Mimpi: Bukanlah Frasa, Melainkan Cerita

Halo, P-assengers!

Namaku Kayla Shifa. Jika belum terlalu dekat denganku, mungkin kalian akan memanggilku Kayla, namun kalau kalian udah terbiasa, Kei dapat tertutur secara refleks. Aku berasal dari kelas 10 IPS 2 dan aku bangga dapat mengklaim diri sebagai bagian dari departemen Daring ekskul PIDAS SMAN 81 Jakarta.

Sebagai seorang pemudi, aku sering dilontarkan pertanyaan perihal cita-citaku di kesempatan-kesempatan seperti kumpul keluarga dan semacamnya. Orang-orang selalu heran, karena aku kerap membalas dengan senyuman sekadarnya. Bukannya nggak punya mimpi, aku cuma nggak ingin terlihat naif karena jawabanku yang tidak to the point dan jauh dari spektakuler.

Secara pribadi, aku menganggap mimpi atau cita-cita sebagai lukisan kehidupan yang ideal bagi yang memimpikannya, dan sekiranya adalah tujuan hidup orang tersebut. Hingga sekarang, impianku yang paling utama adalah membantu dan membuat bahagia banyak orang. Tentu, mimpi tersebut akan terkesan konyol jika diperikan begitu saja kepada keluarga dan teman-temanku, terlebih adanya kekangan yang diberikan dalam kata ‘cita-cita’ tersebut. Sempitnya tafsiran cita-cita tersebut menimbulkan anggapan bahwa “Aku ingin menjadi ketua DPR” atau “Aku ingin menemukan obat kanker” cukup menjawab keseluruhannya. Aku tahu, sebenarnya ada hal yang lebih luas dari sekadar occupation atau pencapaian saja.

Seseorang dapat memiliki keinginan menjadi ketua DPR karena merasa berhutang kepada negara, atau menemukan obat kanker karena ingin membuktikan kepada dunia bahwa ia dapat mematahkan sebuah hal yang dianggap susah dilakukan. Kesimpulannya, mimpi adalah fragmen dari ide dan realita yang kerap bekerja sama membisikkan siasat bagi sukma, oleh karena itu mimpi bukanlah sebatas frasa, melainkan cerita.

“Andaikata perkataanmu benar bahwa mimpi merupakan sebuah konsep yang praktikal atau sebuah realita yang penuh kefanaan, di mana kamu melihat dirimu sendiri lima hingga sepuluh tahun ke depan?”

Jawabannya, lima hingga sepuluh tahun ke depan, aku dapat melihat diriku sendiri bertengger pada dudukan jendela di sebuah apartemen studio-sized yang kubeli atas usahaku sendiri sembari mengelus bulu seekor anjing atau kucing yang kuadopsi dari sebuah shelter di ujung kota. Aku ingin berbagi kopi dan candaan hangat dengan orang yang kusayangi sembari merenungi latarnya, entah guguran daun-daun di Osaka atau jutaan warna musim semi Seoul. Yang paling penting, aku ingin tetap menulis, menyanyi, menari dan berkarya dengan giat dan hidup cukup dari hal tersebut. Kuharap, dengan seninya, seorang Kei dapat membuat impact yang cukup besar bagi Tanah Air dengan membuka kesempatan bagi anak bangsa untuk dapat melukis merah putihnya di penjuru dunia. Terlepas dari materi dan apresiasi yang kudapat dari karyaku, aku ingin menjadi pelipur lara dengan apa yang aku lakukan tanpa mengabaikan kebahagiaanku sendiri.

Untuk mencapai mimpiku tersebut, tentu aku perlu mengembangkan diri dan memiliki sebuah pondasi yang kuat. Aku memilih untuk bergabung dengan ekskul PIDAS SMAN 81 karena di sini, aku dapat belajar untuk menjadi penghantar informasi yang bermutu. Kita dilatih untuk menjadi pribadi yang lebih kreatif, disiplin, bertanggung jawab dan menjunjung tinggi kerja sama. Hal-hal tersebut dapat menguatkan aku sebagai seorang pekerja kelak. Selain itu, kita dituntut untuk bisa bergerak cepat dan tepat. Aku yakin, dengan dilatih sedemikian rupa, aku bukan hanya dapat menjadi orang yang lebih siap perihal pekerjaan, tetapi dapat menjadi seseorang yang sigap pula dalam menghadapi tantangan hidup nantinya.

Demikianlah kira-kira pandanganku tentang mimpi. Semoga, dengan post ini, kalian dapat belajar untuk menjadi sahabat dari mimpi kalian sendiri dan tidak segan untuk melihat ke depan.

fd165a115aa82bc4578ce801ea013792

 

With love,

Kei.

 

 

One thought on “Mimpi: Bukanlah Frasa, Melainkan Cerita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *