Pemuda, kemana langkahmu menuju
Apa yang membuat engkau ragu
Tujuan sejati menunggumu sudah
Tetaplah pada pendirian semula
Dimana artinya berjuang
Tanpa sesuatu pengorbanan
Kemana arti rasa satu itu
Bersatulah semua seperti dahulu
Lihatlah kemuka
Keinginan luhur kan terjangkau semua
Pemuda, mengapa wajahmu tersirat
Dengan pena yang bertinta belang
Cerminan tindakan akan perpecahan
Bersihkanlah nodamu semua
Masa depan yang akan tiba
Menuntut bukannya nuansa
Yang selalu menabirimu pemuda
Chaseiro (Pemuda)
Penulis yakin dengan sepenuh hati bahwasanya setiap orang di muka bumi ini pasti memiliki setidaknya satu impian atau cita-cita. Jujur saja, ketika kecil penulis sering bermimpi menjadi seorang Presiden atau Ninja seperti Naruto. Akan tetapi seiring berkembangnya waktu, penulis baru tersadar akan menjadi apa diri ini kelak? Karena penulis percaya, setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing dan tak mungkin hidup dalam dunia mimpi. Akhirnya penulis memutuskan untuk memilih cita-cita yang tepat bagi penulis pribadi. Namun perjalanan masih cukup panjang agar penulis dapat menjadi seorang yang dulu penulis impikan. Dari cuplikan cerita tersebut, penulis baru mengutarakan impiannya, belum lagi orang-orang Indonesia di luar sana, selayaknya memimpikan Indonesia. Negara kaya yang memilki keragaman sumber daya alam, kekayaan tambang, dan terutama sikap sopan santun dan budi pekerti luhur dari setiap masyarakatnya. Identitas ramah tamah, bermusyawarah dan suka bergotong-royong pun diakui oleh mancanegara sebagai stereotip orang Indonesia.
Walaupun Indonesia terdiri dari beragam suku, ras budaya, dan tradisi daerah masing-masing, namun negara Indonesia juga terkenal akan kemajemukkan suku dan toleransi tinggi. Namun semua itu tidaklah menjadi suatu perbedaan dan perpecahan. Melainkan perbedaan itu meningkatkan sikap toleransi yang akan memunculkan sikap saling menghargai budaya dan daerah lain. Serta perbedaan-perbedaan tersebut pun telah dipersatukan oleh “Bahasa Indonesia” yang tertulis dalam Naskah Sumpah Pemuda tahun 1928. Lalu, apa harapan bagi Negara ini? Dari perjuangan dalam memperebutkan hingga mempertahankan kemerdekaan sudah menjadi harapan bagi Negara ini agar dapat terus merdeka. Penulis secara pribadi tentu merasa sangat iba apabila melihat sudara-saudara di luar sana, yang harus ikut membantu keuangan orangtua dengan mengemis; dan tidak dapat mengenyam pendidikan selayaknya penulis rasakan. Dan juga, harga bahan pokok dan pangan dapat stabil dan dapat diturunkan karena setiap tahun akan selalu naik. Dan jangan Jakarta saja yang harus diperhatikan, karena banyak daerah-daerah terpencil yang juga harus diperhatikan. Seperti jalan raya yang jalannya masih berlubang, dan masalah sampah.
Sebagai pemuda-pemudi Indonesia yang berkualitas, sudah sepatutnya penulis bermimpi bahwa Negara Indonesia tercinta ini akan menjadi Negara yang menjunjung tinggi perdamaian serta nilai sosial. Jangan sampai ada lagi anak-anak kelaparan dan diharuskan mencari pundi-pundi uang oleh orang tua mereka, jangan sampai ada lagi orang tua yang tinggal di gubuk reot tanpa satupun bantuan diberikan, dan jangan sampai ada lagi tindak kriminal yang melibatkan wanita sebagai korbannya. Penulis disini hanya dapat menyampaikan apa yang selama ini penulis impikan, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut pastinya perlu bantuan dari generasi-generasi baru Indonesia yang memiliki kepribadian seperti sopan santun dan budi pekerti yang luhur.
Melihat keadaan ‘Pemuda Indonesia’ saat ini cukup membuat penulis merasa risau. Bagaimana tidak? Kasus narkotika dan obat-obatan terlarang semakin merajalela, kasus pembunuhan pun ikut meningkat pula, belum lagi kasus-kasus yang dianggap ‘ringan’ seperti mencuri/rampok, menipu, atau yang paling berat, kasus korupsi. Entah apa yang ada dalam benak mereka saat melakukan tindakan kriminal tersebut. Disaat Negara lain tengah sibuk mempersiapkan diri untuk persaingan dunia kerja global, masyarakat Indonesia sibuk entah dengan urusan mereka sendiri. Dari kejadian seperti itu, dapat dilihat bahwa kemampuan masyarakat Indonesia tidak kalah jauh dengan warga Negara lain, yang membedakan hanyalah pola pikir ‘Pemuda Indonesia’ yang cenderung berpikir instan dan berharap hasil yang maksimal. Bandingkan dengan Warga Negara Jepang yang sepanjang harinya dihabiskan hanya untuk bekerja hingga dapat tertidur bahkan di pinggir jalan, sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia yang kesehariannya hanya dihabiskan dengan berkutat dalam dunia sosial media yang tidak ada habisnya.
Padahal, waktu bagian Jepang dan Indonesia sama-sama berjalan selama 24 jam, namun hasil yang terlihat amatlah berbeda. Akan tetapi, dengan keadaan yang bagaimanapun juga, Indonesia tetaplah Indonesia dengan para ‘pemuda’ didalamnya. Indonesia tidak akan pernah berubah menjadi Jepang, begitupun sebaliknya. Sehingga, saya percaya bahwa yang sebenarnya harus diubah bukanlah para generasi tua, namun generasi muda yang akan melanjutkan perjuangan dari para generasi sebelumnya. Jika kalian tahu, pabrikan ternama Smartphone dunia, Sony, bangkrut dikarenakan ketakutan yang amat mendalam dari para petinggi perusahaan tersebut yang rata-rata umurnya diatas 50 tahun. Mereka terlalu takut untuk menerima karyawan muda dikarenakan belum sepenuhnya berpengalaman. Dapat dibandingkan dengan Perusahaan Apple yang rata-rata usia karyawannya masih sangat produktif sehingga menghasilkan produk yang futuristik pula. Sebagai kesimpulan, ‘pemuda’ sangat berperan aktif dalam sebuah perubahan, mereka dapat mengungkapkan ide-ide brilian mereka untuk dijadikan sebuah inovasi kedepannya. Dan dengan artikel ini, penulis berharap para ‘Pemuda Indonesia’ yang semula belum tergerak hatinya untuk ikut memajukan Negara kita tercinta ini, dapat perlahan-lahan mengerti bahwa mereka punya andil dalam kemajuan Indonesia, tanah tempat kita lahir dan berpijak.
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”
Ir. Soekarno