“Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku. Ia tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku.”
-Mohammad Hatta
Hallo, P-Assangers! Sebelum aku membahas topik hari ini, mau kenalan dulu nggak? Namaku Andini Puspo Sari, biasa dipanggil Andini. Aku dari departemen CETAK~
Kalian pasti penasaran, sekarang mau ngebahas apa ya? Hari ini aku mau cerita tentang pandanganku terhadap Hari Sumpah Pemuda dan bagaimana kita bisa bertindak sesuai peran kita sebagai pemuda-pemudi Indonesia.
Hampir semua orang tau, pemuda pemudi adalah generasi penerus bangsa. Tanpa pemuda pemudi berkualitas, apa daya negeri kita kedepannya? Siapa yang bisa berdiri di depan rakyat dan mengambil alih ketika generasi lama sudah tidak sanggup lagi kalau bukan kita? Di zaman abad ke-21 ini, banyak sekali rintangan dan godaan yang harus kita lalui sebagai pemuda pemudi. Mau itu godaan internet, kemalasan, atau rasa tidak berani kita lah. Pokoknya banyak sekali yang bisa jadi penghambat perkembangan bangsa jika kita tidak hati-hati.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda pemudi Indonesia saat itu telah mengucapkan sumpah mereka kepada tanah air kita. Sekarang, 89 tahun kemudian, apakah sumpah itu masih berjalan? Ayo kita introspeksi bersama. Yakinkah kalian bahwa kalian telah menjalankan peran kalian sebagai generasi penerus dengan baik? Kira-kira bagaimana reaksi pemuda pemudi dahulu jika melihat nasib negeri kita sekarang?
Semboyan negara kita adalah “Bhinneka Tunggal Ika”, sila ke-3 dalam Pancasila adalah “Persatuan Indonesia”, lalu mengapa sampai sekarang masih ada diskriminasi antar agama, suku, warna kulit, dan lain-lain? Mengapa orang Manado dan orang Jawa tidak bisa berteman? Mengapa orang Islam dan orang Kristen tidak bisa berdiri bersama? Tidak ada alasan yang bisa membela itu karena sesungguhnya kita bagaikan batu bata, jika sendiri-sendiri, kita hanyalah batu bata, jika digabungkan, kita bisa menjadi tembok yang kokoh dan mampu berdiri menghalangi godaan perusak negara (eak).
Waktunya kita sadar bahwa pepatah “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” itu benar. Aku percaya bahwa saat dimana kita berdiri bersama untuk membela kebenaran adalah saat dimana negara kita maju satu langkah menuju negara yang bisa dibanggakan pemuda pemudi tahun 1928. Marilah kita menghormati satu sama lain karena sesungguhnya setiap budaya memiliki keunikan dan keindahan masing-masing dan setiap agama pasti mengajarkan kebaikan walaupun dengan cara yang berbeda. Tak hanya itu, warna kulit, suku, agama, dan latar ekonomi tidak menentukan nilai seseorang, wawasan pengetahuan dan keberanian untuk membela kepercayaan kitalah yang menentukan hal tersebut.
Bukan hanya masalah diskriminasi yang menghambat perkembangan kita sebagai suatu bangsa, tapi juga ketergantungan kita terhadap gadget yang jauh lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Pernah tidak orangtua kalian bercerita tentang masa kecil mereka? Tidak pernah sekalipun pastinya mereka bercerita mengenai bermain PS2 di kamarnya sampai begadang. Bermain itu tidak ada masalahnya, bergantung kepada gadget juga tidak apa-apa jika dalam kuantitas wajar, toh juga hidup menjadi lebih praktis dengan bantuannya. Yang menjadikan masalah adalah ketika kita tidak sanggup melakukan apa-apa tanpa gadget. Jadi ayolah, turunkan hp dan laptopmu untuk sementara, belajar berkomunikasi tatap muka dengan teman-temanmu, berdiskusilah, dan berkreasi dengan kedua tanganmu itu sendiri.
Sebagai pemuda pemudi penerus bangsa Indonesia, jangan lupa untuk mengeluarkan suaramu. Ayolah, ikuti suatu diskusi, kumandakan opinimu tapi jangan lupa menyediakan telinga untuk mendengar opini orang lain. Hayo, siapa yang kerjaannya debat tapi tidak pernah ingin mendengar jawaban orang yang didebatkannya itu? Itulah salah satu alasan Indonesia masih belum bisa 100% bersatu pula. Marilah kita bersama berjanji sekali lagi untuk berani berbicara tapi juga berani mendengar. Bagaimana bisa maju jika suara yang kita dengarkan hanya suara kita sendiri?
Aku sebagai sebagian penerus bangsa bukan disini hanya untuk menceramahi kalian, berbicara tapi tidak melaksanakan, tidak. Aku disini bukan menegur, aku disini untuk mengajak.
Aku juga mengakui kekuranganku, tetapi aku ingin berubah. Aku ingin melihat Indonesia lebih baik dari sebelumnya. Aku ingin membuat generasi lama bangga dengan kita. Aku ingin ikut berjanji.
Aku berjanji untuk menghormati perbedaan, berhenti terlalu bergantung dengan teknologi, dan berani mengeluarkan suara. Mungkin sekarang belum ada hasil konkretnya. Tetapi ini suatu permulaan yang luar biasa. Aku mempunyai visi untuk Indonesia yang lebih maju, inovatif, inklusif, dan berani. Jangan biarkan negara lain lebih baik daripada kita.
Sebelum aku menutup perkataanku ini, mari kita simak baik-baik teks Sumpah Pemuda tahun 1928 yang dari tadi kita basiskan untuk Indonesia maju di tangan pemuda pemudi kini,
SOEMPAH PEMOEDA
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia
Aku berharap kata-kataku ini dapat memicu percikan semangat nasionalisme di dalam hati kalian semua! Ayo, buktikan bahwa kita bisa! Jangan hanya diam saja membaca artikel ini. Bangkitlah dari kursimu, keluarkan toamu, dan mulai beraksi. Jangan saling menunggu, sebagai pemuda pemudi bangsa Indonesia, beranikan hatimu untuk menghadapi tantangan apapun. Berdiri untuk apa yang kau percayai, walaupun kau berdiri sendiri.
“Kalian pemuda, kalau kalian tidak punya keberanian, sama saja dengan ternak karena fungsi hidupnya hanya beternak diri.”
― Pramoedya Ananta Toer
Untuk topik pembahasaan kali ini, cukup sekian. Terimakasih atas perhatiannya, P-Assangers~ Semoga kita dapat bertemu lagi di artikel selanjutnya, tolong dibaca ya!
Andini, CETAK.
Oktober 2017