Halo P-assengers! Apakabar semuanya?
Balik lagi nih sama aku! Kali ini aku bakalan nulis artikel yang lumayan berbeda dari sebelumnya. Di artikel kali ini, aku bakalan menuliskan tentang diriku sendiri! Kalau sebelumnya aku mengangkat suatu topik tertentu, topik yang ini bakal lebih menarik loh!
Jadi, aku akan mengawali artikel ini dengan yang ringan-ringan dulu yaa. Aku lahir di Jakarta 17 tahun yang lalu. Aku anak semata wayang dikeluargaku, yang membuat aku tumbuh dengan pandangan orang-orang disekitarku bahwa aku ini anak yang keras kepala dan egois, karena stereotype orang-orang saat itu, anak semata wayang pasti dimanja dan gak ngerti sama yang namanya berbagi atau mengalah ke orang lain.
Padahal nyatanya, sejak aku TK, aku tumbuh menjadi anak yang pemalu, karena aku tidak pernah berkenalan dengan orang-orang diluar keluargaku sebelumnya. Jadilah aku ga paham gimana caranya bertemen saat itu. Saking penakutnya, aku bener-bener gamau masuk ke TK pas itu. Tapi akhirnya aku mulai bisa bersosialisasi akibat mama aku yang selalu ngedorong aku buat berani memulai pembicaraan sama temen-temen yang lain.
Saat beranjak SD, aku mulai mengenal beragam orang dengan beragam latar belakang. Aku yang saat itu sudah mulai berani bersosialisasi. Namun, ternyata saat aku memulai memperbanyak teman di SD, orang orang tidak sebaik yang ku kira. Aku mulai sering diejek oleh teman teman karena kekurangan yang ada di fisik aku. Aku dilahirkan dengan fisik yaitu mataku yang terkena penyakit strabismus. Penyakit ini mengakibatkan mataku tidak melihat persis kearah yang sama pada waktu yang sama (juling). Karna penyakit ini juga, pengelihatanku sering kabur atau ganda. Dan penyakit ini tentu sangat terlihat oleh teman temenku, dan untuk pertama kalinya, aku mengalami yag namanya bullying. Ini adalah kasus bullying pertama dan nyatanya berlanjut sampai aku memasuki bangku kelas 5. Awalnya aku masih mencoba melawan, karena aku merasa tidak ada yang salah dengan fisikku. Aku sama kok dengan yang lain, tapi kenapa mereka terus-terusan menggangguku?
Awalnya olokkan itu sekedar omongan, hingga saat aku kelas 2, saat itu sudah bel pulang sekolah, aku baru keluar dari pintu kelasku saat tiba-tiba salah satu dari teman yang sering menggangguku itu sengaja membuatku tersandung kakinya hingga aku terjatuh. Aku yang saat itu masih kecil langsung menangis dijalan pulang dan menceritakan semuanya ke mama. Tentu mamaku saat itu merasa marah. Tapi mamaku selalu melatih aku untuk bangkit lagi, dia yang selalu ngeyakinin aku kalau seseorang pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Mamaku ga pernah ngajarin aku buat menjawab ejekan orang lain dengan ejekan juga. Tapi aku saat itu belum cukup dewasa untuk paham tentang membuat sebuah “benteng” pertahanan diri. Jadilah aku tidak semangat sekolah, takut ketemu temen-temen, ga semangat belajar, dan banyak lagi.
Saat aku kelas 4, akhirnya aku pindah ke sekolah baru karena orang tuaku merasa pergaulan di Sdku yang lama tidak terlalu baik untuk perkembanganku. Di SD yang baru pun aku merasa disambut baik. Aku memiliki banyak teman saat itu. Satu tahun berjalan dengan lancar, aku punya sahabat yang baik dan prestasiku juga baik disekolah.
SD merupakan pengalaman yang tidak terlalu baik namun tidak seburuk itu untukku. Ada banyak pengalaman yang aku dapat di masa aku SD.
Saat aku masuk SMP, aku merasa masa-masa SMP adalah dimana aku mulai mengenal diri aku yang sebenarnya. Aku mulai membuka pikiranku mengenai bagaimana cara yang sebenarnya untuk menyayangi diri sendiri. Kelas 8 merupakan masa-masa yang paling tidak ingin aku ingat sebenarnya. Kelas 8 menurutku adalah masa dimana sifatku paling buruk muncul. Aku baru mengenal yang namanya mental illness. Masa dimana aku melakukan self-harm. Setiap ada masalah yang aku hadapi, aku merasa aku harus melakukan cutting atau setidaknya menyakiti diriku sendiri dengan cara apapun. Alasan spesifiknya mungkin ga bisa aku utarain disini. Tapi masa-masa ini benar benar mengajarkanku setelahnya seberapa penting lingkungan mempengaruhi kita. Seberapa pentingnya pikiran positif dan rasa empati dibutuhkan untuk kebaikan sendiri dan bersama. Seberapa pentingnya kita selalu mempedulikan lingkungan kita, keluarga, teman, maupun orang yang kita kenal.
Sejak saat itu, aku merasa self-harm bener-bener hal yang buruk. Dan self-harm gaakan pernah jadi jalan keluar dari suatu masalah. Setelah itu aku bener-bener nyesel sama apa yang udah aku lakuin buat diri aku sendiri. Dan sejak itu aku selalu berusaha buat berada disekitar lingkungan yang emang membawa aura positif di diri aku dan aku juga berusaha jadi orang yang selalu bisa membawa positivity ke orang lain. Sejak saat itu aku juga selalu berusaha untuk meningkatkan empati aku dimulai dari ke orang-orang terdekat aku, aku pengen menjadi sosok yang bisa dijadikan orang lain tempat bercerita, karena menurut aku kepercayaan adalah hal yang paling berharga, aku merasa benar-benar dihargain kalau orang orang disekitarku menaruh kepercayaannya kepadaku.
Maka dari itu, aku berharap orang-orang bisa mengenal diriku sebagai orang yang memiliki aura positif dan orang-orang disekitarku bisa merasa nyaman. Walau terkadang ekspektasi tidak selalu seperti realita, tapi apa salahnya dengan usaha? It’s really a good thing to spread positivity and happiness to each other, apalagi kita semua gaakan pernah tau apakah teman kita lagi struggling, jadi dengan bersikap baik dan empati kepada satu sama lain, bisa saja membuahkan kebahagiaan ke orang lain.
Aku harap orang-orang bisa mengenaliku sebagai pribadi yang baik!
Terimakasih sudah mau membaca artikelku!