20 Oktober 2014, satu tahun yang lalu, rakyat berpesta ria usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang baru, Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla. Alangkah bahagianya rakyat menyambut janji-janji manis pemerintah baru.
Namun, dalam satu tahun pemerintahan, Jokowi-JK kerap menuai kritik dari berbagai pihak. Sebagian besar rakyat tidak puas dengan kiprah Jokowi-JK dalam satu tahun ini. Kepercayaan publik mulai goyah karena realisasi pemerintahannya tidak sesuai orasi.
Selasa, 20 Oktober 2015, mahasiswa memadati depan gedung parlemen dalam rangka berunjuk rasa. Demonstran menuntut DPR agar menggelar Sidang Istimewa untuk melengserkan pemerintahan Jokowi-JK.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menemui para demonstran itu. “17 tahun yang lalu saya pernah seperti kalian. Pemerintahan ini tidak sekejam yang dulu, tetapi pemerintahan ini lemah, bahkan bodoh.”
Adanya pemutusan hubungan kerja dimana-mana, kondisi rupiah melemah, keperluan sehari-hari melonjak tinggi, membuat rakyat gerah. Namun, parlemen tidak bisa begitu saja melengserkan presiden.
Menurut Siti Zuhro, Peneliti LIPI, dwitunggal Jokowi-JK yang digadang-gadang mampu membawa perubahan baru yang signifikan malah terkesan tidak saling mengisi dan melengkapi. Ia melihat keduanya tak kompak dalam mengatasi persoalan bangsa. Hal itulah yang mungkin membuat kinerja pemerintahan kurang terukur dan meresahkan rakyat. Selama 6 bulan pertama saja, arah dan haluan yang dicanangkan oleh Bapak Presiden tak menunjukkan harapan rakyat.
Dari survei nasional Poltracking Indonesia, tingkat pemilihan Jokowi-JK menurun drastis jika diadakan pemilihan presiden saat ini.
Tri Joko Susilo, Sekjen HMPI, menuturkan, “rakyat sudah muak dengan janji manis. Faktanya, rakyat yang terus menerus menanggung beban derita kelaparan dan rasa sakit akibat kebijakan pemerintah yang tak pro rakyat.”
Wakil Sekjen Partai Gerindra, Andre Rosiade, berpendapat satu tahun Jokowi-JK lebih buruk dari satu tahun pemerintahan SBY. Masyarakat takut menyampaikan aspirasi dan kritik karena dibayangi tuntutan pidana. Kondisi ini akan mengulangi periode gelap demokrasi masa lalu. Namun, menurut Dimas Oky Nugroho, pada era SBY, kondisi rumit juga dialaminya pada saat itu. Sebab, satu tahun pertama adalah tahun yang sulit. Tahun pertama adalah masa untuk membangun konsolidasi internal pemerintahan.
Rakyat berekspetasi begitu tinggi, namun dikecewakan. Kinerjanya dinilai menyimpang dari janji-janji kampanye (Nawacita). Namun, sekitar 44% rakyat Indonesia masih optimis dan mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Teten Masduki, menyatakan, “dalam 1 tahun terakhir, fokus pemerintahan Jokowi-JK masih diarahkan pada upaya membangun pondasi yang kuat di berbagai bidang. Sehingga, kalau tahun ini belum panen (belum bisa memuaskan publik) itu biasa, karena kami memang baru mencangkul.”
Jokowi sendiri juga menuturkan, “membangun pondasi itu sendiri bukan pekerjaan yang mudah. Kita harus membongkar, menggali, dan menyusun kembali pondasi ekonomi, pondasi sosial, maupun pondasi politik kita.”
Menurut Wakil Presiden kita sendiri, Bapak Jusuf Kalla, kinerja pemerintah satu tahun pertama ini ada yang cukup berhasil, namun ada juga yang masih di bawah ekspetasi, contohnya pertumbuhan ekonomi. Tuturnya, hal ini disebabkan struktur perekonomian nasional kurang kompetitif dan belum efisien.
Namun, menurut Ibu Megawati, kebijakan pemerintah dalam menanganin perlambatan ekonomi sudah dijalankan dengan baik. Menurutnya, setiap pemerintahan punya karakternya masing-masing. Tantangan yang dihadapi setiap periode pemerintahan beda-beda.
Banyaknya catatan negatif dan ketidakpuasan publik atas satu tahun pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla mendapat pembelaan dari para relawan. Menurut mantan pembantu Jokowi di masa kampanye itu, apa yang terjadi saat ini merupakan hal yang biasa. Jika belum tercapai konsolidasi politik di internal, berbagai program yang dicanangkan Bapak Presiden kita pun belum menuai buahnya.
Banyak yang berpendapat bahwa ini semua bagian dari proses. Indonesia masih dalam posisi hancur-hancuran dalam proses menuju hasil yang optimal lima tahun mendatang. Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Projo, Budi Arie Setiadi, jika pemerintahan Jokowi-JK konsisten menjalankan Nawacita, dia optimis masyarakat bisa mendukung dan mengapresiasi kinerja pemerintahan.
Jokowi-JK harus bisa meyakinkan rakyat bahwa proses pembangunan, khususnya infrastruktur, yang sedang dilakukan oleh pemerintah baru bisa dinikmati beberapa tahun yang akan datang.