Kriiik… Suara gagang pintu gudang yang terletak di pojok sekolah akhirnya terbuka. Aku membersihkan debu dan jaring laba-laba yang menghalangi jalanku. Aku tidak bisa melihat apa pun selain kegelapan. Bruk. Aku tersandung suatu barang. Lututku terasa sakit. Di waktu yang sama saat aku mengibas debu dari badanku, aku melihat sebuah kotak tersegel dengan kertas yang ditempel di atasnya. “Jangan sekali-kali ada yang buka!” Aku berdiri tertegun sejenak, menatap kotak tersebut. Pesan peringatan yang tertempel di atasnya membuat rasa ingin tahuku membara. Kenapa ada kotak di sini? Siapa yang menaruhnya? Dan apa isi di dalamnya? Tanpa berpikir panjang, aku memutuskan untuk membuka kotak itu. Dengan perlahan, aku mengangkat penutup kotak. Tiba-tiba penglihatanku menjadi samar, kepalaku terasa berputar, dan dalam waktu sekejap aku kehilangan kesadaran.
Saat kembali tersadar, aku mendapati diriku sedang berada di suatu ruangan yang besar. Aku menatap sekeliling, siapakah orang-orang berbaju rapi ini? Mereka duduk di kursi-kursi panjang, saling berbisik dengan penuh semangat. Pada dinding ruangan, terpampang bendera merah-putih dan berbagai poster bertuliskan semboyan kebangsaan. Perasaanku campur aduk. Rasa bingung, takut, dan rasa ingin tahu menyatu dalam diri. Apakah aku telah terjebak dalam mimpi? Mungkin ini adalah acara yang sangat penting. Namun, mengapa aku bisa berada di sini? Ruangan ini terlihat sangat berbeda dari gudang yang sebelumnya kutemui. Sepertinya aku benar-benar berpindah tempat. Aku mencari-cari kotak yang tadi kupegang, dengan harapan bahwa aku bisa kembali ke kala asliku. Di atas panggung, seorang lelaki yang terlihat masih muda sedang berbicara. Suaranya bergetar penuh semangat saat ia mengungkapkan pentingnya persatuan di antara pemuda. “Kita harus bersatu untuk Indonesia!” katanya. Suara tepuk tangan bergema di seluruh ruangan. Rasa semangat itu mengalir ke dalam diriku.
Aku berusaha untuk memahami konteks di sekitarku. Apakah ini mungkin Kongres Pemuda I yang terkenal itu? Dalam benakku, nama-nama seperti Mohammad Tabrani, Soemarmo, dan para pemimpin pemuda lainnya muncul. Ternyata, aku telah terlempar ke dalam salah satu momen bersejarah dalam perjalanan bangsa ini. Saat lelaki tua itu melanjutkan orasinya, aku merasakan ketegangan di udara. Tidak hanya semangat, tetapi juga harapan dan ketakutan. Mereka sedang berbicara tentang masa depan bangsa, tentang perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Sebuah hasrat yang kuat menyelimuti seluruh ruangan. Aku merasa seperti seorang pengamat dalam sebuah babak penting sejarah.
Tiba-tiba, seorang pemuda dengan jas hitam dan dasi merah menoleh ke arahku.
“Kamu dari mana? Mengapa kamu di sini?” tanyanya dengan tatapan curiga. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan keadaan ini.
“Aku… aku tidak tahu. Aku hanya tersandung di gudang dan tiba-tiba berada di sini,” jawabku dengan suara bergetar.
“Ini bukan tempat untuk bermain-main! Kami sedang membahas hal yang sangat penting!” ujarnya dengan tegas. Namun, di matanya aku melihat kebingungan yang sama.
Ketika suasana makin memanas, lelaki di panggung berhenti berbicara. Dia menatap ke arahku dan berkata, “Ada seseorang yang ingin berbagi.” Semua mata tertuju kepadaku. Rasa gugup membuatku hampir tidak bisa berbicara. Namun, saat aku melihat bendera dan mendengar semangat perjuangan di sekelilingku, aku tahu aku tidak bisa mundur.
“Aku… aku adalah bagian dari masa depan Indonesia. Aku ingin belajar dari kalian,” kataku dengan tegas.
Ruangan hening sejenak sebelum suara tawa pelan muncul. Kemudian, pemuda yang tadi menatapku mengangguk. “Kalau begitu, kita butuh semua kekuatan dan semangat kita. Mari, kita bersatu!” Dan dengan itu, aku merasakan getaran semangat menyebar di antara kami. Dalam pikiran, aku berdoa agar apa yang terjadi di sini tidak hanya menjadi kenangan, tetapi juga sebuah pelajaran berharga tentang arti sejati dari persatuan dan perjuangan. Setelah pemuda itu berbicara, suasana di ruangan mulai pulih. Rasa semangat yang baru menyelimuti kami semua, dan orang-orang mulai berdiskusi dengan bersemangat. Mereka membahas strategi dan ide-ide untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Suara mereka penuh dengan keyakinan dan harapan. Aku merasa seolah-olah terbenam dalam percakapan yang lebih besar dari diriku sendiri. Mereka membahas isu-isu penting, seperti pendidikan, ekonomi, dan persatuan antar pemuda. Setiap kalimat yang keluar dari mulut mereka mengandung bobot yang signifikan. Aku mendengarkan dengan saksama, berusaha memahami konteks perjuangan mereka. Setelah beberapa saat, lelaki tua itu kembali berbicara. “Kita berada di titik yang menentukan dalam sejarah bangsa ini. Pemuda, kalianlah harapan masa depan! Jika kita bersatu dan berjuang bersama, tidak ada yang bisa menghentikan kita!” Sorak sorai dan tepuk tangan menggema di ruangan. Di tengah kebisingan itu, hatiku berdebar. Bagaimana bisa aku membantu? Aku bukan siapa-siapa di sini. Namun, saat aku melihat wajah-wajah bersemangat di sekelilingku, aku merasakan dorongan untuk ikut berkontribusi.
Entah mengapa aku mengangkat tanganku, pertanda untuk menyuarakan keadaan Indonesia di masaku sebagai satu-satunya manusia dari masa depan. Aku menceritakan berita terkini negeri ini. Mereka semua menatapku dengan tatapan bingung dan bersemangat di saat yang sama. Semua orang bertepuk tangan. Lalu, lelaki itu memberikanku sebuah benda yang ditutupi kain merah putih. Aku menerima benda itu dengan heran.
“Ini hadiah untukmu, Nak. Anggap saja ucapan terima kasih dari kami karena telah hadir di forum ini. Tolong jaga Indonesia di masa depan ya, Nak. Kami percaya kepadamu.” Itulah kata-kata yang ia ucapkan. Aku menarik kain tersebut dan tercengang. Isinya adalah kotak yang sama dengan yang aku buka di gudang sekolah. Aku segera membuka kotak misterius itu dan perasaan yang sama muncul. Kepalaku terasa berputar dan pengelihatanku kembali kabur. Aku tak sadarkan diri.
Tik tik tik. Suara jarum jam berdetak. Aku membuka mataku secara perlahan. Lampu UKS seakan menusuk ke dalam mataku. Dengan linglung, aku berusaha untuk berada di posisi duduk. Aku mengusap mataku dan menatap sekitar, ini benar-benar UKS sekolahku. Sepertinya aku sudah kembali ke masa kini, atau apakah aku memang tidak pernah berada di forum tersebut?