Halo – halo, P-assengers!
Balik lagi nih dengan sederet artikel dari PIDAS. Mungkin, kalau kalian udah lihat artikel-artikel lain, bisa tarik kesimpulan kalau kali ini temanya apa. Iya, temanya “mimpi”. Jadi, sekarang, gue juga mau berceloteh ria tentang mimpi-mimpi itu di mata gue. Yuk, dibaca, semoga bermanfaat!
Hm, oke, di waktu sekarang, bahasan soal mimpi berubah jadi momok yang menakutkan bagi gue. Beda, sama dulu pas SD atau TK, yang kalo ditanya mimpi dan cita-cita, satu kelas teriak deh mau jadi dokter. Kalian gitu juga gak, ‘sih, dulu?
“Terus kenapa menakutkan ?”
Itu berhubungan sama judul yang gue ambil. Cita atau Realita. Iya, karena rasanya apa yang jadi cita-cita kita nantinya itu berhubungan ‘kan sama realita yang kita jalani sekarang. Nggak mungkin kan realita-nya kita nggak ngelakuin apa-apa sekarang, tau-tau dapat apa yang kita citakan. Persepsi semacam itu yang bikin gue mikir kalo ngomongin mimpi tuh bikin takut. Takut nggak bisa mencapai apa yang gue citakan selama ini.
Dasarnya sih, mungkin pas menyatakan diri gue bercita-cita “kesana”, gue masih terlalu awam dan buta dengan realita yang akan gue jalani. FTI ITB, adalah “kesana”-nya gue. He eh, katakanlah gue sangat bertarget tinggi. Tapi nggak apa-apalah, nggak ada yang ngelarang juga.
FTI ITB. Fakultas Teknologi Industri.
Kenapa sih gue pilih itu?
Berawal dari kecanduan gue nonton reportase investigasi yang isinya gambar orang diburemin dan bersuara layaknya chipmunk tentang uji kandungan makanan-makanan berbahaya di lab, gue pun jadi pengen terjun ke dunia laboratorium, keren aja gak sih?
Sampai akhirnya pas SMP akhir tuh gue mulai searching-searching soal jurusan yang berkaitan dengan hal tersebut. Dan ketemulah Teknik Industri yang ternyata prospek kerjanya nggak seputar penelitian doang. Banyak banget yang bisa dilakuin sama insinyur TI.
Terus kalo gitu kenapa masuknya PIDAS? Emang ada hubungannya ?
Ada dong pasti. PIDAS menurut gue tuh ekskul yang universal. Dasar-nya kita nanti di dunia kerja tuh bisa belajar di PIDAS. Di PIDAS, gue bisa belajar interaksi dengan baik sama orang lain. Gimana caranya ngomong di depan umum, kontak-kontakan sama orang sebagai rekan kerja, dan lain – lain.
Gue berharap bisa menerapkan beberapa hal itu di dunia kerja nanti. Katakanlah kalo nanti gue bisa jadi konsultan TI, ya setidaknya, gue udah punya satu point gimana sih cara berhubungan sama klien gue nanti. Sederhana sih, tapi namanya ilmu, nggak ada satupun yang nggak penting dong.
Terus sekarang, gue jadi kepikiran, kalo waktu cepat banget berlalu. Hingga saat ini gue udah sampai di tahun ke-2 gue di SMA. Kebayang dengan apa-apa aja yang harus gue lakuin untuk bisa dapat cita-cita gue itu, mengingat nggak ada waktu lagi bagi gue buat berleha-leha.
Pun gue pikir usaha gue masih belum apa-apa dibandingkan teman-teman lain yang diam-diam ataupun terang-terangan juga sedang berjuang. Menatap realita yang ada, membuat gue semakin pesimis dan menyerah duluan. Tapi, masa iya gue nyerah? Terus kemana diri gue yang dulu? Yang dengan pede-nya bilang mau masuk ITB ? Kenapa dulu gue mau kalo sekarang gue menyudahi ?
Jadi, apa yang harus diturutin? Cita – cita ? atau Realita ?
Gue rasa kalian semua juga ada yang sama kayak gue. Punya cita-cita dari dulu dan sekarang jadi nggak sanggup karena melihat kenyataan yang kalian jalani sekarang. So, gue bakal coba menjawab pertanyaan yang gue tanyakan sendiri itu.
Menurut kalian, bener atau salah kalau gue lebih milih nurutin cita-cita?
Gue lebih milih nurutin cita-cita “duluan”, karena cita itu yang pertama kali gue temukan dibandingkan realita. Gini, misalkan saat kalian lagi memperebutkan suatu barang sama orang lain, yang dapat kan pasti yang ambil pertama ‘kan? Yang duluan ambil? Nah, bisa tuh analogi-nya disambungkan ke sini. Kan yang pertama kali kalian temuin dalam pikiran kalian kan soal mimpi itu, soal cita-cita itu. Si “realita’ ini kan jalannya belakangan, munculnya belakangan. Berarti, kalian harus fokus dulu sama cita – cita itu.
Biarpun saat di jalan, kalian nemuin banyak “realita-realita” yang nggak sesuai denganharapan kalian, sebisa mungkin jangan langsung nyerah. Fokus dulu sama diri kalian sendiri. Yakinkan diri kalian kalo kalian tuh mampu dan bisa. Usir tuh semua pikiran-pikiran buruk yang ada. Soal masalah-masalah yang dihadapi, gue yakin sih, kalo kita semua udah punya keyakinan, bagaimanapun caranya kita bisa lanjut dengan cita-cita kita itu. Pengecualian sih, kalo cara yang kita pakai tuh nggak bener. Gue, dan berharap kalian juga, mau menoba untuk percaya kalo Allah SWT tuh pasti kasih yang kita mau, asal kita yakin pada-Nya, dan yakin juga sama diri kita sendiri. Jangan pernah lupa “minta” di setiap ibadah kita, jangan lupa juga bergerak. Karena Allah SWT pun nggak mau dong kasih secara Cuma-Cuma, padahal kita cuma istirahat di tempat.
Jadi, yuk, kita sama-sama fokus sama cita-cita kita, hadapi aja realita yang ada.
Semoga, aku, kamu, dan kita semua bisa mencapai cita-cita kita, ya, P-assengers!
———————————————————————————————————————
“Yang hebat di dunia ini bukanlah di mana kita berdiri, melainkan kemana kita menuju.”
-Oliver Wendell Holmes