“Bela Negara sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut”
Hmm, gue yakin sebagian dari lo pasti udah pernah denger tentang “Bela Negara”. Yoi friend, sekarang lagi jaman dimana-mana dari buruh, simpatisan politik, anak-anak muda sok kritis, hingga petinggi-petinggi negara memperbincangkan ini. Dari warung kopi hingga coffee shop, semua berbicara tentang “Bela Negara” dan dalam sekejap seakan-akan asap pun sirna dari nusantara. Padahal? Enggak..
Eitss, sebelum OOT lebih jauh lagi tentang Asap karena, bakalan ada kontributor lainnya yang akan mentutas kupas tentang itu. Kali ini, gue akan ngebahas tentang Bela Negara beserta Pro-Kontra yang bikin terlihat problem ini semakin eksotis.
Kejutan untuk Rakyat
Baru-baru ini, di tengah berita asap yang berkembang, berita baru datang dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan langsung menjadi sorotan. “Bela Negara” namanya, sebuah perencanaan program raksasa yang diberlakukan bagi warga Indonesia dari tingkat TK sampai umur 50 tahun, dengan jumlah peserta 100 juta orang dengan target waktu 10 tahun. Yang berarti, hampir semua followers PIDAS, subscribers PIDAS kemungkinan akan dituntut untuk berpartisipasi demi merealiskan program ini, terlepas status lo jomblo ataupun enggak. Eh maksudnya, sebagai siswa, mahasiswa, atau pekerja profesional.
Landasan Bela Negara
Biar ga terlalu ngalor-ngidul berikut ini merupakan landasan direalisasikannya Bela Negara friend;
“(1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. (2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui: a. pendidikan kewarganegaraan; b. pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; c. pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan d. pengabdian sesuai dengan profesi. (3) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.”
dikutip dari UUD 1945 Pasal 27 dan UU Pertahanan No 3 Tahun 2002 yang merupakan dasar hukum program Bela Negara.
Kata Pemerintah
Sampe hari ini pun (31/10), program baru dari Kemenham ini mengundang banyak perdebatan panas dari berbagai kalangan. Beberapa topik yang cukup kontroversial adalah pengaitan program “Bela Negara” ini dengan “Wajib Militer” seperti yang dikatakan oleh M. Faisal selaku Direktur Bela Negara, Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama TNI pada Tempo 13 Oktober lalu:
“Ada pendidikan kewarganegaraan, ada pelatihan dasar militer wajib, menjadi TNI, dan pelatihan sesuai profesi masing-masing,” – M. Faisal
Selain itu, M. Faisal juga menyatakan peserta bela negara wajib inap di asrama selama 30 hari, dimana program acaranya akan diselenggarakan oleh satuan-satuan pendidikan TNI, seperti resimen induk daerah militer.
eits tunggu dulu friend.. emang pada awalnya bentuk program bela negara ini diisukan sangat terkait erat dengan bentuk program wajib militer. Tapi ternyata belakangan ini, Kementrian Pertahanan kembali ngelakuin klarifikasi dan juga menekankan bahwa program bela negara ini nggak mengacu pada pelatihan ala militer, seperti apa yang dikatakan oleh Pak Ryamizard Ryacudu, selaku Menteri Pertahanan RI pada Kompas, 20 Oktober 2015:
“Enggak ada saya ngomong wajib militer. Wajib militer ngapain? Wajib militer kan latihan militer, ini kan enggak. Mengubah otak supaya bangga kepada negara ini, apa enggak boleh? Kan harus itu!” – Ryamizard Ryacudu
Selain itu, Bapak Timbul Siahaan, selaku Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa:
“Ini sama sekali tidak ada ke arah militerisme, kami tidak terpikir sama sekali. Makanya kita tidak gunakan pemeriksaan kesehatan khusus, itulah bedanya dengan wajib militer,” – Timbul Siahaan.
Konsep Bela Negara
- Kementrian Pertahanan nargetin sebesar 100 juta peserta dalam kurun waktu 10 tahun, meliputi rentang umur TK hingga di bawah 50 tahun.
- Dalam proses pelatihan bela negara, peserta wajib tinggal di asrama selama 30 hari.
- Direktur Program Imparsial Al Araf, mengatakan masyarakat dapat mengabaikan kewajiban bela negara jika kedapatan bernuansa wajib militer berdasarkan prinsip conscientious objection yang diakui resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, dimana prinsip tersebut berbunyi: “Setiap warga negara atas dasar keyakinan dan agamanya berhak menolak wajib militer karena menolak penyelesaian konflik dengan senjata,”
- Warga di perbatasan wilayah RI perlu menerima pendidikan dasar persenjataan pada pelatihan bela negara, sebab daerah perbatasan memiliki tingkat kerawanan militer lebih besar karena berhadapan langsung dengan potensi pelanggaran wilayah negara.
- Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin memprediksikan anggaran program Bela Negara selama 10 tahun bisa mencapai angka Rp 500 triliun.
- Materi dalam program bela negara ini terbagi menjadi 70% – 80% teori, dan 20% – 30% praktik di lapangan. Adapun, praktik di lapangan, hanya semacam kegiatan di ruang terbuka (outbond).
- Tujuan dari program ini adalah memupuk rasa kecintaan, kecintaan terhadap bangsa dan negara, serta memperkuat jati diri sebagai Bangsa Indonesia.
- Pemda Jember telah melaksanakan program bela negara dengan jumlah peserta sebanyak 2.300 peserta dari kalangan pelajar dan guru, berikut adalah liputannya:
Argumen Pro terhadap Program Bela Negara:
- Program bela negara punya dasar hukum yang jelas dan kuat, dilindungi oleh Undang-Undang. Jadi pada dasarnya pemerintah berhak menjalankan program ini dari segi hukum.
- Sekarang, arah pandang politik, ideologi, serta paradigma masyarakat terhadap negara terpecah-belah tanpa arah yang jelas. Oleh karena itu, adanya program untuk kembali mengembalikan identitas kewarganegaraan, memupuk rasa nasionalisme, serta rasa kecintaan terhadap tanah air, bangsa, dan negara ini sangat diperlukan.
- Program bela negara ini berkali-kali ditegaskan oleh Menteri Pertahanan sejak (16/10) bahwa tidak akan ada bentuk latihan fisik ala militer serta pelatihan keterampilan militer, kecuali untuk warga yang tinggal di daerah perbatasan. Jadi kekhawatiran adanya bentuk tekanan fisik/mental maupun pelatihan militer tidak bisa menjadi alasan penolakan program ini.
Argumen Kontra terhadap Program Bela Negara:
- Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin mengganggap bahwa program Bela Negara nggak realistis, berikut pernyataannya :”Dilihat dari targetnya ini berarti 10 juta orang per tahun atau 833 ribu orang per bulan. Jumlah ini sangat fantastis dibandingkan dengan sarana pelatihan yang dimiliki Badiklat (Badan Pendidikan dan Pelatihan) Kemenhan yang hanya mampu menampung 600 orang saja.” – TB Hasanuddin, melalui keterangan tertulis, Senin (12/10/2015).
- Saat ini anggaran TNI juga masih kurang friend… sekitar, Rp 36 triliun untuk pembelian aslutsista. Jika anggaran itu tidak dipenuhi, TB Hasanuddin memprediksi, rencana strategis tahap kedua untuk pembangunan Minimum Essential Force (MEF) pada 2019 mendatang tidak akan tercapai.
- Menurut Kontra, negara ini juga masih memiliki kekurangan anggaran dana untuk mendukung kelengkapan persenjataan TNI dan kesejahteraan prajurit TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan, lalu untuk apa membangun program baru dengan anggaran besar jika kebutuhan dasar saja belum bisa dipenuhi?
- Jika komposisi program bela negara didominasi komponen teori kewarganegaraan dan pancasila (80%) dan dilengkapi kegiatan lapangan / outbond (20%), rasanya kurang tepat jika diselenggarakan oleh kementrian pertahanan dan TNI.
- Anggaran dana yang sangat besar (menurut prediksi TB Hasanuddin sebesar Rp 500 Triliun dengan asumsi alokasi dana Rp 10 juta per peserta) dikhawatirkan hanya menjadi sarana baru dari penyalahgunaan dan penyelewengan anggaran (baca: lahan baru untuk dikorupsi) terutama jika alokasi dana ini tidak dibuka secara transparan.
Hmmmmmmmmmmmm, menurut kalian?