah penerimaan atas kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Itu saja. Tanpa disertai upaya lain seperti berusaha memperbaiki kekurangan dan mempertahankan kelebihan diri sendirinya itu. Yang menurut gue, padahal itu merupakan salah satu poin terbesar dari kalimat ‘menjadi diri sendiri’. Menjadi diri sendiri memang penting, tapi hanya dalam batasan sifat dan perilaku terpuji yang kita miliki. Karena jangan sampai kemenjadian diri kita sendiri itu tak lebih dari sekadar sebuah pembelaan atas perilaku buruk yang kita lakukan. Nggak ada orang yang benar-benar bisa menjadi dirinya sendiri. Pasti ada pengaruh dari luar yang turut membentuk perilaku dan karakter seseorang, dan sekali lagi, ingat, no one’s perfect, okay. Sehingga kita perlu mengadopsi-adopsi diri yang lain untuk dipadukan menjadi bagian diri sendiri untuk membawa ke pribadi diri kita sendiri menjadi yang lebih baik.
So, jangan salah kaprah sama kalimat “Be Yourself” ya, P-assangers, karena bagi gue, maksudnya dari kalimat tersebut adalah,
“Be your best imperfect version of yourself”
Sudahi disini dulu ya, P-assangers!
Thank you and see u in the next article!