Halo PIDAS, ini tulisan pertama saya di situs ini―semoga kalian suka dengan desainnya. Karena memberi kalian tugas menulis soal harapan kalian untuk PIDAS selama setahun ke depan, saya juga mau berbagi beberapa harapan saya dengan teman-teman sekalian. Pertama, saya Fauzan, dari angkatan Amazon (lulus tahun 2008). Mungkin beberapa dari kalian ada yang belum sempat bertemu dengan saya, semoga kita segera dipertemukan dalam waktu dekat ini.
Kedua, mulai tahun ajaran baru ini, saya akan jadi pelatih PIDAS SMAN 81 Jakarta. Mungkin kalau ada yang penasaran, siapa merekomendasikan diri saya untuk mengisi “lowongan” ini, well, sebenernya diri saya sendiri. Kenapa? Jadi, FYI, saya tipikal orang yang suka berpikir random. Tentunya, ke-random-an saya itu pasti dipicu oleh sesuatu, termasuk soal melatih PIDAS. Nah, beberapa minggu yang lalu ketika saya baru turun dari kereta di Stasiun Gondangdia, saya melihat sekelompok siswi SMA swasta (terlihat dari seragamnya) yang sedang meliput di stasiun. Alat yang mereka bawa sangat sederhana, hanya smartphone. Smartphone itulah yang mereka gunakan untuk merekam, bukan kamera digital apalagi kamera DSLR. Dari mereka inilah kemudian saya berpikir random, “Coba anak-anak sekolah negeri punya kurikulum seperti ini.” Entah apakah sudah berubah atau belum, tapi selama saya SMA, saya tidak pernah ada tugas liputan atau sesuatu yang berkaitan dengan dunia jurnalistik. Saya baru mengenal betul dunia jurnalistik ketika di kampus, itu pun karena saya memilih program studi Jurnalisme.
Selama perjalanan ke kantor dari stasiun, saya pun berpikir lagi, seandainya ada program “pengenalan” dunia jurnalistik ke anak-anak SMA (khususnya) pasti akan sangat seru. Karena memang dunia jurnalistik itu sangat seru, sekalipun sampai saat ini saya masih “menghindari” terjun di dunia jurnalistik yang sebenarnya. Namun, pengalaman kuliah di kampus, belajar jurnalisme, liputan, mencari berita, sangatlah menyenangkan. Dari situ kemudian saya ingat sekolah saya dulu, SMAN 81. Saya mulai berpikir, ada enggak ya kegiatan yang bisa menjadi “celah” untuk belajar jurnalistik. Oh ya, saya ingat ada PIDAS. Saya tahu betul bahwa PIDAS—no offense—sejak saya masih berseragam putih-abu-abu di sekolah, memang kurang berkembang. Namun, saya rasa itu semua karena berbagai macam faktor, bukan hanya faktor sarana yang kurang memadai, tetapi juga faktor kurangnya pelatih atau orang yang bisa membimbing dan menjaga PIDAS agar tetap pada “jalurnya”.
Biar bagaimana pun, PIDAS berbeda dengan Pengurus OSIS (PO) dan MPK (di SMAN 81) yang saya rasa sudah jauh lebih matang sehingga mereka jauh lebih mandiri. Kedua organisasi tersebut juga didukung oleh para senior/alumni organisasi mereka yang paham cara menjalankan “kerjaan” mereka. PIDAS, di lain hal, bergerak di bidang media, yang apa pun alasannya, saya rasa tetap membutuhkan “panduan” dari orang yang (setidaknya) cukup paham soal itu. Sekalipun (kasarnya) PIDAS hanya mengurus majalah dinding (mading), radio sekolah (rados) dan “nge-tweet, tapi toh ketika tidak ada yang membimbing, pada akhirnya akan begitu-begitu saja. Setiap tahun akan sama dan sama terus; tidak berkembang.
Dari sinilah kemudian saya ingat bahwa Bu Grace suatu ketika pernah meminta saya sharing dengan PIDAS soal mengurus organisasi, dalam hal ini khususnya soal organisasi media. Akhirnya, di hari itu juga, saya menghubungi Bu Grace untuk tanya-tanya soal PIDAS saat ini. Menurut beliau memang PIDAS hampir tidak aktif lagi. Bu Grace juga bilang bahwa salah satu faktornya karena PIDAS tidak punya pelatih. Oh okelah, kalau begitu saya mau jadi pelatih PIDAs. Sesederhana itu. Entah kenapa, saya merasa sangat bersemangat dan ingin ikut “membenahi” PIDAS. Tiba-tiba saya punya keinginan untuk membuat PIDAS menjadi suatu wadah tempat siswa-siswa SMAN 81 bisa belajar jurnalistik. Minimal, mereka yang ikut PIDAS bisa punya wawasan mengenai jurnalistik. Jadi, mereka tahu, mana berita-berita penting dan mana berita-berita “sampah”, cara membuat tulisan yang baik dan bisa membedakan mana tulisan yang layak jadi berita dan mana yang “sampah”.
Saya juga ingin berbagi pengetahuan dengan mereka soal jurnalisme dan segala pengalaman organisasi yang saya dapat selama di kampus. Ditambah, saya juga punya mimpi suatu hari ini bisa membuat sebuah sekolah komunikasi, khususnya jurnalisme, karena saya sudah terlalu jenuh dengan pemberitaan-pemberitaan di media kita saat ini. Jadi, saya ingin “menantang” diri saya sendiri untuk mulai “mengurus” organisasi media kecil-kecilan. Saya ingin “menantang” diri saya sendiri apakah segala hal yang saya dapat di kampus dulu bisa saya manfaatkan, mulai dari segala hal soal jurnalisme sampai pengalaman organisasi. Ya, itu semua membuat saya merasa tertantang untuk membangkitkan kembali PIDAS. Jujur saja, saya rasa selama ini PIDAS sudah mati suri. Ibaratnya, hidup segan, mati tak mau.
Oleh karena itu, setelah berbicara dengan Bu Grace, saya kemudian menghubungi Bu Tami selaku pembina PIDAS. Saya pun menjelaskan maksud saya dan beliau pun menyambut usulan (dan tawaran) saya dengan tangan terbuka. Sejak saat itu saya langsung mencari-cari kontak PIDAS, dan bertemulah saya dengan Niken selaku ketua PIDAS. Kami bicara banyak hal soal PIDAS termasuk soal hambatan apa saja yang selama ini dihadapi walau sebenarnya saya sudah tahu sih. Namun, tetap dari pembicaraan itu memberikan saya banyak ide, termasuk untuk me-rebrand PIDAS. Karena saya menganggap PIDAS saat ini sedang mati suri maka PIDAS harus “dilahirkan” kembali. Itulah akhirnya saya membawa konsep PIDAS yang baru, termasuk mengganti logo dan semboyan PIDAS. Harus ada semangat baru di PIDAS dan itu harus tecermin dari logo, visi dan misi, semboyan, nilai-nilai, dan struktur. PIDAS yang baru akan benar-benar berbeda. PIDAS yang baru akan punya hal-hal yang memang seharusnya dimiliki dan dilakukan oleh sebuah organisasi media. PIDAS yang baru tidak hanya akan menjadi wadah berorganisasi, tetapi juga tempat belajar, dan bersenang-senang.
Namun, tetap saja semua ini tidak akan bisa terwujud tanpa dukungan dari para pengurus PIDAS itu sendiri. Oleh karena itu, saya sangat berharap selama setahun ke depan, kita bisa bekerja sama dengan baik. Pada pertemuan pertama saya dengan rekan-rekan pengurus PIDAS angkatan Aquila (Revita, Fachri, Erend, dan Yasmine) saya katakan bahwa mulai saat itu (setelah bertemu dengan saya) hidup mereka tidak akan “tenang”. Hari-hari pengurus PIDAS akan penuh tekanan dan deadline. Hari-hari pengurus PIDAS akan “ramai” dengan berbagai pesan elektronik (SMS/email/LINE/WhatsApp) dari saya. Hari-hari Sabtu kalian selama setahun juga pasti akan terganggu. Liburan kalian mungkin juga akan terganggu. Apa yang kalian dapatkan beberapa hari ini, termasuk tugas yang baru saja kalian dapat, itu masih nol koma sekian persen dari tekanan yang mungkin akan kalian dapatkan selama setahun nanti.
Namun, satu hal yang bisa saya janjikan adalah bahwa seusai kepengurusan kalian selesai nanti, kalian akan punya banyak pengalaman baru yang enggak didapatkan anak-anak SMAN 81 lainnya dan saya pastikan itu sesuatu yang beharga. Ditambah, kalian akan punya satu keluarga baru di sekolah, selain keluarga di kelas X, kelas XI, dan kelas XII nantinya, tapi kalian akan punya satu keluarga PIDAS yang akan sangat solid. Untuk mewujudkan itu, tentu perlu kerja keras khususnya dari kalian semua.
PR kita banyak, tapi kita akan selesaikan semuanya satu per satu. Kalau kalian siap (tertekan) dan membuat perubahan, yuk, kita bisa buat kegiatan ini jadi sangat menyenangkan. Namun, kalau ada dari kalian yang merasa punya prioritas lain di kelas XI ini, kalian masih punya kesempatan untuk memikirkan kembali apakah ingin ikut terlibat atau tidak. Bekerja dengan saya, khususnya, cukup sederhana: komitmen. Kalian komitmen untuk ikut “berbenah”, jalankan sepenuh hati. Kalian memilih keluar, no hurt feelings, setiap orang punya prioritas masing-masing, tapi putuskanlah dari awal. Semoga sukses untuk kita semua, PIDAS SMAN 81 Jakarta: bergerak berinovasi, bekarya menginspirasi. It’s going to be #awesome!
Ternyata berhasil. Sekarang giliran yg #legendary :):)