A YOUTH OATH FROM MILLENIALS

Halo! Gak terasa yaa, udah bulan Oktober yang berarti ada suatu peristiwa penting yang berdampak pada sejarah negara Indonesia ini. Kira-kira apa tuhh?

Tapi sebelumnya, yuk kita baca teks di bawah ini!

Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Nah, setelah membaca teks tersebut. Kira-kira kalian udah ada gambaran belum tentang peristiwa penting yang terjadi di bulan Oktober ini? Yup! Hari Sumpah Pemuda! Setelah hasil diskusi pemuda-pemudi Indonesia pada Kongres Pemuda II, Sumpah Pemuda pun dikeluarkan yang kemudian menjadi tonggak sejarah pergerakan pemuda-pemudi Indonesia dalam memerdekakan Indonesia.

Tapi sebenarnya inti dari Sumpah Pemuda itu sendiri masih bisa dirasakan gak sih, sama generasi muda jaman sekarang?

Seperti yang kita tahu, di jaman yang serba modern ini banyak kemudahan yang diberikan karena adanya teknologi serba instan. Karena kemudahan itu lah, justru generasi muda jaman sekarang cenderung tenggelam sama dunianya sendiri dan gak pedulian alias individualistis.

Padahal kenyatannya, teknologi tersebut seharusnya digunakan dengan bijak untuk saling membantu dan menyebarkan berita yang baik. Millenials, itu lah sebutan bagi generasi muda jaman sekarang yang kecenderungannya bergantung pada gadget. Generasi yang banyak diberi kemudahan tapi terlalu sering mengeluh (haha).

Seharusnya, kita sebagai generasi muda Indonesia terus merasakan dan melestarikan semangat pemuda-pemudi yang tertera pada Sumpah Pemuda’28. Bersatu dalam keberagaman, berbahasa yang baik dan benar, juga yang paling penting adalah menanamkan jiwa nasionalisme dan cinta tanah air karena rasa persatuan dan kemanusiaan. Karena apa? Soekarno pernah berkata “Nasionalis yang sedjati, jang nasionalismenya itu bukan timbul semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasionalisme barat akan tetapi timbul dari rasa tjinta akan manusia dan kemanusiaan”.

Jadi sebelum kita menjadi Agent of Change abad ini, kita harus menanamkan prinsip tersebut terlebih dahulu. Untuk mengubah negara Indonesia menjadi lebih baik, tentunya dibutuhkan masyarakat yang percaya akan perubahan ke arah positif dan mental anti-galau yang kebanyakan millenials terjangkit oleh hal ini. Juga sikap drama dan gampang percaya akan berita hoax. Tentunya hal ini harus diubah terutama untuk para remaja yang nantinya akan melanjutkan semangat nasionalisme ini.

Tapi gimana caranya, sih? Untuk mengubahnya kita harus ubah sudut pandang dulu, guys! Pertama, ketika melihat berita koreksi dua kali dulu baru percaya. Jadi, misalkan ada berita hoax yang tersebar di media kita sudah bisa cermat mempercayainya. Dan udah tau ciri-ciri berita bohong dan berita benar. Kedua, ubah kebiasaan galau dan perkuat mentalitas diri. Lho, buat apa? Galau yang berkepanjangan itu gak baik buat kesehatan mental, loh! Ujung-ujungnya cuma buat kamu depresi sendirian dan gak melakukan sesuatu yang produktif. Dan juga kita harus menguatkan mentalitas diri kita agar tidak gampang terbawa arus oleh dampak perkembangan zaman di sisi negatif.

Juga rasa apresiasi terhadap bangsa sendiri. Karena arus globalisasi sekarang, banyak terutamanya remaja Indonesia yang berpikiran bahwa budaya khas Indonesia itu ‘kuno’ dan ‘gak banget’. Padahal kenyataannya, budaya Indonesia itu sudah mendunia dan berada di tingkat internasional. Contohnya seperti wayang, angklung, dan berbagai macam seni tari di seluruh penjuru Indonesia. Tapi, giliran kebudayaan tersebut diklaim menjadi milik negara asing baru deh! Langsung koar-koar di media sosial mereka. Seperti kutipan “kau tidak tau betapa berharga yang engkau miliki sebelum hal itu hilang darimu”. Terkesan melebihkan? Enggak juga. Karena emang pada kenyataannya warga Indonesia minim rasa apresiasi.

Terkadang hal-hal kecil seperti itu yang dapat merusak bangsa kita. Terlihat sepele tapi dapat berdampak besar pada kehidupan kenegaraan. Hal ini dapat dikaitkan dengan moralitas pemuda-pemudi bangsa yang jaman sekarang terlalu menyepelekan hal-hal kecil karena sudah ada kemudahan teknologi. Seharusnya kemudahan teknologi digunakan untuk lebih mengapresiasi hal-hal kecil dan membantu membagikan info-info seputar apa yang terjadi di bangsa ini.

Contohnya seperti membagikan info bencana alam yang terjadi di sabang sana, lalu minimnya infrastruktur di wilayah terpencil sehingga info-info tersebut dapat sampai ke pihak yang dapat membantu. Juga bisa mengubah sudut pandang orang-orang yang sebelumnya hanya memikirkan dirinya sendiri. Intinya bergotong-royong untuk membantu deh! Dengan penduduk Indonesia yang berjumlah 250+juta jiwa ini seharusnya kita menjadi bangsa yang tidak tergoyahkan kekuatannya. Tetapi kekuatan tersebut harus dimulai dari diri sendiri! Karena tanpa adanya kemauan yang kuat kita akan tercerai-berai dengan gampang. Seperti salah satu pepatah “Bersatu kita teguh, Bercerai kita runtuh”.

Untuk itu kita harus benar-benar mempersiapkan diri kita sebagai bangsa Indonesia yang satu dan tidak mudah tercerai-berai karena suatu konflik. Karena titik kekuatan kita adalah kesatuan dan persatuan. Dari beragam suku bangsa serta budaya dan bahasa yang terdapat di berbagai penjuru Indonesia ini, kita harus bisa melakukan persatuan demi terciptanya kekuatan.

Bagaimana caranya agar kita tetap bersatu dalam perbedaan yang beragam ini? Karena pada kenyataannya, sangat sulit dilakukan daripada dikatakan. Untuk mengantisipasinya kita harus mempunya rasa toleran terhadap keberagaman. Dan jangan menghilangkan unsur subjektivitas. Toleran agar kita terbiasa terhadap adanya perbedaan dalam masyarakat yang plural dan menghilangkan unsur subjektivitas agar semua orang dapat berpikir secara terbuka. Sehingga tidak ada lagi orang yang berpikiran bahwa pemikiran dan pendapatnya adalah yang paling benar.

Karena dalam kehidupan bermasyarakat dalam keberagaman yang paling penting adalah rasa penerimaan bahwa adanya perbedaan. Sehingga semua hal dapat dilihat secara objektif. Seperti kesamaan hak antar kaum majoritas dan minoritas. Dilihat secara objektif agar kedua pihak mempunyai persamaan yang tidak membedakan walaupun adanya keberagaman atau perbedaan di antara kedua pihak tersebut.

Jadi, siap kah kalian berubah untuk menjadi pemuda-pemudi Indonesia yang baik dan benar?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *