Donald Trump, An Outsider

_88160170_trump-promoSangat menarik untuk mengikuti Pemilu Presiden AS 2016, bukan karena hanya sekedar suka negaranya atau memang punya relasi atau kenalan di tanah Paman Sam sana. Tapi, sudah menjadi rahasia umum bahwa POTUS (President Of The United States; istilahnya) akan menjadi salah satu orang yang paling berpengaruh, atau lebih tepatnya, berkuasa di muka bumi ini

Di 2016 ini akan menjadi pemilu yang seru, dikarenakan Term Limit pada Amandemen ke-22 konstitusi Amerika Serikat melarang Barrack Obama untuk menjadi Presiden kembali, yang sudah terpilih dua kali. Artinya, tidak ada Incumbent dalam Pemilu ini. Faktanya, semenjak Pilpres 1992 dimana Bush Senior dijegal oleh Presiden yang akhirnya di-makzul kan Kongres karena skandal seks, Bill Clinton, belum pernah ada lagi Incumbent yang bisa dijegal. Dengan tidak adanya Incumbent, pemilu ini menjadi seru, sebab tak ada yang diunggulkan sama sekali

Bisa dikatakan baik partai Demokrat maupun Republik akan berusaha mati-matian untuk kembali menduduki Gedung Putih.  Khusus untuk partai Republik, pemilu ini harus mereka menangi, karena mereka sudah 8 tahun tak menduduki Gedung Putih, walaupun mereka menempatkan kadernya lebih banyak di kursi Gubernur, Senator dan DPR daripada partai Demokrat.

Saya pribadi, yang mengikuti setiap debat presiden AS, baik dari kubu Demokrat maupun Republik, lebih suka mengikuti perkembangan partai Republik. Memang, di kubu partai berlogo gajah ini persaingannya jauh lebih keras daripada partai Demokrat yang begitu-begitu aja. Capres demokrat, Hillary Clinton dan Bernie Sanders umurnya sudah kepala 7, rasanya sudah kehabisan tenaga untuk berteriak teriak di atas panggung. Sedangkan partai Republik, memiliki warna lebih banyak dalam konvensi internalnya. Ada imigran Hispanik (Ted Cruz dan Marco Rubio), ada pensiunan dokter bedah saraf (Ben Carson), ada ex-CEO HP (Carly Fiorina) dan ada CEO dari Trump Organization, yaitu Donald J Trump. Umur dari mereka pun bervariasi, tidak seperti partai sebelah yang sudah tua semua.

Khusus untuk Trump, saya benar-benar menonton aksinya dari mulai dari pencapresan dirinya hingga sekarang. Trump awalnya sangat tidak diperhitungkan menjadi Capres dari partai Republik sama sekali. Banyak publik yang tercengang sekaligus tertawa lebar atas pengumuman dirinya. Bagaimana bisa, host acara televisi reality show yang pernah menikah tiga kali bisa menjadi presiden AS?

505042232-republican-presidential-candidate-donald-trump.jpg.CROP.promo-xlarge2

Ejekan pun mulai berdatangan mendatangi Trump. Tapi tolong, bedakan antara ejekan dengan serangan. Ejekan lebih ke meremehkan seseorang, sedangkan Serangan ada ketika seseorang mulai merasa tidak nyaman atau setidaknya panik ketika ada dirinya diatas panggung. Dan lama kelamaan, Ejekan pun berubah menjadi serangan, seiring dengan pandangan orang-orang yang menganggap Trump beda dari yang lain yang kebanyakan berasal dari Political Class. Trump bersuara lantang. Ia tak peduli siapapun itu yang dirinya lawan.

Banyak pernyataan konyol yang keluar dari mulutnya yang jika diucapkan oleh rivalnya, rasanya aneh. Diantaranya ”Kalau Hillary itu laki-laki, tidak akan bisa dapat suara lima persen.” atau lagi yang paling nyelekit “Meksiko ngirim orangnya ke AS ga pernah ada yang beres. Yang di kirimin itu pemerkosa, bandar narkoba, kriminal”. Coba bayangkan jika Ted Cruz atau Hillary Clinton yang bicara, pasti bakal di kecam habis-habisan oleh publik. Dan satu lagi, “Kalo saya Presiden, Muslim DILARANG nginjak US-Soil selama masalah teroris selesai”. Bagaimana ia tahu andai kata saya pergi ke Texas untuk menjenguk paman saya? Apakah di airport disediakan burger babi yang di paksa makan oleh setiap orang yang baru menginjak tanah paman sam? Entah bagaimana caranya.

Trump juga menyerang pribadi para rivalnya di konvensi Partai Republik, seperti Ted Cruz yang dibilang ”Bapaknya Ted Cruz pernah ikut Lee Harvey Oswald menyebarkan pamflet pro-Fidel Castro.” Ted Cruz memang imigran Kuba, dan Lee Harvey Oswald adalah pembunuh John Fitzgerald Kennedy yang terbunuh akibat keputusannya dalam krisis misil Kuba. Tapi rasanya apa yang dikatakan Trump memang menyulut emosi dan kelewat batas.

160114_gopTrumpCruz2.jpg.CROP.promo-xlarge2

Akhirnya, pada saat konvensi partai Republik mencapai negara bagian Indiana, Trump menang lagi. Dan Indiana adalah salah satu negara bagian dengan delegasi banyak yang akhirnya membantu Trump untuk menjadi Capres AS dari partai Republik. Rivalnya, Ted Cruz pun menyerah dan akhirnya Trump menjadi satu satunya yang tersisa dari Partai Republik. Petinggi partai yang tadinya tak mau menyerahkan Nominee nya ke Trump, mau tak mau harus menyerahkannya kepada Trump. Petinggi partai takut apabila Trump menjadi Perwakilan Republik melawan Demokrat di General Election pada November nanti, maka tidak akan memenangkannya. Ketakutan ini memang ada dasarnya. Banyak survey yang mengatakan Ted Cruz memiliki peluang lebih untuk mengalahkan baik Clinton maupun Sanders di General Election, tapi jika Cruz di adu dengan Trump, Cruz kalah.

Dua mantan presiden dari Republik, George Bush dan bapaknya, bikin pernyataan: tidak akan mendukung Trump. Grup band Rolling Stone melarang Trump menggunakan lagu-lagunya. Penyanyi Inggris Adele juga bersikap sama. Tapi, berbagai senjata untuk menghentikan Trump ternyata tumpul. Trump melaju sendirian.

Jika kamu membuka wikipedia Pilpres AS 2016, nama trump sudah jadi Capres AS dari partai Republik. Kesannya, Trump “menunggu” Capres dari partai lain. Padahal, konvensi partai Republik masih 2 per 3 jalan. Masih ada jalan untuk Cruz memenangi konvensi internal, secara matematis. Secara tidak matematis, atau entah apa namanya, sudah jelas tidak bisa. Walaupun masih ada negara bagian California yang memiliki delegasi paling banyak di sepanjang konvensi. Namun tetap, Trump sudah tak terkejar.

Jujur, saya terinspirasi oleh Trump. Walaupun ia benci saya karena saya seorang muslim, tapi kita seharusnya menangkat topi untuknya. Tak mudah untuk menjadi orang yang tak pernah berlatar belakang politik untuk menjadi Capres AS. Bahkan banyak yang sudah berpengalaman seperti menjadi Senator bahkan Gubernur tidak bisa berada di posisi Trump sekarang. Terlebih, ia menggunakan uang pribadinya untuk kampanye tidak seperti Clinton yang dananya disokong oleh swasta.

Ada 3 pertanyaan yang harus dijawab setelah membaca ini, namun harus dijawab oleh waktu. 1. Siapa wakil presiden Trump? 2. Siapa lawan Trump? dan 3. Bisakah Trump memenangi Pemilu di November nanti? Kita lihat saja.

 

Jakarta, 14 Mei 2016

Indira Almer

Kepala Divisi CDMSS

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *