Halo P-assengers! Balik lagi nih sama aku, tapi kali ini aku mau cerita tentang diriku. Dibaca sampai selesai yaa biar P-assengers bisa kenal aku lebih dalam.
Banyak orang yang bilang first impression mereka terhadap aku tuh aku orangnya pendiem banget, kadang kadang juga suka judes mukanya. Sebenernya first impressionnya nggak salah tapi nggak bener juga sih. Memang terbukti dari beberapa tes iq yang pernah aku ikutin aku tergolong introvert. Tapi P-assengers semua perlu inget, nggak selamanya orang introvert itu pendiem dan nggak selamanya orang ekstrovert itu gabisa diem. Aku itu tergolong orang yang kalau baru pertama ketemu pasti susah terbuka dan kadang susah cari topik pembicaraan makanya orang lain bisa berfikir aku itu pendiem. Tapi beda lagi ceritanya kalau aku udah kenal baik orang itu dan aku udah terbuka, aku bisa dibilang jadi banyak ngomong dan suka bercanda. Tapi faktor itu nggak bisa membuktikan kalau aku ambivert sih, aku tetap setuju kalau aku memang introvert.
Bagi P-assengers yang belum tau kepribadian aku kayak gimana, aku mau cerita nih kenapa sih aku bisa jadi Fara yang sekarang.
Aku lahir dan besar sebagai satu satunya anak perempuan yang diapit sama kakak dan adik laki-laki, dan itu tuh rasanya luar biasa nyiksa. Pasti P-assengers yang in the same boat sama aku bisa relate kan. Nah, semua itu berawal bahkan dari aku kecil. Sejak kecil, aku selalu diminta buat pengertian sama adikku dan juga menghormati kakak aku. Tentunya hal yang seperti itu bisa bikin aku ngerasa sangat sedih dan nggak adil karena yang aku lakukan itu terus menerus ngalah.
Seperti salah satu contohnya, kalau adikku membuat kesalahan dan aku ingetin dengan nada yang menurut orang tuaku terdengar marah pastinya selalu berakhir dengan aku yang disalahkan. Dan juga kalau aku dan kakakku sedang berdebat karena pertengkaran yang dimulai oleh kakakku dan terdengar oleh orang tuaku, pasti aku lagi yang dinasehati karena dianggap melawan kakakku.
Belum selesai sampai situ, ketika asisten rumah tangga sedang tidak ada di rumah, pastinya aku yang menjadi tumbal. Aku yang mengerjakan sebagian besar tugas rumah. Walaupun kita udah bagi – bagi tugas dengan adil pun, saudaraku tentunya nggak akan menyelesaikan semua tugasnya dan pada akhirnya melimpahkannya padaku dengan alasan bahwa akulah yang perempuan yang mana berarti aku harus terbiasa ngerjain pekerjaan rumah. Tentunya masih banyak cerita keluh kesah yang menceritakannya saja bisa bikin aku kembali kesal dengan saudaraku
Tetapi ada kalanya tinggal bersama banyak laki laki tidak terasa buruk. Aku menjadi lebih berani, bertanggung jawab, dan juga lebih kompetitif. Terkadang sifat kompetitif itu dapat muncul saat aku menginginkan perhatian kedua orang tuaku lebih dari perhatian yang diberikan kepada saudaraku. Terkadang caraku untuk mendapatkannya bisa bersifat negatif dan juga positif. Dulu aku masih bersifat sangat polos dan selalu ingin bisa melakukan apa yang kakakku bisa lakukan agar mendapat pujian dan juga perhatian orangtua ku.
Suatu saat aku terjebak dalam kondisi dimana aku merasa dengan menjadi orang yang diharapkan oleh orang lain aku bisa mendapat perhatiannya. Aku yang masih kecil pun mencoba metode tersebut sampai akhirnya aku tersesat dan nggak tahu manakah diriku yang sebenarnya.
Tanpa aku sadari hingga saat ini pun aku masih merasa harus menjadi anak yang pintar secara akademik dan juga non-akademik untuk mendapatkan perhatian penuh dari orang orang yang tersayang yaitu keluargaku. Ada kalanya aku merasa lelah dan aku bertanya pada diriku sendiri “Apakah itu yang aku inginkan ?” dan juga “Apakah aku harus melakukannya untuk mendapat pujian ?” Tetapi saat aku tengah mempertanyakan hal – hal tersebut aku berhasil mendapat perhatian orang tuaku sesuai dengan keinginanku, sehingga membuatku merasa apa yang sedang aku lakukan benar.
Seiring berjalannya waktu dan sampai pada umurku yang menginjak tahun ke-16 aku pun menyadari nggak selamanya apa yang diinginkan orang lain bisa sesuai dengan keinginanku. Aku yang sebelumnya nggak mampu dan juga nggak berani mengekspresikan perasaanku kini sudah dapat mengekspresikan apa yang sedang aku rasakan tanpa memperhatikan seperti apakah orang lain dalam dunia sosial ini akan melihatku. Hal tersebut merupakan salah satu contoh yang membuktikan bahwa aku dapat mengubah diriku menjadi lebih baik bersamaan dengan waktu.
Satu hal yang selalu muncul dalam pikiranku ketika aku sedang sendiri adalah, “Siapakah aku ?” Hingga saat ini pun aku belum bisa menjawabnya dengan baik. Mengingat mengapa aku bisa memiliki kepribadian seperti ini aku pun menyadari bahwa lingkungan sosial merupakan penentu kepribadian paling utama. Seperti halnya kehidupanku pada saat kecil yang sudah aku ceritakan, aku pun tumbuh menjadi diriku yang sekarang karena masalah – masalah kecil yang mendesakku pada saat itu. Semakin dewasa seseorang, seharusnya kita dapat mengevaluasi diri kita masing masing dan juga mengubah segala kebiasaan buruk yang dimiliki. Mulai lah dengan membuat harapan mengenai “Ingin menjadi orang seperti apakah aku nanti”. Aku sendiri selalu ingin menjadi seseorang yang jujur, penyabar, bijaksana dan masih banyak lagi. Dengan harapan itu aku akan berusaha menjadi Fara yang aku inginkan.
Satu keinginan yang aku tanamkan dalam hati, yaitu aku ingin dimasa yang akan datang jika aku kembali bertanya “siapakah aku?”, aku dapat menjawab dengan bangganya harapan – harapan yang telah aku panjatkan dimasa lalu.
Cukup sekian artikel aku kali ini, Semoga P-assengers semua bisa dapet pesan moral dari cerita aku kali ini. Sampai jumpa di artikel aku yang selanjutnya yaa P-assengers