27 November 2013, Gerakan 1 Hari Tanpa Dokter

Hal ini pertama kali saya tau gerakan demo dokter ini dari sepupu saya secara tidak langsung, karena dia mengganti display picture BBM-nya dengan gambar yang bertuliskan “Gerakan Satu Hari Tanpa Dokter!” dia merupakan dokter, sepupu saya yang sudah menjadi dokter, tapi ada beberapa juga yang saya lihat di recent updates yang mengganti gambar DP-nya menjadi gambar yang gerakan satu hari tanpa dokter ini. Ditambah dia menulis PM (personal message berupa protes), “Kalo misalnya dokter dipenjara karena tidak dapat mencegah kematian, bukan tidak mungkin kalau besok dokter dipenjara karena tidak dapat menghidupkan orang mati, TOLAK kriminalisasi dokter!!”

 

Topik yang sangat aneh juga, ada-ada saja dokter melakukan hal ini, oke tentu saja menarik perhatian, pada dasarnya dokter kan dibutuhkan setiap saat? Apakah hal ini agak terlalu kekanakan? Oke, mari kita bahas lebih dalam tentang hal ini hal ini awal mulanya karena ada seorang dokter, yang menurut hasil persidangan divonis, sebagai “pembunuh”.

 

Menurut cerita teman, jadi ada keadaan kritis seorang ibu yang ingin melahirkan dan ternyata yang dapat diselamatkan hanya anaknya, namun nenek dari anak ini tidak terima, dan menuntutnya kepada pihak yang berwenang. Jadi, pada dasarnya ada banyak prosedur-prosedur yang harus dilalui sebelum dokter mengambil tindakan dan tindakan itu semestinya disetujui oleh keluarga. Tetapi, bagaimana jika keadaannya darurat dan tidak ada keluarga yang sedang ditempat? Misalnya saja, seorang ibu yang diantar tetangganya? Apa perlu persetujuan keluarganya dulu, sementara kondisi seorang ibu itu sedang kritis? Atau misal terjadi kecelakaan, orang sekitar kejadian mengantar orang yang kecelakaan dan dalam keadaan kritis, apa perlu menunggu sampai keluarganya menyetujui? Lagi-lagi sistem peradilan di negara ini dipertanyakan.

 

Sementara Saat pendidikan kegawatdaruratan, dokter harus mengutamakan life saving. Dibenarkan bagi dokter untuk melakukan tindakan life saving tanpa informed consent (izin tertulis) keluarga atau walinya. Ada kondisi yang dinamakan golden period. Bisa 3 jam, 6 jam, dst. tergantung jenisnya. Kondisi di mana pasien dapat diselamatkan dalam periode itu. Jika pasien telah melewati golden period maka tingkat keselamatan pasien menipis. Ada juga kondisi di mana harus segera bertindak dengan waktu interupsi hanya 10 detik. Kondisi henti jantung. Angka keselamatan pasien berkurang hingga 10% setiap menit yang terlewati. Kasus yang baru-baru ini muncul ke permukaan dan menimpa sejawat, dinilai melakukan malpraktek karena tidak melakukan informed consent dan pemeriksaan pendahuluan berupa EKG, dsb. Hal ini sepertinya akan berdampak sistemik bagi tenaga kesehatan ke depannya.

 

Secara garis besar apa itu tindakan defensive medicine? Prosedur berlebihan akan diterima pasien untuk ke depannya. Rangkaian-rangkaian pemeriksaan laboratorium ini itu, USG, rontgent, CT Scan, dll. yang sebenernya tidak diperlukan, terpaksa dilakukan hanya untuk menyingkirkan diagnosa banding. Untuk apa? Demi tegaknya diagnosis berdasar beragam bukti dan keamanan dokter tentunya. Biaya berobat pun akan semakin meroket. Lalu siapa yang rugi?

 

Era Defensive Medicine akan membuat dokter tidak melakukan tindakan apa pun sampai keluarga pasien memberikan izin dilakukannya tindakan dengan segala risiko termasuk kematian. Misalnya pada kondisi henti jantung. Angka keselamatan pasien berkurang hingga 10% untuk setiap menit yang terlewati. Mulai menit ke-4 kerusakan otak terjadi. Apa yang akan terjadi dengan pasien pada menit ke-10? Siapa yang rugi? Wajar ketika nanti dokter menunda melakukan penanganan guna melengkapi kelengkapan informed consent terlebih dahulu agar tidak dipersalahkan ketika berada di gugatan hukum.

 

Lalu bagaimana tentang hari tanpa dokter? Apa dokter setega itu? Meskipun besok Indonesia tanpa dokter. Tetapi pelayanan gawat darurat tetap dilayani. Lihatlah di saat seperti ini pun kami masih pake nurani. Begitu kata seorang dokter di dalam artikel yang dia buat tentang, 27 November 2013, Hari Tanpa Dokter.

 

Terimakasih atas perhatiannya, kurang lebihnya mohon maaf. 😀

 

M. Dian Fachri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *