Mungkin kalian sudah dengar mengenai isu Program Bela Negara? Nah, kali ini akan dibahas seputar Program Bela Negara yang beberapa minggu belakangan ini sedang heboh-hebohnya.
Apa tuh, Program Bela Negara?
Bela negara sendiri adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut.
Kalau di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol, dan Inggris bela negara direalisasikan dengan adanya pelatihan militer.
Apa hubungannya dengan Indonesia?
Jadi kabarnya, beberapa minggu lalu Kementrian Pertahanan Republik Indonesia memberikan berita yang cukup membuat masyarakat heboh dan bertanya-tanya. Beliau membuat perencanaan program besar, yaitu Bela Negara.
Program ini diberlakukan bagi warga Negara Indonesia dari anak-anak berpendidikan TK sampai orangtua berumur 50 tahun. Jumlah pesertanya ditargetkan 100 juta orang dalam waktu 10 tahun.
“Ada pendidikan kewarganegaraan, ada pelatihan dasar militer wajib, menjadi TNI, dan pelatihan sesuai profesi masing-masing,” ujar M.Faisal, Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama TNI pada Tempo edisi 13 Oktober 2015.
Pelatihan bela Negara ini akan diselenggarakan oleh satuan-satuan pendidikan TNI seperti resimen induk daerah militer, yang para peserta pelatihan bela Negara ini akan diinapkan di suatu asrama selama 30 hari.
Nah, dari pernyataan-pernyataan dan informasi mengenai Program Bela Negara yang isunya bersifat wajib ini, otomatis mengundang banyak perdebatan Pro-Kontra Program Bela Negara.
Apakah sama dengan wajib militer?
Nah, ini dia yang diperdebatkan masyarakat. Apakah Indonesia meniru Negara lain yang melaksanakan wajib militer? Padahal kan, tingkat pengetahuan, skill, dan pengalaman masyarakat Indonesia dengan Negara-negara lain itu berbeda. Masa iya mau disamakan?
Memang dari informasi yang telah tersebarluas dan teknisnya, program ini sangat terkait erat dengna wajib militer, namun ternyata Kementrian Pertahanan menyatakan bahwa program bela Negara ini tidak sama dengan wajib militer. Bahkan sama sekali tidak mengacu pada pelatihan ala militer.
“Enggak ada saya ngomong wajib militer. Wajib militer ngapain? Wajib militer kan latihan militer, ini kan enggak. Mengubah otak supaya bangga kepada negara ini, apa enggak boleh? Kan harus itu!” Kata Ryamizard Ryacudu, Menteri Pertahanan RI di Kompas, 20 Oktober 2015.
Dari situ jelas Beliau menolak pendapat bahwa program bela Negara sama dengan wajib militer.
Menurut Timbul Siahaan, Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementrian Pertahanan, program bela Negara ini memiliki materi yang dibagi 2, yaitu teori dan lapangan. Yang katanya akan lebih banyak berupa teori daripada praktek lapangan. Materi tersebut akan diisi dengan pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, dan sebagainya, sedangkan praktek lapangan akan dilakukan kegiatan outbond dan kegiataan luar ruangan lainnya. Untuk pengisi acara, akan melibatkan TNI dan kalangan warga sipil profesional sesuai bidangnya masing-masing.
Setelah mendengar penjelasan-penjelasan tersebut, memang mungkin program bela Negara berbeda dengan wajib militer.
Memang mungkin, berdasarkan Undang-undang, pemerintah berhak menjalankan program bela Negara ini dari dasar segi hukum. Selain itu, berdasarkan penjelasan Kementrian Pertahanan, sepertinya benar-benar ditekankan bahwa program bela Negara ini sama sekali tidak mengacu pada wajib militer yang pelatihannya terkenal keras dan bersifat militer. Kalau iya materi yang diterapkan mayoritas teori dan menjelaskan pendidikan kewarganegaraan, maka akan berdampak baik bagi masyarakat dengan lebih memupuk rasa cinta tanah air.
Tapi apakah iya itu menutup kemungkinan bahwa penerapannya benar-benar non-militer dan menjauh dari kegiatan pelatihan fisik ala militer? Bagaimana dengan jangka umur yang diwajibkan untuk ikut program bela Negara ini? Selain itu, jumlah 100 juta dalam 10 tahun itu jelas bukanlah jumlah yang sedikit, loh. Belum lagi dana yang diperlukan untuk program ini. Lahan yang diperlukan, konsumsi, sumber daya manusianya, waktunya?
Saat ini saja, isunya Indonesia masih kekurangan dana triliunan rupiah untuk biaya alat perang. Belum lagi untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat yang kekurangan. Asap di Riau? Belum juga terurus benar. Biaya untuk 833 ribu orang per bulan ini tidak harus terpakai untuk pelatihan program bela Negara. Kenapa tidak dipakai untuk kekurangan-kekurangan lainnya yang belum juga terurus sejak dulu?
Jangan lupa juga, tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat Indonesia belum semaju Negara lain. Apa yakin mau diperlakukan sama dengan Negara lain? Walau memang sudah ditekankan berbeda dan tidak meniru wajib militer, ya.
Jika benar pernyataan mengenai komposisi lebih banyaknya teori daripada praktek lapangan dengan skala 80 banding 20, sepertinya kurang tepat kalau program ini diselenggarakan oleh Kementrian Pertahanan dan TNI.
Tapi, ya, ini hanya pendapat. Bagaimana dengan yang lain? Pro? Kontra?