Asap oh asap. Topik hangat di siang yang seharusnya cerah ini. Tapi tidak bagi masyarakat Sumatera dan Kalimantan, bahkan Sulawesi dan Jawa. Langit mereka tidak secerah siang biasanya, karena diselimuti oleh kabut asap. Asap yang menjadi pembicaraan di Indonesia maupun manca negara. Mengapa ini terjadi? Apa sih penyebabnya?
Pembakaran hutan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab ini yang membuat Indonesia, terutama Sumatera dan Kalimantan dilanda duka. Ditambah dengan keadaan Indonesia yang sedang mengalami kemarau panjang. Kabut asap yang tebal dan kelabu ini menyelimuti langit biru mereka setiap harinya. Aktifitas-aktifitas warga terganggu, terutama anak-anak yang bersekolah. Anak-anak yang akan bersekolah terpaksa diliburkan. Selama diliburkan, Mendikbud, Anies Baswedan meminta agar sekolah tetap memberikan tugas-tugas terstruktur yang mendorong siswa untuk tetap belajar dan melakukan kegiatan positif di dalam rumah. Anies meminta, pemerintah daerah untuk tetap memanfaatkan satuan pendidikan yang memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan. Sedangkan terhadap satuan pendidikan yang terdampak oleh bencana asal, ia meminta agar dilakukan upaya pengisolasian ruang kelas, pemanfaatan alat penyaring udara, dan berbagai alat yang membantu sirkulasi udara bersih. Kabut asap juga pasti mengganggu orang-orang dewasa yang akan atau sedang bekerja.
Selain mengganggu jalannya aktifitas warga, kabut asap juga mengganggu kesehatan mereka, terutama kesehatan organ pernafasan dan penglihatan. Selain mengakibatkan 10 orang tewas, tercatat 503.874 warga terserang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang terbagi menjadi beberapa wilayah, yaitu 80.263 warga di riau, 101.333 di Sumatera Selatan, 129.229 di Jambi, 43.477 di Kalimantan Barat, 52.142 di Kalimantan Tengah, dan 97.430 di kalimantan Selatan (sumber : BNPB, 1 Juli-23 Oktober 2015). Walaupun telah banyak korban berjatuhan, tetap saja ditemukan beberapa titik panas atau titik pembakaran yang tersebar di beberapa wilayah, bahkan titik-titik itu bertambah. Menurut pantauan satelit, terdapat 581 ttitik panas tersebar di wilayah Sumatera. Titik panas terbanyak masih disumbangkan oleh Provinsi Sumatera Selatan, yaitu 483 titik. Titik-titik panas yang tersebar di wilayah Sumatera, yaitu 55 titik di jambi, 16 titik di bangka Belitung, 8 titik di kepulauan Riau, 5 titik di Lampung, dan 2 titik di Bengkulu. Dengan adanya kabut asap, penglihatan warga juga menjadi buram dan mata menjadi perih. Dengan jarak pandang yang terus menurun setiap harinya, hingga mencapai 30-40 meter, yang tentu sangat tidak aman untuk berkendara.
Untuk memadamkan titik-titik api, pada musim kemarau yang panjang ini, warga sangat membutuhkan hujan. Walaupun beberapa wilayah telah diguyur hujan beberapa kali, namun kabut asap tak kunjung hilang. Warga berharap akan ada hujan-hujan berikutnya yang akan menghapus kabut asap ini. Ribuan warga muslim di daerah yang berasap, seperti Riau dan Balikpapan telah melaksanakan shalat istisqa atau shalat meminta hujan. Beberapa warga muslim di daerah yang tidak terpapar asap, seperti Bandung dan Jakarta juga turut melaksanakan shalat istisqa, dengan harapan dapat membantu korban-korban kabut asap.
Dari pihak pemerintah juga telah bertindak terhadap permasalahan kabut asap ini, antara lain dengan mengerahkan segala bala bantuan dari tentara-tentara Indonesia dengan menyirami titik-titik api didalam hutan pada beberapa wilayah dengan bantuan helikopter. Tindakan ini memang dinilai kurang optimal karena terlalu luasnya titik-titik panas. Oleh karena itu, satu-satunya yang menyelesaikan secara cepat adalah hujan yang sangat lebat.
Pada akhirnya, dengan masalah seperti ini, kita, sebagai penerus bangsa, harus belajar bahwa tidak semua manusia di dunia ini melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan penciptaannya. Ada ‘manusia yang tidak memanusiakan manusia’. Mengapa seperti itu? Karena seorang manusia normal tidak mungkin akan membahayakan manusia lain dengan ulahnya yang disebabkan oleh ketamakan yang tidak bertanggung jawab. Angka-angka seperti jumlah titik api dan jumlah korban tersebut angka yang fantastis, bukan? Kita, sebagai generasi muda, harus selalu bertanya apa yang dapat kita lakukan untuk Indonesia? Apa kita sudah pantas menjadi warga Indonesia jika hanya menikmati air, udara, dan tanahnya tanpa melakukan sesuatu yang berarti? Tetapi dengan bertanya, tentu suatu masalah tidak akan terselesaikan begitu saja. Kita harus bertindak! Mau Indonesia gini-gini aja?