Saya sekarang sedang berdiam diri di kamar saya yang terang benderang dengan laptop yang terbuka di hadapan. Tepat di luar saya, terdengar hasil usaha warga-warga ibukota untuk merayakan pergantian tahun, bising mercon dan kembang api dengan interval beberapa detik. Susul menyusul.
Lantas saya lihat jam di atas dinding. 23.30. Masih setengah jam menuju tahun baru 2015. Masih setengah jam sebelum saya bisa secara resmi melepas kepergian tahun 2014 dengan ratusan kembang api.
Jujur saja, yang langsung terlintas di pikiran saya ketika mendengar kata 2014 adalah secarik kertas berukuran agak panjang yang saya tempel di balik pintu kamar. RESOLUSI TAHUN 2014.
Tepat 365 hari lalu, saya yang baru 6 bulan berseragam putih abu-abu dengan semangat menggebu-gebu menulis daftar panjang apa saja yang ingin saya capai di tahun 2014. Dan memang, kebanyakan resolusi yang saya tulis itu bersifat sangat umum, bahkan membuat saya ingin tertawa kala membacanya lagi sekarang. Rapot memuaskan. Kurusan. Lebih atletis. Lebih rajin shalat. Lebih disiplin, bisa banggain orangtua. Mengenaskan memang, tapi nyatanya hampir setengah dari 20 banyak poin yang saya tulis sebagai resolusi di tahun 2014 tersebut akan kembali saya pajang sebagai resolusi di tahun 2015, di kertas yang baru, di tempat yang baru.
Tahun 2014 telah menjadi tahun yang berat. Terus terang, tahun ini bisa saya nobatkan sebagai salah satu tahun terberat dalam sejarah 16 tahun saya hidup. Saya kehilangan 2 orang anggota keluarga yang sangat saya sayangi, dan keduanya pergi tanpa saya sangka-sangka—Nenek saya meninggal di bulan Februari setelah 2 tahun bergumul dengan penyakitnya, sedangkan Paman saya meninggal akibat kecelakaan di bulan April. That was the highlight of 2014 for me. Saya belum pernah kehilangan 2 orang anggota keluarga secara berturut-turut, dan terakhir kali saya kehilangan anggota keluarga adalah saat kakek saya wafat tahun 2012 lalu. Dan pada saat semua anggota keluarga berkumpul untuk merayakan hari raya Idul Fitri di bulan Juli, rasa kehilangan itu semakin terasa jelas.
Bicara soal tahun yang berat, kehidupan SMA saya juga tidak kalah beratnya—kurikulum yang tidak sempurna, misunderstanding and misjudgement, beberapa guru yang suka ‘mencari’ kerjaan ekstra, perang dunia ketiga antar kelompok, dan segaban drama-drama picisan khas anak sekolah berseragam putih abu-abu lainnya. Tidak mau ketinggalan, moodswing dan rasa jenuh yang selalu nyala-mati-nyala-mati seperti sakelar sepanjang tahun. Frekuensi pertengkaran saya dengan kedua orangtua semakin sering, dan selalu karena hal sepele—seperti saat saya ketahuan mandi tengah malam, saat saya skip makan malam dengan alasan diet, atau ketika saya tertangkap basah baru bersiap-siap tidur saat adzhan subuh berkumandang.
Tapi, dibalik semua hal-hal negatif yang terjadi di tahun 2014, ada beberapa hal-hal kecil dan hal besar yang terjadi pada diri saya, dan bahkan menjadi turning point dalam masa remaja saya yang abu-abu. Salah satu hal besar yang turut menjadi highlight di tahun 2014 adalah saat saya dipercaya oleh lebih dari 30-an anggota PIDAS untuk menjadi pemimpin redaksi PIDAS. Kalau masalah ini, saya tidak bisa cerita banyak. Saya telah dan masih mengemban amanat dari kakak-kakak dan teman-teman anggota PIDAS untuk menjadikan PIDAS bukan sekedar ekstrakurikuler, tapi sebagai keluarga. Dan, saya bertekad agar saat saya meninggalkan jabatan saya 6 bulan kelak, saya telah menjadikan keluarga ini sebuah keluarga yang menorehkan sejarah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Saya tidak meminta apa-apa untuk setahun ke depan. Rasanya, untuk setahun ini saya akan mengimani kata pepatah, “You need to drop the expectations and GO with the flow of life.”. Iya, saya akan tunduk pada arus. Sudah cukup lelah berandai-andai dan gila karena rencana, sekarang waktunya istirahat dan menikmati hidup sebagaimana mestinya. Enough with the childish resolutions. Besides, tahun ini saya akan genap 17 tahun. Umur legal, bro! Sudah cukup kekanak-kanakannya, sebentar lagi saya akan dianggap sebagai Warga Negara Indonesia yang sah.
Ohya, kemarin saya menemukan satu quote yang saya rasa cocok untuk dijadikan panutan baru selama setahun ke depan.
Seiring dengan gambar yang baru saya unggah, suara-suara kembang api dan petasan sudah semakin ramai di luar. Well, then it’s time to catch the glimpse of New Year and stop writing this paragraph full of thoughts!
Have a nice New Year, everyone!