Halo, P-assengers! Kembali lagi bersama kami PIDAS81! Bagaimana kabar kalian, nih? Pada kesempatan yang bahagia ini, yaitu memperingati hari Pahlawan Nasional Indonesia kami PIDAS81 akan memberikan informasi seputar pahlawan pendidikan Indonesia, siapa lagi kalau bukan Ki Hajar Dewantara! Sebelum mengenal lebih dalam siapa itu Ki Hadjar Dewantara, kira-kira P-assengers tau tidak, sih apa itu yang dimaksud pahlawan? Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pahlawan adalah sebutan bagi mereka yang sangat berjasa bagi bangsa dan negara, yang rela mengorbankan waktu, tenaga, dan mengorbankan nyawanya demi kepentingan bangsa serta negara.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara adalah pahlawan nasional Indonesia yang sangat berperan penting dalam dunia pendidikan Indonesia pada zaman Belanda masih menjajah Indonesia. Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 2 Mei 1889, di Kadipaten Paku Alaman, Yogyakarta. Ia besar di lingkungan keluarga keraton Yogyakarta, Ki Hadjar Dewantara saat kecil berkesempatan menempuh pendidikan bersama anak-anak bangsa Eropa di Hindia Belanda, tepatnya di Eurepeesche Lagere School (ELS). Lalu melanjutkan pendidikannya ke sekolah dokter di STOVIA pada tahun 1905. Karena kondisi kesehatan yang buruk, Ia tidak bisa menamatkan sekolah tingginya.
Saat dewasa Ki Hadjar Dewantara banyak belajar beragam hal baru dari pekerjaan wartawan yang Ia geluti. Salah satu surat kabar yang pernah menjadi tempatnya berkarya adalah Midden Java, Tjahaja Timoer, Sedyotomo, De Express dan lain sebagainya. Saat peresmian Indische Partij ditolak oleh pemerintah kolonial Belanda, Ki Hadjar Dewantara dan para tokoh-tokoh Indische Partij mendirikan Komite Bumiputera pada tahun 1913. Komite ini bertujuan untuk mengkritik para pemerintah Belanda yang menggunakan uang dan sumber daya wilayah yang dijajah dengan semena-mena dan digunakan juga untuk mengadakan perayaan-perayaan, salah satunya yaitu perayaan 100 tahun bebasnya Belanda dari Perancis. Kritik tersebut berjudul Als Ik Eens Nederlader Was atau Seandainya Aku Orang Belanda yang dituangkan oleh Ki Hadjar Dewantara di dalam surat kabar De Express milik Douwes Dekker yang didalamnya Ia menyatakan sebagai berikut, “Sekiranya aku seorang Belanda, Aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita jajah sendiri. Sejajar dengan jalan pikiran, bukan saja itu tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh inlander memberikan dana untuk perayaan tersebut.”
Selain berkerja sebagai wartawan, Ki Hadjar Dewantara juga aktif ikut bergabung dalam organisasi Boedi Oetomo (BO), yaitu organisasi pemuda yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara bersama para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini bergerak dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan tidak bersifat politik. Kemudian Ia tergabung dalam seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia mengenai persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Namun karena adanya Indische Partij dan Sarekat Islam dan adanya tujuan agar mendapat bagian dalam pemerintahan melalui Volksraad, akhirnya organisasi Boedi Oetomo (BO) terjun ke dalam bidang politik.
Selain aktif pada kegiatan organisasi Boedi Oetomo (BO), Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam membuat organisasi baru lainnya, salah satunya yaitu organisasi Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922. Alasan dibuatnya Taman Siswa ini adalah karena adanya faktor ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan pada zaman itu, waktu Belanda masih ada di Indonesia pendidikan yang layak hanya untuk para kaum konglomerat, anak bangsawan, dan kalangan para raja saja. Padahal di lain sisi, seluruh rakyat Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang setara dan layak juga, seperti kaum kaya yang lainnya.
Selama Ia aktif pada kegiatan organisasi pendidikan ini, Ki Hadjar Dewantara mempunyai visi pendidikan atau trilogi yang berarti tiga hal yang saling berkaitan yang digunakan sebagai pijakan, yaitu:
- Ing Ngarsa Sung Tuladha, yang berarti pada situasi di mana seorang pendidik bukan hanya sebagai orang yang berjalan di depan tetapi juga harus menjadi teladan bagi semua orang yang mengikutinya, dalam hal tersebut menekankan pada ranah efektif yang berkaitan dengan sikap perilaku, dan emosi seorang pendidik itu sendiri.
- Ing Madya Mangun Karsa, yang berarti seorang pendidik harus bisa berada di tengah-tengah peserta didiknya dan harus mampu terlibat pada setiap pembelajaran yang dilakukan siswa agar semua bisa dipersatukan dan mencapai tujuan bersama. Pada visi pendidikan yang kedua ini sangat erat kaitannya terhadap kerjasama, kebersamaan, dan kekompakan antara seorang pendidik dengan yang di didik.
- Tut Wuri Handayani, yang berarti seorang pendidik harus bisa memberi kemerdekaan dalam konteks mampu memberi dorongan moral dan semangat kerja dari belakang kepada peserta didiknya dengan penuh perhatian untuk memberikan petunjuk dan pengarahan, salah satu contohnya yaitu seorang pendidik melalui tanggung jawabnya kepada peserta didik untuk mengekpresikan kemampuannya, lalu sang pendidik memberikan saran, motivasi, dan mengarahkan setiap potensi yang dimiliki para peserta didik.
Tujuan dari trilogi pendidikan tersebut untuk mencapai tujuan tertib dan damai, kemudian membentuk manusia yang merdeka.
Dari banyaknya perjuangan yang telah Ia raih seperti kegiatan organisasi serta karya-karyanya yang terkenal dalam bidang pendidikan, namun belum selesai untuk mendidik penerus bangsa, Ia sudah wafat terlebih dahulu pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata, Yogyakarta.
Referensi:
https://www.kompas.com/skola/read/2021/11/12/140000169/apa-yang-dimaksud-pahlawan-
https://tik.ft.unm.ac.id/index.php/berita/index/Inilah-5-Fakta-Hari-Pendidikan-Nasional-dan-Sosok-Ki-Hadjar-Dewantara#:~:text=Ing%20Ngarso%20Sung%20Tulodo%20artinya,dan%20semangat%20kerja%20dari%20belakang