Ruang, Waktu, dan Impianku

Waktu itu memiliki banyak makna.

Ada yang memaknai waktu sebagai penyembuh paling ampuh, ada juga yang memaknainya sebagai penghukum paling bakhil. Katanya waktu itu adalah pembongkar rahasia yang paling hebat, lalu apa yang bisa kita sembunyikan dari waktu?

Bagiku sendiri, waktu adalah pengejar yang selalu mengejar-ngejarku. Aku bukan lagi manusia yang bisa menikmati masa kanak – kanak di umurku yang sudah hampir legal ini. Dunia orang dewasa di luar sana sudah menungguku yang berlari untuk sampai di tempatnya menunggu, dan waktu, waktu terus mengejarku dan tidak membiarkan aku kendor sedikit pun.

Aku tidak mau terseret waktu.

Ruang itu sering menjadi sekat-sekat penghalang. Penghalang bagi orang – orang yang sedang dimabuk asmara. Penghalang bagi keluarga yang disayang. Kadang ruang itu menyebalkan, tidak kah kamu bosan dengan ruangmu setiap harinya?

Aku ingin menjadi seseorang yang tidak bisa dibatasi ruang.

Jujur saja aku belum menentukan tujuanku. Tujuan masa depanku. Apa profesi yang akan aku geluti pun, aku belum tau. Tapi aku tau apa yang mau aku lakukan di masa depanku.

Aku ingin memiliki pekerjaan yang tidak membatasi ruang kerjaku. Aku ingin merasakan besarnya dunia ini, indahnya setiap sudut mahakarya Yang Maha Esa. Sama seperti pendorong bangsa Eropa untuk memulai penjelajahan mereka, aku ingin mengenal bangsa – bangsa yang ada di dunia ini.

Saat ini aku mengikuti salah satu ekstrakulikuler terbesar di sekolahku, PIDAS namanya. Media sosial adalah bidangku di situ. Tapi bukan berarti aku jadi berani di dunia maya saja dan bermental ayam.

Banyak yang aku dapat dari situ. Berbicara di depan banyak orang misalnya.

Dulu aku takut, tidak berani berbicara di depan banyak orang yang tidak aku kenal. Kalau disuruh menulis SWOT, Weaknessku sudah pasti public speaking. Tapi setelah lama bergabung di situ, aku mulai berani berbicara. Aku tidak takut lagi pada tatapan mata – mata asing itu.

Dari situ aku tau, aku akan berani membawa diriku melewati sekat – sekat ruang di dunia ini yang aku benci. Aku mau bergabung, berbaur di kota yang mereka sebut “kota tungku peleburan” –New York maksudku. Orang – orang dari segala penjuru dunia berbaur disana, persis seperti segala jenis pecahan kaca yang disatukan di tungku peleburan.

Aku ingin berada di sana. Berdiri di tengah padatnya kota itu di pagi hari, berdiri di tengah gemerlapnya kota itu di malam hari. Namun aku hanya ingin sebentar di sana. Aku tidak mau melupakan negeri yang membesarkan ku ini. Walaupun banyak keluh kesahku soal negeri ini, tapi aku tetap akan mengabdi pada Sang Merah Putih.

 

Note: Hai, P-assangers!

Karna udah lama gak nulis, aku emang sengaja pengen bikin sesuatu yang beda di tulisan kali ini. Jadi gak perlu kaget ya kenapa tiba – tiba bahasanya jadi puitis gini. See you di artikel aku berikutnya ya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *