Halo P-assengers!
89 tahun yang lalu, seluruh pemuda nusantara berkumpul di Jalan Kramat Raya no. 106, bersatu dan mengikrarkan sebuah Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak awal menuju kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sekarang dunia sudah berubah. Penjajahan secara fisik tidak laku lagi, di mana seluruh negeri bersaing secara ekonomi pada era globalisasi. Sejarah adalah sesuatu yang harus kita pelajari. Sebelum ada Sumpah Pemuda, pasukan-pasukan daerah selalu kewalahan melawan penjajah. Tapi ketika semua bersatu, seluruh rakyat nusantara melihat ada sepercik harapan kemerdekaan. Sungguh banyak cita-cita yang ingin dicapai oleh pemuda-pemudi Indonesia kala itu. Dan sudah jadi tugas kita semua sebagai pemuda-pemudi Indonesia melanjutkan cita-cita mereka.
Begitu juga dengan sekarang. Perbedaan agama, suku, etnis, atau budaya bukanlah suatu penghalang. Jika semua mau bekerja sama, pasti sesuatu yang luar biasa pasti bisa terjadi. Kenapa tidak? Banyak sekali orang-orang pintar di seluruh Indonesia yang bisa mengubah Indonesia jauh lebih baik lagi.
Sebagai pemuda Indonesia, saya pun akan ikut berkontribusi dalam pembangunan bangsa ini. Menurut saya, pintar saja tidak cukup dalam era globalisasi ini. Kekreatifan juga dituntut. Coba kita tengok Mark Zuckerberg sang otak Facebook, Jeff Bezoz miliarder Amazon, dan kepala driver Go-jek Nadiem Makarim. Mereka bukan hanya pintar tetapi mereka juga kreatif. Sisi Kreatif akan sangat membantu Indonesia untuk eksis di muka dunia internasional. Zaman serba teknologi akan memudahkan segala kegiatan manusia. Maka dibutuhkan orang-orang yang visioner, yang punya ide cemerlang, dan orang yang peka terhadap masalah-masalah yang ada di sekitar mereka.
Saya sangat suka membaca novel dan menonton film. Namun saya juga punya pemikiran, sampai kapan saya menjadi penikmat? Mulai dari situ saya mencoba keluar dari zona nyaman saya. Saya sudah menulis beberapa cerita pendek, puisi, dan berbagai pemikiran dalam kanal blog saya. Dan sekarang saya mencoba untuk lebih dari itu, saya membuat film pendek bersama teman-teman saya. Memang hasilnya pun pasti belum memuaskan. Tapi sampai kapan kita hanya menjadi penikmat padahal kita bisa membuat. Jika kita sudah mulai sekarang, nantinya kita akan sudah terbiasa dalam hal yang kita tekuni. Tentunya itu adalah sebuah keuntungan yang besar bagi diri kita sendiri. Dan banyak hal lain yang bisa pemuda-pemudi lakukan. Misalkan belajar coding. Tim Cook, CEO Apple, berkata bahwa anak muda sekarang lebih baik diajarkan bahasa coding daripada Bahasa Inggris. Ini menyebutkan bahwa, di masa yang akan datang, semua yang ada di dunia ini adalah berbasis teknologi. Maka, seluruh orang harus melek tentang bahasa coding.
“You should’t dream your film, you should make it!” -Steven Spielberg
Dan menurut saya, hal-hal seperti itu yang seharusnya pemuda-pemudi Indonesia untuk mengisi waktu mudanya. Mengisi dengan kegiatan-kegiatan positif untuk membawa perubahan untuk Indonesia. Bukan untuk menghabiskan waktu membuat perpecahan, mencaci-maki di media sosial, atau hal-hal lain yang tidak ada gunanya. Karena tidak ada yang bisa kita dapat dari mencaci maki orang lain. Hanya akan membuat pecah-belah sesama pemuda-pemudi bangsa sendiri. Tentu saja hal seperti ini bertolak belakang dengan Sumpah Pemuda. Para pemuda terdahulu yang berusaha untuk mempersatukan bangsa, malah kita yang seharusnya melanjutkan cita-cita mereka bukan menghancurkan karena masalah-masalah sepele seperti perbedaan pendapat. Bahkan ada yang bentrok karena rivalitas. Rivalitas seharusnya menjadi sesuatu yang memacu untuk bersaing secara sehat dan sportif.
Bidang seni yang mengandalkan kreatifitas bisa jadi menjadi prospek kerja yang baik di masa yang akan datang. Karena segala kegiatan bisa dilakukan dengan teknologi. Maka, bisa jadi suatu saat nanti, tidak ada lagi kerja dengan fisik melainkan dengan adu kreatifitas. Maka ada baiknya jika dari semuda mungkin kita berpikir kreatif dan sering mencari tahu keadaan dunia luar.
Kuncinya adalah kita bisa diajak bekerja sama. Kita tidak memilih-milih dengan siapa kita akan bekerja. Yang pantas dilihat adalah keprofesionalan dalam bekerja bukan karena ada hubungan mau itu kesamaan daerah asal, agama, atau keluarga. Tidak mungkin kita bisa sukses karena hasil jerih payah sendiri. Bahkan Steve Jobs pun butuh Steve Wozniak saat pertama kali membuat komputer. Itu menyebutkan bahwa pemikiran kita sendiri pun terbatas. Kita butuh orang lain untuk memberi ide-ide cemerlang lainnya. Di mana saat digabungkan dalam satu visi yang sama, maka akan terciptalah sesuatu yang hebat. Itu juga termasuk dalam hal yang bisa kita petik dari peristiwa Sumpah Pemuda. Menyatukan perbedaan dan menjujung sebuah visi bersama.
Masalah yang dihadapi oleh Indonesia menurut saya adalah kurangnya apresiasi dalam bidang seni. Sering kali dianggap sebelah mata karena ketidakpastiannya dalam urusan pendapatan. Namun yang tidak dilihat oleh mereka-mereka adalah betapa mahalnya ide yang seseorang punya. Bayangkan saja jika ide yang seseorang punya didukung, bisa saja membuat perubahan yang cukup signifikan untuk daerah sekitarnya bahkan Indonesia.
Saya berharap agar ide kreatif dari para pemuda-pemudi Indonesia lebih dilirik dan diapresiasi agar bisa bersaing dengan dunia luar. Karena saya yakin, pasti banyak pemuda-pemudi Indonesia yang mempunyai ide-ide brilian tetapi tidak ada wadah untuk menyampaikan isi kepala mereka sendiri. Itu juga hal yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia. Betapa bangganya jika nanti ada seorang pemuda atau pemudi Indonesia yang akan berdiri di panggung internasional untuk menerima penghargaan Nobel, Academy Award, Grammy, dan penghargaan lainnya. Jangan hanya menjadi penikmat, mari kita menciptakan sesuatu yang bisa membanggakan bumi pertiwi kita bersama.